Chapter16

43 5 18
                                    

"Kapan terakhir kali kamu melihat orang yang kamu kagumi?"

-Angga-





°°°

Cuaca yang cantik. Langit biru yang cerah, serta awan-awan yang menghiasi, membuat sang langit terkesan begitu sempurna. Di tengah semilir angin yang menyejukkan, seorang gadis berpakaian biru yang senada dengan warna sang langit itu, nampak bersemangat berjalan kesana kemari meski sinar mentari telah membuat keningnya meneteskan satu tetes air bening.

Adinda terlihat sedang sibuk melihat-lihat tanaman bunga yang tersusun berjajar begitu cantik. Hari ini Adinda sedang berada di toko bunga yang telah di berikan oleh sang Abi untuknya. Di belakang toko itu terdapat kebun bunga yang sudah di kelola semenjak ia masih kecil. Lahan yang di tumbuhi bunga-bunga itu memang sengaja di buat untuk sang putri. Jika Agung sang kakak di beri kekuasaan di pesantren, Adinda adiknya di beri toko yang menjadi impiannya semasa kecil.

"Ningg?" panggil seseorang dengan sopan.

Adinda yang sibuk memetik sebagian bunga cantik itu seketika menoleh, "iya ada apa ci?" tanya Adinda tersenyum pada seseorang yang telah memanggilnya beberapa detik lalu.

"Ning istirahat saja dulu, ning kan baru sampe masa udah panas-panasan" ujar seseorang itu yang di ketahui bernama Cici.

Cici adalah salah satu karyawan kepercayaan. Toko bunga yang bernama FS itu sebenarnya sudah berdiri sejak lama sebelum Adinda resmi menjadi pemilik sah toko tersebut. FS di dirikan sebulan setelah peresmian pesantren, yang berarti sudah cukup lama toko itu berproduksi. Sebelum Adinda yang menjadi pemilik, toko bunga itu di kelola dan di pegang oleh Tangan kanan atau orang kepercayaan Abinya yang berada di Jakarta.

Adinda kembali tersenyum, "ga apa-apa,lagian aku seneng ko bisa ngeliat perkembangannya secara langsung kaya gini"

"Hmm tapi jangan lama-lama ya ning, ning baru sampe, udah gitu cuacanya juga lumayan panas"

"Iyaa Ci iyaa, mmm" Adinda menjeda ucapannya, "kapan kamu ngerubah panggilan kamu ke aku?" imbuhnya bertanya.

Cici tersenyum kikuk, "mmm anuu, anu gimana ya Ning" jawab Cici menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Yasudah ga apa-apa ko ci,ko tegang sih" Adinda terkekeh sampai menampilkan deretan giginya di balik niqab saat melihat wajah tak enak karyawan kepercayaannya itu.

Maksud dari Adinda meminta Cici untuk merubah panggilan untuknya itu bukan tanpa alasan. Adinda tidak mau di panggil dengan sebutan Ning, karena ia tak mau karyawannya itu merasa sungkan padanya. Adinda menganggap semua orang terdekatnya teman bahkan saudara. Tapi Adinda juga tidak bisa memaksa, ia mengerti mungkin itu karena orang-orang di sekitarnya sangat menghargai kedua orangtuanya.

"Maaf ya ning, setidaknya terima sebagai pertanda saya menghormati Abi Ridwan" ucap Cici tersenyum sopan. Adinda berdehem dan mengangguk.

"Mmm Ningg?"

Adinda yang terlihat ingin memetik bunga mawar putih itu menoleh kembali, "Yaa?"

"Kenapa ning datang sendirian, suami ning kemana? Ko ga ikut?"

RAFFA AFFAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang