Bab 4. Flash ... ?

364 60 2
                                    

Aku dan Kak Langit pacaran?

HAH! GILA KALI!

Mana mungkin itu terjadi. Orang menyebalkan seperti Kak Langit tidak layak dijadikan sandaran. Hiks ... Maunya sih bilang begitu. Tapi yang sebenarnya, aku tidak yakin apakah Kak Langit mau membantuku dengan jadi pacar bohongan.

Dia kan super duper nyebelin! Bukannya dibantuin, aku yakin kalau Kak Langit justru akan mengolok-olok kebodohanku karena membuat taruhan konyol.

"Dekkkk! Beliin Kakak cemilan di NesiaMaret, dong!"

Ini lagi. Kak Rhina kenapa doyan sekali nyuruh-nyuruh, sih?! Mana kalau minta tolong itu selalu teriak dari bawah. Dia enggan sekali naik ke atas lalu berbicara dengan sopan.

Apa dia tidak tahu jika adiknya ini sedang merenungkan masa depan yang SANGAT AMAT PENTING di kamarnya?!

"Nanti kembaliannya buat kamu!!!"

"OKEEE KAKKK!"

_ _ _ _ _

"Kacang atom, kripik kentang, kripik singkong, permen, jelly, kinderpoy, bedak bayi- eh? Bedak bayi? Kak Rhina ini mau nyemil bedak bayi?"

Brukkk!

"Aduh! Maaf-maaf, saya nggak sengaja."

Karena terlalu fokus membaca daftar belanjaan Kak Rhina sambil mencarinya di etalase, aku sampai tidak sadar ada orang di depanku.

"Lisha, kan?"

"Eh? Kak Erwin?"

"Wahhh! Kebetulan banget kita ketemu di sini."

Haduhhh ... Kak Erwin kenapa makin ganteng aja, sih? My first love makin uwiw-uwiw nih!

"Kamu lagi belanja?"

"Iya, Kak. Disuruh Kak Rhina beliin camilan."

"Si Rhina tetep aja doyan nyuruh-nyuruh kamu, ya."

"Hehe ... Iya, Kak."

"Ya udah, ayo aku temani nyari barang-barangnya."

"Ehhh! Nggak usah, Kak. Aku bisa sendiri, kok. Nanti Kak Erwin repot lagi."

"Repot apanya. Camilan ini kan nanti buat aku juga, soalnya aku sama teman-teman lain mau ngerjain tugas di rumah kamu. Bareng Rhina."

"Eh? Tugas apa, Kak? Kak Erwin sama Kak Rhina kan beda jurusan."

Kak Erwin langsung menoleh ke arahku. Sambil mengerlingkan sebelah mata dia berkata, "tugas buat jagain kamu."

Ahhhhhhh! Jantungku bertahanlah!!!

Dasar orang ganteng! Doyan banget membuat hati ini klepek-klepek.

_ _ _ _ _

Karena Kak Erwin juga berencana datang ke rumahku. Secara otomatis aku pun ikut dia pulang. Lumayan tidak perlu jalan kaki lagi. Meskipun jaraknya tidak terlalu jauh, tapi tetap saja pegal kalau jalan sendirian.

Beda lagi kalau dibonceng naik sepeda sport yang supirnya kece badai seperti Kak Erwin. Jarak yang agak dekat ini pun berubah rasa menjadi terlalu dekat.

Padahal aku masih ingin lama-lama dibonceng sama Kak Erwin. Tapi tiba-tiba saja kami sudah di rumah. Terpaksa deh, harus segera turun.

"Makasih ya, Kak."

"Santai. Kan searah. Kamu masuk dulu, gih. Aku mau parkirin sepeda dulu."

"Oke, Kak."

"Eh, Lish. Tunggu dulu!"

Langit Lisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang