"Tanah air ku tidak kulupakan, kan terkenang selama hidupku."
Gue melirik Arista yang mulai menyenandungkan salah satu lagu dari daftar lagu-lagu wajib nasional itu sambil mengerutkan kening. Teman gue yang satu itu memang terkadang abstrak bukan main, di jaman sekarang selain Arista siapa lagi yang saat gabut justru menyanyikan lagu nasional? "Ta, nggak sekalian nyanyi gugur bunga?"
Arista berhenti bernyanyi, dan menoleh pada gue. "Oke, nanti. Kelarin dulu lagu ini."
Ngok.
Duh, dasar nggak peka. Maksud hati menyindir tapi malah ditanggapi serius. Pantas aja cewek yang satu ini nggak ada kemajuan dalam aspek hidupnya, nggak ada peka-pekanya sama sekali.
"Kalau soal peka nggak peka, mending lu ngaca Far."
Duh, kampret. Gue hampir melompat dari kursi saat suara Airin terdengar. Gue mengedip-ngedip, merasa bingung kapan teman gue yang satu itu masuk ke kelas, dan bahkan sejak kapan teman gue itu sudah duduk anteng di belakang gue. "Lu kapan dateng, Rin?" Gue meringis, bukan cuma soal kedatangannya yang misterius, tapi soal omongannya itu. Airin ini cenayang atau dukun sakti sih anjir?
"Berenti ngedip-ngedip deh, lu kayak orang cacingan."
Ngok.
Gue mendecak, dan yah berhenti mengedip-ngedip. "Ngapain deh lo di sini? Emang jadwal bimbingan?"
"Nggak, gue lusa." Airin menghela napas, menyalakan laptopnya dan mulai membuka layar percakapan whatsapp di sana. "Janjian sama Ian, mau balikin tupperware."
"Cieeeeeee."
"Bacot."
Ngok.
"Galak banget nyet." Gue memberikan cengiran kuda pada Airin, yang walau mukanya sedatar aspal parkiran kampus, tetap aja ada rona-rona merah di pipinya. Sudah gue tebak, lama-lama cewek ini juga akan terbawa perasaan sama Ian. Kalaupun nggak, Jelita dan Alzha pasti ngotot menanamkan paham lu tuh naksir Ian juga ege Riiiinnn kepada Airin. "Dibawain apa kali ini?"
"Duren."
Gue nggak bisa nggak tertawa, jelas kalau sama buah berduri satu itu Airin pasti kalah. Pinter bener si Ian, pikir gue. Nanti gue jajanin es krim ah. "Alus bener, yak. Paling jago emang."
Airin mendesis kayak ular sanca betina, lagi-lagi gue tertawa. Memang teman-teman gue aneh-aneh banget. Belum aja digabung lagi bersama Alzha yang sekarang pastinya lagi membucin bang Saga, dan Jelita yang kayaknya sedang mengorok di ruang himpunan.
"Far, far." Arista kini berhenti bernyanyi tepat setelah dia benar-benar menyelesaikan lagu Gugur Bunga. "Kemarin gue kan jalan sama Rangga-"
"Cieeeee."
"Ih denger dulu!" Gue menghentikan tawa dan mengangguk-anggukan kepala. Arista mendecak sebal sebelum melanjutkan lagi gestur bergosipnya yang lucu banget. "Gue ketemu Gama, dia ke Gramed sama cewek, berdua doang."
Gue terdiam tepat setelah Arista selesai berucap. Gama? sama cewek? Dengan cepat gue langsung melirik Airin yang tampaknya lagi-lagi terlalu peka untuk tau isi otak gue dengan cepat.
"Cirinya gimana, Ta?" Airin menarik napas. Untuk kali ini gue rasanya kehabisan kata-kata, soal Gama yang memang gue taksir habis-habisan, rasanya bawaan bawel gue bisa hilang begitu saja. Gue menghela napas, memilih buat menyandarkan punggung ke belakang. "Putih, rambut panjang, pakek baju dress-dress an gitu nggak?"
"Kok cirinya kayak kuntilanak, Rin?"
Ngok.
Walau sedang nyaris patah hati gue jadi ketawa, sial betul memang punya teman macam Arista. "Emang lu kenal Rin kalau cirinya begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Traffic Jam
FanfictionSemester tua = Kemacetan lalu lintas kehidupan. BTS - RED VELVET/ FANFICTION / Storyline and Art by Purpleperiwinkle / 2021