Chapter23

45 3 22
                                    

"Jangan bersedih, Allah tahu isi hatimu."

-Adinda-

°°°

Pagi jam tujuh lebih sebelas menit, Adinda berada di dapur, ia sedang memasak untuk sarapan. Oh iya, Adinda juga membuat bubur untuk Raffa. Sibuk mencuci wortel di wastafel, ponselnya yang berada di atas meja makan berdering. Mengelap tangannya, Adinda mengambil benda pipih itu, lalu menempelkannya pada telinga.

"Hallo assallammuallaikum"

"Waallaikumsallam Ning"

"Ada apa ci?" tanya Adinda pada orang disebrang sana yang ternyata Cici, Karyawan tokonya.

"Begini Ning, hari ini bakal ada tamu dari luar kota Ning, orang yang dulu bikin janji sama toko kita"

Ah iya. Adinda baru ingat bahwa hari ini tokonya akan ada kunjungan dari tamu luar kota. Ia lupa jika akan mengadakan rapat mengenai bisnisnya hari ini.

"Mmm kamu bisa cancell dulu ga Ci, untuk sekarang aku ga bisa ninggalin suami aku dulu"

"Tentu Ning, saya akan mengcancell sampai suami Ning sudah sembuh total, jangan khawatir ya"

Adinda bernafas lega. "Terimakasih ya ci, kamu memang andalan hehe"

"Ning bisa saja, yasudah kalo gitu saya tutup dulu ya Ning, cepet sembuh untuk suami Ning"

"Iya Ci terimakasih, amminn"

"Assallammuallaikum"

"Waallaikumsallam warahmatullah"

Sambungan terputus, Adinda meletakkan kembali ponselnya lalu memijat pelipisnya. Memikirkan berapa hari ia akan mengcancell acara pertemuan, tokonya sudah di kenal di kalangan perusahaan bunga lain, dari itu banyak yang mengajaknya untuk berkerja sama. Tokonya memang tidak luas, tapi ia memiliki langsung kebun bunga di belakangnya, belum lagi bunga-bunga yang ia jual adalah bunga terbaik. Adinda berencana akan memperluas tokonya nanti.

Perempuan itu tidak mau meninggalkan Raffa sebelum Raffa benar-benar sembuh total. Tidak perduli Raffa suaminya akan bagaimana, ia hanya ingin merawat mengurus Raffa sebagai kawajiban seorang istri.

Hampir setengah jam, makanan untuk Raffa sudah siap. Adinda melepaskan celemeknya, menuangkan air putih pada gelas yang ia ambil, meletakkannya pada nampan, lalu berjalan menuju lantai atas. Kamar Raffa.

Mengetuk terlebih dahulu sebelum membuka pintu kamar tersebut, setelahnya ia masuk perlahan, terlihat Raffa sedang duduk bersandar pada kepala ranjang sembari memainkan ponselnya. Ia juga melihat Raffa sempet mendongak menatapnya meski sekilas, mungkin hanya ingin melihat siapa yang masuk.

RAFFA AFFAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang