09: He's Longing to See You

876 56 14
                                    

CW: None | 2,5k+ words ✍🏻










Terdapat lembaran fisika yang mesti digarap di hadapan, tapi Elisa memilih mengistirahatkan isi kepala.

"10 menit lagi. Yang selesai silahkan kumpulkan ke depan." Ucap Miss Bae.

Tak masalah, si gadis punya waktu yang sangat cukup untuk menunjukkan kemampuan sulapnya. Dia cuma perlu mengisi lembar jawaban sepenuh mungkin lalu serahkan hasilnya ke yang maha kuasa. Awur-awuran memang. Toh, tak akan mendapat nol juga.

Ting!

Alarm ponsel Miss Bae berbunyi dan gadis itu benar-benar sudah berdiri untuk menjadi pengumpul pertama. Masa bodoh, Elisa benar-benar tidak mempelajari apapun tadi malam sehingga dia ogah berusaha.

Jake, Jay dan Sunghoon menertawainya diam-diam. Paham betul kalau fisika dan segala hitung-hitungan adalah musuh alami Elisa. Daripada kalah dan jatuh harga diri, gadis itu pasti memilih tak bergabung dalam permainan Miss Bae.

Jay dan Sunghoon masih memperjuangkan poin-poin yang bernilai kecil. Mencari soal yang familiar kala mereka masih seru-serunya belajar subjek itu. Sebelum akhirnya otak mereka tumpul di pertengahan semester.

Sedangkan Jake yang punya nama tengah jenius mencoba sebaik mungkin menyusul. Melihat sahabat cantiknya pergi dari kelas tanpa mengajaknya saja sudah terasa tidak benar. Mereka berdua sejatinya harus bersama-sama dalam segala kondisi.

Mata lelaki Shim menerawang ke ponsel yang disimpan di loker, hendak bertanya kemana Elisa akan pergi. Tapi baru saja iphone-nya disentuh, Sunghoon sudah usil menyeletuk dari bangkunya.

"Miss Bae, lihat Jaeyun!"

Jake melotot pada babi di samping kirinya.

"Ya? Jaeyun sudah selesai, nak?" Tanya Miss Bae yang seperti hendak berjalan ke arahnya.

"Belum, Miss!" Sahut Jake.

"Jangan bercanda, ya. Coba saya lihat."

Jake menghela napas, pasrah. Daripada ketahuan menyimpan ponsel di loker, sebaiknya dia langsung mengumpulkan kertas ujiannya saja.

"Sudah rampung betulan?" Tanya Miss Bae pada bocah yang dikenal prestigius itu.

"Sudah, Miss. Terima kasih banyak. Saya pamit ke toilet sebentar."

Jake mulanya melangkah dengan santai. Tapi saat lepas dari pengawasan teman-temannya, dia langsung berlari terbirit-birit ke lantai bawah. Dia takut sahabatnya nekat pergi ke tempat yang tidak ia sukai.

Setelah sampai di gedung perpustakaan lantai satu, Jake langsung melewati ruang baca dan mengincar area rak paling ujung.

Rak disana berisi buku filsafat dan politik yang agak mustahil dibaca siswa SMA pada umumnya. Karena mereka berdua hobi deeptalk di tempat itu, Jake biasa mencuri semua buku favorit dari rak lain lalu disembunyikan di persembunyian mereka.

Akhirnya lelaki tampan itu melihat sahabat karibnya sedang berselonjor dengan mata terpejam. Tangannya nampak menggenggam erat sebuah buku yang Jake yakin tak akan gadis itu baca.

"Daripada galau kan bisa cerita?" Tanya Jake yang ikut duduk dan menempelkan kedua sisi paha mereka.

"Dih, peka amat?"

Elisa langsung merapat lalu memeluk lengan kiri Jake erat-erat. Dia sedang butuh kasih sayang tulus dari lelaki itu karena emosi di hatinya sulit keluar.

Perlahan tapi pasti gadis itu menitikkan air mata, banyak sekali. Mereka jatuh terus-menerus kala dirinya teringat sebuah kejadian buruk.

Belum ada yang menyaingi suasana tempat ini. Bahkan untuk menangis pun rasanya nyaman. Ditambah Jake ada disampingnya, menjadi sosok yang membuatnya tidak takut menunjukkan sisi rapuh.

𝐓𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐬𝐨𝐧 𝐈 𝐚𝐦 𝐁𝐞𝐜𝐨𝐦𝐢𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang