Awan itu warnanya putih, bukan?
Lalu, hujan itu meneteskan air, ya kan?
Iya. Sudah jelas jawabannya itu. Tapi satu-satunya yang tidak kutahu adalah warna asli langit. Juga ... Sifat sesungguhnya Kak Langit.
"Relisha, kamu dengar atau tidak?"
Nyenyenyenyenyenye!
"Jangan mengejek di dalam hati."
Ya Allah ... Sebenarnya mahluk apa yang sedang ada di hadapanku ini? Kenapa dia tahu semua isi hatiku, sih?!
"Dengar tidak?"
"Denger, Kak. Denger."
"Apa?"
"Nggak boleh deket-deket cowok selain Kak Langit. Apalagi sampai berduaan."
"Good girl."
MasyaAllah ... Hatiku ini kenapa mudah sekali melempem, sih?
Dibilang good girl pakai suara bass yang amat dalam saja, aku langsung luluh. Mana posisi duduk Kak Langit sangat fotogenik lagi.
Dia duduk di atas jok motor sambil menatapku lurus dengan wajahnya yang mulus. Kedua tangan bersedekap dengan kaki jenjang yang menambah keindahannya.
Tatapannya itu ... Menggetarkan jiwa Fangirlku yang sudah lama hibernasi!
Kenapa anak orang ganteng-ganteng, sih? Termasuk Kak Langit ini. Wajahnya itu dilumuri madu dan serbuk berlian.
"Mana tangan kamu."
"B-buat apa?"
Bukannya menjawab, si bujang ini malah langsung menarik tanganku. Kemudian, diikatkanlah gelang berwarna hitam dengan hiasan silver di sana.
"Ini maksudnya apa, Kak?"
"Tali."
"Hah? Tapi ini gelang, Kak."
"Ini-" tuh kan ... Mulai kumat dia. Kak Langit suka sekali menyejajarkan matanya dengan mataku, lalu menatapku tanpa berkedip sedikit pun, "tali ikat untuk kamu. Takutnya, kamu nanti kabur kalau tidak diikat seperti ini."
Biadab kau, Langit!!
Dipikir aku ini anak anjing, apa?!
_ _ _ _ _
"Mbar ..."
"Hmm."
"Ambar ..."
"Hmm."
"AMBAR-AMBAR PISANG!"
"APA SIH RELISHTRIK?!"
Tuh, kan? Memang benar kalau semua sikap kurang ajarku itu turunan dari Si Ambar ini.
"Apa? Kenapa? Nggak liat kalau aku lagi sibuk ngerjain PR?!" Teriak Ambar emosi.
"Halah. Itu kan PR ku yang kamu sontek!"
"Ehem! Kenapa manggil-manggil terus, Lish?"
Hilih! Langsung kicep kan dia. Takut tidak kukasih sontekan lagi.
"Menurutmu, Kak Langit beneran serius sama aku, nggak?"
"Hahhh ... Jadi kamu manggil-manggil aku cuma buat nanya itu aja?"
"Itu aja?"
"Bukannya udah jelas, ya?"
"Apanya yang jelas?"
"Yaaa ... Kalau aku denger ceritamu sama liat langsung, aku ngerasa Kak Langit serius kok sama kamu."
"Beneran?"
"Iya. Kak Langit kalau daftar jadi baby sitter pasti langsung keterima."
"Hah? Maksudnya gimana-gimana? Nggak paham aku."
Wajah Ambar itu cantik, tapi memuakkan. Terutama waktu dia tersenyum mengejek seperti sekarang.
"Dia itu--- serius banget momong kamu kayak anaknya sendiri."
Dasar AMBAR ANAK GUK GUK!!!
_ _ _ _ _
Tapi apa iya, ya?
Apa benar Kak Langit itu melihatku seperti anak kecil? Apa jangan-jangan dia masih pacaran denganku karena kasihan?? Tapi 'kan ... Dia sendiri yang bilang tidak sedang pura-pura pacaran.
Memang sih, Kak Langit tidak menegaskan secara langsung kalau dia menyukaiku. Tapi 'kannnn ... Dia sekarang jadi sangat baik padaku. Tidak semenyeramkan dulu.
"Kamu mikirin apa?"
MIKIRIN ELU!
"Nggak mikirin apa-apa."
Ehe ... Lain di hati lain di mulut. Dasar perempuan!
"Kenapa batagornya nggak dihabisin?"
Hmm ... Tidak nafsu, Kakakkk! Inginnya sih bilang begitu, tapi yang ada mulutku ini hanya tersenyum simpul saja.
Kami berdua sedang ada di kantin kampusnya Kak Langit. Dia sendiri yang mengajakku. Beruntungnya aku membawa jaket, jadi tidak terlalu kentara jika aku masih SMA.
Kak Langit mengajakku ke sini karena sekolahku pulang pagi. Di rumah sedang tidak ada orang, dan karena Kak Langit mendadak ada kelas sore, maka diputuskanlah aku harus mengekor padanya sampai dia selesai kelas.
"Relisha. Kamu sedang memikirkan apa?"
"Nggak mikirin apa-apa, Kak. Aku cuma bosan aja. Pengen pulang."
"Rumah kamu kosong."
"Aku bisa main ke rumah Kakak, kan?"
"Papa Mama sedang bawa si Berang ke dokter."
"Ya udah. Aku main aja ke rumah Ambar."
"Ambar punya dua Kakak laki-laki, Sha."
Lah? Hubungannya sama aku apa? Aku kan mainnya dengan Ambar, bukan dengan abang-abangnya.
"Bahaya, Sha."
Bahaya apa coba?
"Laki-laki itu binatang."
Kamu juga dong?
"Iya aku juga."
WAIT A MINUTE!
Ini daritadi Kak Langit membalas ucapan di dalam hatiku, kan? Kok ngeri.
"Kalau Kak Langit binatang, berarti aku juga tetep dalam bahaya 'kan kalau bareng Kak Langit?"
"Enggak."
"Kok gitu?"
Tuh 'kan ... Kak Langit itu memang sudah tidak menakutkan lagi bagiku. Tapi dia tetap menyebalkan!
Muka datarnya susah sekali hilang. Lalu, dia juga suka sekali diam menatapku tanpa bicara. Seperti sekarang.
Bulu kudukku kembali merinding, dan itu karena senyum miring Kak Langit. Belum lagi, dia menopang dagu menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya sibuk mengetuk-ngetuk meja dengan irama perlahan.
"Binatang jinak sama pawangnya."
Alamakkkk!
Mulut Kak Langit itu biasanya mingkem, tapi sekali buka mulut bisa membuat orang-orang melongo mendengarnya.
Hahahaha! Iya!
Daritadi kami ini tidak sendirian. Di meja ini banyakkkkk sekali teman-temannya Kak Langit.
Aku malu, sialan!
_______
Heh Guysssss Lupa nggak ngasih keterangan 'TAMAT' di chapter kemarin😭😭😭
Mon maapppppppp
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Lisha
ContoLangit itu hobinya diam. Tidak mau bicara tapi suka sekali memperhatikan. Membuat Lisha merasa kesal dan tak nyaman. Lisha itu mudah kikuk. Gampang gerogi dan ceroboh. Membuat Langit jadi gemar mengganggunya.