Chapter33

38 3 0
                                    


"Rasa sakit yang paling menyakitkan dari sebuah perpisahan, adalah rasa sakit saat di tinggalkan untuk selama-lamanya."

-RafDin-








°°°

"Dokter gimana? Gimana abi sama umi?" cerca Adinda langsung.

"Iya dokter, mereka baik-baik aja kan? Operasinya berhasil kan?" tanya Agung kemudian dengan was-was.

Dokter itu tidak langsung menjawab, ia beralih menatap mereka satu persatu. Sampai akhirnya_

"Dok-"

"Maaf Tuan, kedua orang tua anda sudah tidak bisa di selamatkan"

DEG!

Seperti tertusuk belati tepat di bagian jantung, mereka semua langsung mematung kaku setelah mendengar apa yang di katakan oleh Sang dokter. Belum bergeming setelah lontaran itu, mereka, Agung, Adinda serta Raffa, mencoba mencerna kembali pernyataan dari dokter, meyakinkan bahwa mereka salah dengar.

"Dokter? Apa maksud anda? Saya salah denger kan?" Agung memegang bahu laki-laki berumur yang berdiri tepat di depannya.

Dokter tersebut menggelengkan kepalanya pelan, pertanda bahwa kedua orang tuanya memang sudah tiada, tidak bisa di selamatkan.

"Terdapat luka serius di bagian kepala sebab benturan yang lumayan keras, serta pembuluh darah yang pecah. Juga keretakan pada tulang-tulang dan urat nadi yang terputus di masing-masing insan"

"Maaf Tuan, ini sudah kehendak Allah, saya atau kami hanyalah perantara, dan kami sudah berusaha semaksimal mungkin" ujar dokter merasa ikut pilu.

Agung menurunkan tangannya dengan gerak perlahan, merosotkan tubuhnya ke lantai, berlutut dan menunduk.

"I-inna-lillahi-wa-innailaihira-ji'un.."

Tubuh laki-laki itu bergetar, merasa lemas di seluruh raganya, cairan bening pun mulai turun dari matanya yang terpejam.

"ENGGA! GA MUNGKIN! ENGGA!!"

Agung yang tersadar Adinda berada di belakangnya, langsung membalikkan tubuhnya kala mendengar Adinda meraung. Dengan hati yang sakit, ia memeluk Sang adik dengan erat.

"ENGGA! ITU BOHONG! GA MUNGKIN!" Adinda berusaha melepaskan diri dari dekapan Sang kakak.

Sungguh pernyataan dan kenyataan yang sulit untuk di terima, bagi Adinda, ia yakin bahwa ia sedang bermimpi dan ini semua adalah lelucon semata. Apa yang ia dengar pasti salah, kedua orang tuanya tidak akan meninggalkannya.

"ABANG BILANG SAMA ADINDA KALO ADINDA SALAH DENGER, AYOK ABANG BILANG!"

Tidak tega untuk mengucapkanya, Agung hanya menggelengkan kepalanya seraya menangis. Adinda tersenyum hambar.

"ABANGG! GA MUNGKIN.."

"Ikhlas ya" Agung kembali memeluk Adinda erat.

Diam beberapa detik, Adinda menggeleng kukuh dan berontak kembali.

"GA MUNGKIN ABANG! UMI SAMA ABI MEREKA BAIK-BAIK AJA! GA MUNGKIN MEREKA TINGGALIN ADINDA SAMA ABANG! DOKTER ITU BOHONG DIA BOHONG!"

"Istighfar" pelukan itu semakin erat, Agung menengadahkan kepalanya ke atas guna menahan air matanya agar tidak turun semakin deras.

Demi alam semesta, hatinya sakit luar biasa, tertambah lagi melihat Adinda yang meraung seperti ini, itu membuatnya semakin perih. Tapi bagaimana pun saat ini ia harus menjadi kekuatan untuk adik perempuannya.

RAFFA AFFAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang