Bab 13. Mulai mengintai

316 61 3
                                    

Ini Kak Rhina enyah kemana, sih?

Kenapa tiba-tiba hanya ada aku dan si baliho saja di ruangan ini? Di kamarku!

Tuk ... Tuk ...

Huhuhuuuu ... Tidak perlu mengetuk-ngetuk meja dengan jari pun aku sudah takut padamu, Kak Langit.

Tolong berhenti menatapku seperti itu. Aku takut.

"Kenapa tidak dibaca?"

Mana bisa!

Buku setebal ini mana mungkin aku sanggup membacanya.

Setelah mengusir Tejo, Kak Langit tiba-tiba saja mengambil segunung buku dan menyodorkannya padaku. Dia bilang, "ayo dibaca. Katanya penasaran dengan jurusanku."

Ya. Seperti itu! Percis sekali!

"A-aku kan cuma bilang penasaran. Aku tidak sungguh-sungguh, kok."

"Oh, ya? Tapi kenapa bicaranya serius sekali dengan Erwin?"

Hmm ... Apa salah dan dosaku, Ya Allah?

Kenapa tega sekali kakakku meninggalkan adiknya di sini. Bersama dengan serigala berbulu kukang.

Meskipun pintu kamar terbuka lebar, tapi tetap saja. Aku tidak berani bergerak seinchi pun.

Semenjak tadi, aku senantiasa duduk tegap di depan meja belajar sembari ditemani Kak Langit. Ehem! Ralat! Bukan ditemani tapi diawasi!

"B-biasa aja, kok. Aku bicara dengan Kak Erwin biasa saja."

"Iya, ya ..."

Loh he? Lah kok setuju-setuju saja dia?

"Yang tidak biasa itu---"

Hmm. Suaranya semakin mendekat. Jika dugaanku tepat, maka seharusnya jarak kami saat ini-

"Saat kamu bicara berdua dengan pria asing di dalam kamar yang ter-kun-ci."

DEG!

DEKAT SEKALI JARAKNYA! MACAM JARAK TELUNJUK DENGAN JARI TENGAH!

Ini Kak Langit lagi cosplay jadi pria-pria posesif atau bagaimana sebenarnya? Konsepnya apa?!

Kenapa manusia triplek bisa berubah semenyeramkan ini, sih?

"Bisa dijelaskan, Relisha? Apa saja yang kalian bicarakan tadi?"

Kalau bicara ya bicara saja, LANGIT! Tangannya tidak perlu usil memainkan rambutku.

Aku kan jadi ... nyaman- eh! Ehem! Bukan- maksudku jadi merasa tidak aman. Iya. Tidak aman.

"Re. Li. Sha."

Aku menunduk semakin dalam saat suara Kak Langit semakin jatuh ke bawah. Tangannya sudah berhenti memainkan rambutku. Kini, dia sibuk membolak-balikkan halaman buku di hadapanku.

"Mulai besok."

Hmm? Apa? Apanya yang mulai besok?

"Kamu wajib belajar denganku."

"Eh?"

"Kalau mau masuk jurusan ini, minimal harus belajar selama delapan jam sehari."

He?

"Itu artinya---"

Wuih! Sudah lama aku tidak melihat senyum di wajah Kak Langit. Tapi kali ini ... Senyumnya menakutkan. Kosong sekali. Matanya menatapku tapi pikirannya seperti menerawang jauh entah kemana.

"kita harus bersama-sama minimal selama delapan jam sehari."

______

.

.

.

Langit Lisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang