Seperti layaknya impian murid SMA yang baru lulus, impian gue pun tidak jauh-jauh dari mendapatkan kesempatan untuk menjadi mahasiswa di kampus bergengsi di Indonesia dengan jurusan yang gue mau.
Iya, sesimpel itu kelihatannya walaupun pada kenyataannya sama sekali jauh dari kata simpel. Nyatanya ada banyak hal yang membuat gue tunggang langgang, bercucuran keringat, bermandikan darah perjuangan, hingga hampir kehilangan kewarasan dalam mempertahankan keinginan gue yang nyatanya tetap nggak terwujud karena kemampuan gue beragumen kalah telak dibandingkan dengan kemampuan persuasi ayah gue.
Gue yang sedari awal punya satu tujuan hidup yaitu jadi dokter, nyatanya malah terdampar di jurusan babu gambar atau bahasa halusnya Arsitektur. Beruntunglah ayah gue punya anak yang motto hidupnya yaudah ayo aja, sehingga gue kini bisa bertahan menjadi mahasiswa di salah satunya jurusan kuliah paling sulit di dunia ini (Ini riset yang membuat gue stres dan bangga sekaligus), dan justru gue bisa membuat ayah dan bunda gue senang karena nyatanya dari zaman mahasiswa baru sampai gue memasuki semester tua ini, nilai di laporan akhir semester gue selalu dipenuhi oleh alfabet pertama.
Ha! Ini dia yang gue tunggu-tunggu! Gue suka momen membanggakan diri sendiri seperti ini. Kalian mau bilang gue sombong? It's okay memang bener kok hahaha! Sekarang gue akan memperkenalkan diri gue dengan benar.
Alzha Kirana Febriani, biasa dipanggil Alzha oleh orang yang dekat aja, dan Aca oleh orang yang dekat banget. Kalau gue pribadi lebih suka panggilan yang ke dua, karena kesannya gue jadi uwu dan imut, walupun aslinya pun gue memang uwu dan imut banget. Oke, oke gue tau kalian kesal, jadi mari kita lanjutkan cerita gue. Gue adalah mahasiswa di salah satu kampus swasta terbaik di Jakarta, penghuni fakultas Teknik, penunggu lantai 4 yang memang dikhususkan untuk para budak gambar.
Seperti yang sudah gue sebutkan sebelumnya, awal mula gue bisa terdampar pada bidang ini adalah sebatas karena bujuk rayu orang tua gue, dan gue pun akhirnya bisa dibilang jatuh cinta sama jurusan ini karena orang-orang di sekitar gue ternyata super duper asik dan jurusan ini jelas melibatkan gue pada hal-hal pemacu adrelanin. Raaaawr! Gue suka yang penuh tantangan.
Singkat kata dan cerita, ini adalah sisa tahun terakhir gue di kampus. Fakta ini masih mengejutkan bahkan bagi gue, saking penuhnya hidup gue dengan tugas yang nggak berhenti-berhenti, gue sampai kehilangan ritme waktu. Kuliah, himpunan, tugas, dan begitu seterusnya sampai tiba-tiba gue sudah mengisi KRS semester tujuh.
Omong-omong semster tua, sejujurnya gue sama sekali nggak merasa terbebani. Jelas, nilai gue adalah rentetan huruf A entah itu A aja atau A-, intinya A. IPK gue? kalian pasti tau tanpa perlu narasi eksplisit dari gue. Pengajuan judul skripsi? Sekali, dan lolos. Proposal skripsi? Ngeeeng aja gue mah. Skripsi? Lancar tanpa rem mendadak karena polisi tidur berupa dosen menyebalkan atau revisi sana sini.
Intinya, dari dulu sampai sekarang masa perkuliahan gue itu lancar terus kayak jalan tol. Bahkan di tengah-tengah skripsi gue sendiri, gue masih mencoba membantu teman-teman gue. Baik bukan? Ya, sejujurnya sih gue hanya ingin menyamakan ritme orang-orang di sekitar gue, karena jujur aja, gue sendiri belum rela buru-buru kehilangan status mahasiswa dan mulai dituntut dengan kehidupan dunia nyata yang kerjam. Oh, bahkan membayangkannya aja gue sudah merinding duluan.
Jadilah gue saat ini santai-santai aja, mengerjakan skripsi pelan-pelan. Bahkan saat buntelan kitab desain gue itu sudah boleh dilanjut ke bab selanjutnya, gue justru bersantai sibuk mengemil kentang goreng bumbu keju balado seharga 5.000 rupiah di kosan temen gue yang masa depan skripsinya muram sekali sampai-sampai gue mengelus dada tanda prihatin.
"Lu belom mau lulus gara-gara masih betah liat bang Saga, kan? Setia kawan apaan? Takut dunia nyata apaan? Pret! Kentut! "
Oh, omongan sahabat-sahabat akrab gue yang punya mulut tanpa saringan itu serasa mengguyur wajah gue dengan air es. Walau begitu, apa yang dikatakan mereka memanglah alasan sesungguhnya gue berjalan lambat di jalan yang sudah memberi lampu hijau bagi gue untuk berlari. Walau memang gue setia kawan dan memang gue takut dunia setelah melepas predikat mahasiswa, alasan sesungguhnya adalah satu nama itu.
Saga Dwi Aditama.
Senior yang gue kenal pertama kali karena dia menjadi abang mentor kelompok gue saat jaman maba dulu. Dia yang sudah semester tujuh saat gue baru masuk semester satu, yang sudah menyusun skripsi dan punya job design lepas sana sini, bertemu dengan gue yang masih kebelet jadi dokter, dan masih semangat mengisi binder gue dengan kertas tulis warna warni yang pada akhirnya sama sekali nggak dipakai karena jurusan gue adalah jurusan menggambar pakek kertas gambar.
Saat itu, di antara semua senior yang berlagak galak, Saga lah yang paling galak. Tapi itu yang membuat gue justru tertarik, sudah gue bilang kan? Gue suka tantangan. Saga itu ganteng banget, mahasiswa teladan, dan walau sama junior cuek dan galak setengah mati, yang gue tahu dia adalah sosok baik dan asik saat bersama teman-temannya. Ya, Saga lah yang membuat gue betah kuliah di tahun awal gue gagal menjadi dokter. Saga pula yang membuat gue rajin datang ke himpunan Mahasiswa Arsitektur dengan alasan ini itu, padahal gue cuma ingin melihat dia yang sering nugas di sana, atau kadang melihat dia yang ketiduran di sofa bobrok yang ada ruangan itu.
Saat Saga lulus, gue kembali kehilangan semangat. Besyukur gue dikelilingi manusia-manusia gila yang membuat gue betah menjadi budak gambar. Namun saat gue memasuki semester lima, gue bertemu lagi dengan Saga. Saat itu, dia yang sedang memulai program S2 nya membantu dosen gue untuk mengajar para budak gambar junior dan karena itulah jiwa gue semakin berat untuk buru-buru lulus.
Konyol? Gila? Tolol? Silahkan sebut semuanya, tapi di tahun terakhir gue ini, gue memutuskan untuk membuat Saga menjadi gandengan wisuda gue. Jadi gue yang bisa lulus cepat ini, memutuskan untuk lulus secara normal demi bisa mendapatkan Saga. Si jutek yang gue taksir sejak hari pertama gue menjadi mahasiswa
"Tolol anjir. Sayang banget, gue mah jadi elu udah buru-buru mau cabut dari nih kampus."
Omongan macam itu sudah membal di telinga gue. Bagi gue sudah mutlak, cinta bertepuk sebelah tangan gue selama bertahun-tahun ini harus berbalas, atau setidaknya harus punya kepastian agar gue nggak punya penyesalan saat gue sudah lulus.
"Gue mau gandeng Saga pas wisuda, kalau nggak bisa ya pokoknya dia tau dulu lah gue nih suka dia dari jaman masih dongo ampe udah pinter."
Iya, dalam tahun terakhir gue ini, nggak seperti kebanyakan teman-teman gue yang berjuang dengan skripsinya, gue akan memperjuangkan cinta gue pada Saga.
Apa perlu pakai motto, cinta ditolak, dukun bertindak? Ha! Nggak lah! Pesona gue banyak.
...............
Vote dulu biar semangat up!
Heee! Gimana? Si mba Aca ini bukan cuma budak gambar tapi budak cinta Mas Saga. Btw, buat yang gatau, biasanya di fakultas teknik itu senior cowo dipanggilnya Abang ya bukan kaka wkwk (at least dikampus ku gitu)
Oke sampe ketemu di background story cewe-cewe yang lain 😋

KAMU SEDANG MEMBACA
Traffic Jam
FanficSemester tua = Kemacetan lalu lintas kehidupan. BTS - RED VELVET/ FANFICTION / Storyline and Art by Purpleperiwinkle / 2021