17: The Human Paper

1.1K 49 33
                                    

Warning: dirty words, Elisa is being needy | 1k+ words ✍🏻



Cerita dari sudut pandang seorang Jake Shim. Manusia yang turut andil di kehidupan Elisa, lebih-lebih di momen terpuruknya.

Kini tersisa dua perempuan dan Jake di rumah mewah yang kondisinya terlampau sepi. Sementara Sunghoon dan Heeseung masih di dirawat secara temporary di rumah sakit, diawasi oleh polisi.

Omong-omong, tentang rumah Elisa. Sejak dulu Jake sudah merasakan matinya kekeluargaan di rumah itu.

Suatu hari Jake pernah mencoba seberisik mungkin; memecahkan barang, merintih karena kelaminnya terkatuk sudut meja, tapi tak satupun manusia keluar dari kamar pribadi mereka.

Seluruh pekerjaan juga diberikan pada asisten yang pulang tiap sore. Oleh karenanya, keadaan rumah selalu beres dan tak ada cerita anggota keluarga bahu membahu mencuci piring, mengisi token listrik atau sebagainya.

Sejatinya ada kala dimana rumah ini terkesan ramai, yaitu saat Ayahnya Elisa pulang dinas tiap enam bulan sekali, paling cepat sebulan sekali.

Bisa jadi karena beliau satu-satunya ekstrovert, bisa juga karena beliau hobi tidur di sofa utama dan menyalakan televisi yang hampir selalu mati. Secara otomatis, putra putri mereka biasa dipanggilnya dan berbincang segala hal simpel tentang sekolah, hobi dan lain sebagainya.

Sunghoon dan Elisa masih mending. Meski mereka sering bersitegang ketika beranjak dewasa, masih ada kasih peduli kakak adik yang tumbuh secara alami.

Jake tak bisa membayangkan jika Sunghoon tak pernah peduli dengan Elisa. Betapa kesepiannya gadis itu nantinya.

Dia hanya bisa dekat dengan Elisa sebatas ini. Meski menaklukkan seluruh dunia untuk Elisa pun, Jake punya garis pembatas yang besar. Menurutnya, bukan bagian keluarga sama artinya bahwa Jake adalah orang asing.

Bermimpi menikahinya Jake segan, melihatnya dengan yang lain Jake cemburu. Ini seperti dia mencintai dengan sepenuh hati tapi tetap saja jebulnya nanggung.

Karena Jake berasal dari rumah tangga yang keras. Ia terkadang merasa dunia bukan tempat yang indah untuk ditinggali, tapi dia juga bukan si konyol yang meminta untuk tidak dilahirkan.

Aturan hidup Jake ada empat; menikmati hidup sampai Tuhan menjemput, lakukan yang terbaik sampai Tuhan menjemput, mencintai setulus-tulusnya, mati tanpa membawa penyesalan.

Ah, maaf jadi kemana-mana.

Soal keadaan Elisa, Jake memperhatikannya tengah bersenandung kecil di meja belajar. Kepala dan bahunya dia rebahkan di permukaan datar, sedang tangan dan kakinya dibiarkan menjuntai ke bawah.

Gadis itu terpantau menenangkan diri dan sepertinya mood-nya sudah baik-baik saja. Sementara lelaki Shim berbaring dengan posisi menyamping di kasur. Jangan khawatir, dia sudah dapat ijin menginap.

Cukup banyak pesan yang dititipkan Ibu Park padanya; mulai dari menjaga pola makan dan sekolah Elisa, sampai membantu Elisa berfikir positif setiap hari. Intinya Jake menjadi personal caregiver. Tapi toh, tanpa disuruh pun dari dulu ia sudah lebih dari sekedar itu.

Elisa kini mengganti posisi wajahnya menghadap Jake. Dia menahan tawa saat menangkap mereka saling bertatapan dengan muka lesu. Seperti pasrah sekali dengan hari ini, banyak cobaan tapi dipaksa tetap waras.

"Jake... anu," Elisa terlihat ragu bicara tentang rencananya.

"Huh? It's okay... say it."

"Hm... anu..."

Mengapa Elisa seperti menahan uneg-unegnya? Apa yang membuat seseorang takut mengatakan perkara yang sulit? Persetan semua itu, hidup cuma sekali dan Jake tak mau Elisa hanya anu anu layaknya sapi.

𝐓𝐨 𝐭𝐡𝐞 𝐏𝐞𝐫𝐬𝐨𝐧 𝐈 𝐚𝐦 𝐁𝐞𝐜𝐨𝐦𝐢𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang