CW: 17+, underage drinking, sexual harassment, kissing, non-con, stepcest, cursing, toxic | 2,6k+ words ✍🏻
Tak seperti rekayasa di kepala Sunghoon. Dikiranya sang kakak bakal semakin menempel. Ternyata dia kembali mengabaikannya setelah sampai di rumah.
Seusai Sunghoon menurunkan kakaknya di depan kamar dan dengan tega gadis itu mengunci pintu lalu memasang gerendel dari dalam.
Lelaki itu jadi sebal sendiri. Padahal dia ingin berduaan dengan kakaknya selagi mama mereka pergi. Tak habis pikir, dia mencoba mengajak saudara perempuannya keluar kamar untuk yang kesekian kali di hari itu.
Tok tok!
"Apa?!" Suara Elisa menggelegar dibalik musik speaker yang cukup keras.
"Netflix and chill yuk?" Ajak Sunghoon.
"Nope."
"Hah? Situ ngomong apa? Aku gak denger!"
Awalnya si gadis mengabaikan reaksi lamban Sunghoon, tapi bocah itu justru makin nyerocos.
"Elisa, kamu tadi ngomong apaan?!"
"BISA DIEM GAK! KEPALAKU MASIH SAKIT." Teriak penghuni kamar dari dalam.
Lelaki yang berdiri di luar mengguncang kenop pintu secara brutal sambil merengek kesal.
"Buka cepet, atau kutinggal sendirian di rumah!"
"Nyenye bodoamat!" Jawab si anak pertama.
"Apasih? Ngang-ngong ngang-ngong yang jelas dong kalau ngomong!"
Elisa dengan kasar menekan tombol off di speaker.
"SITU BUDEG KAH?! Lagian situ mau ngapain aja emang aku pernah peduli?!" Teriaknya.
Sunghoon menjauh dari pintu sambil memegang dadanya yang perih. Padahal dia sudah menata kamarnya hari. Beberapa kaleng minuman dan Tenderloin steak sudah dia pesan meski sulit didapatkan lewat aplikasi.
Semuanya ia siapkan demi memberikan Saturday Night yang berarti untuk sang kakak. Apalagi keadaan kakaknya diperban dan sulit bergerak kesana-kemari, membuat Sunghoon diliputi cemas.
Yeah, seandainya gadis itu sedikit peduli. Kalau sudah begini, sepertinya Park Sunghoon perlu mencari kesenangan di luar rumah saja.
⋆。˚ ☁︎ ˚。⋆。
20:56 🌙
Berbeda dengan sang adik, Elisa memilih diam seperti mayat di kasur. Dia memutar lagu-lagu jadul yang tak dia ketahui, berharap menemukan lirik yang lucu sehingga memancing tawanya.
Gadis itu tidak mau hening singkat membuatnya teringat pada Lee Heeseung. Konyol sih kalau menangisi lelaki sepertinya. Meski jujur saja, gebrakan kecil dari Heeseung selalu sanggup membuatnya berdebar.
Ah, nama dan wajah itu terlintas lagi di pikiran dan membuat ketenangan gadis itu buyar.
"Ssh!" Elisa bersembunyi di bawah selimut pemberat. Lemah sekali. Kenapa dia begitu sensitif dengan lelaki itu?
"Keep handling your toughts, Elisa. Nothing's good on him. Just a pervert guy and a total liar." Dia merapal mantra untuk dirinya sendiri.
Jelas-jelas Heeseung ada red flag. Tapi mengapa justru tendensi berbahaya dalam dirinya membuat gadis itu berangan-angan lebih jauh?
Dia sontak merasakan panas yang mulai merangkak dari tubuh bagian bawah. Yang pasti bukan karena sakit tapi karena pikiran yang jauh mengembara.
Begitu sulit menjaga pikiran sebab Lee Heeseung mudah sekali mendistraksinya. Heeseung adalah pria paling menawan, dikenal sangat romantis dan bahkan cara bicaranya saja memikat.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐬𝐨𝐧 𝐈 𝐚𝐦 𝐁𝐞𝐜𝐨𝐦𝐢𝐧𝐠
Fiksi PenggemarSister complex itu nyata dan Park bersaudara mengalaminya. Park Sunghoon begitu protektif pada Park Elisa yang merupakan kakak tak sedarahnya. Kasih sayang tak terbalas yang kerap Sunghoon alami membutakan dan melahirkan obsesi gelap dalam dirinya. ...