Chapter28

42 3 8
                                    

"Pernahkan kamu memilih satu dari pilihan yang harus kamu pilih, tapi pilihan itu tidak membuat hatinya bergerak"

-Adinda-


°°°

Pukul, 06:20

TAK! TAK! TAK!

Suara potongan sayur adalah satu-satunya suara yang mendominasi di ruangan dapur pagi ini, Adinda sedang fokus memotong sayuran menjadi beberapa bagian. Perempuan bergamis marun itu hanya memasak seadanya, karena ia belum sempat membeli bahan dapur apapun, beginilah jika tidak ada asisten rumah tangga. Tapi itu samasekali tidak masalah bagi Adinda, baginya melakukan sendiri lebih menyenangkan.

Ketika ingin mengambil sesuatu di dalam kulkas, ia dengan samar-samar mendengar suara pintu utama di buka. Menutup kembali pintu kulkas, Adinda melanjutkan acara memasaknya. Tanpa ia harus menebak, ia tahu bahwa itu pasti Raffa yang baru saja pulang. Memangnya siapa lagi? Raffa tidak pulang semalam, jika tidak pulang pagi ini bagaimana Raffa mengaganti pakaiannya dan bersiap kekampus.

Bukan tidak peduli dan tidak ingin menyambut, Adinda hanya tidak ingin merusak semuanya pagi ini. Ia tahu mengajak Raffa berbicara sama dengan merusak suasana. Dan sekarang Adinda memutuskan tidak akan banyak bicara, karena tidak mau membuat Raffa marah.

Toh, Raffa juga tidak akan merasa rugi. Memangnya dirinya siapa? Hanya perempuan yang tak berpengaruh.

Hampir setengah jam masakannya selesai. Ia melirik jam dinding yang menempel di atas jendela, rupanya waktu sudah mau menujukan pukul tujuh pas. Adinda menuangkan sayur dan lauk pauk itu kedalam wadah makan khusus bekal, lalu memisahkan untuk Raffa sarapan, meski tidak akan dimakan, setidaknya ia sudah menyiapkan.

Sudah selesai dengan kegiatannya, Adinda mencuci tangannya diwastafel. Mengambil tas kecil yang berada diatas meja, memasukkan ponsel dan dompet mini kedalamnya. Di rasa sudah rapih dan siap, ia mulai melangkah keluar dari dapur, tak lupa menenteng paperbag yang berisi bekalnya. Selangkah lagi menuju pintu dapur, paperbag yang ia bawa terjatuh, Adinda bertabrakan dengan Raffa yang ingin masuk ke dapur.

Perempuan itu mengusap pelan keningnya, sedangkan Raffa hanya menatap datar Adinda yang sedang meringis kecil. Adinda berjongkok, mengambil kotak makan yang keluar dari kantong, lalu memasukkannya lagi tanpa melihat kearah suaminya. Raffa memperhatikan Adinda yang berjongkok di bawah, sampai akhirnya Adinda bangkit dan mulai berjalan keluar dari dapur. Raffa masih tidak bergeming dari tempatnya, ia masih memikirkan apa barusan adalah Adinda? Pasalnya Adinda tidak berkata apapun dan bertanya pada biasanya. Jangankan bersuara, saat bertabrakan sampai berjalan keluar dari dapur pun Adinda tidak menatap dirinya.

Raffa mengangkat bahunya acuh, buat apa dia memikirkan. Justru bagus, itu artinya Adinda sudah tahu diri. Tujuannya untuk pergi kedapur awalnya hanya ingin meminum air putih, tapi saat melihat masakkan Adinda yang berada dimeja, ia jadi sedikit ngiler. Jujur saja, Raffa memang lapar, niatnya ingin sarapan di kantin kampus, tapi sepertinya perutnya tidak kuat.

Sebelum duduk dan sarapan ia celingukkan kesana kemari, takut jika tiba-tiba Adinda muncul. Setelah memastikan Adinda benar-benar sudah keluar, barulah ia duduk dan mengambil sendok. Dalam hati ia terus berdo'a, semoga Adinda tidak melihat ini.

RAFFA AFFAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang