"Gue benci banget! sumpah benci! Najis!"
Gue mengacak-ngacak rambut dengan fustrasi berlebih. Kaki gue membuat gerakan menendang-nendang udara kosong sampai posisi gue yang sedang terlentang ini pasti nampak seperti bayi yang belum dibedong.
"Sabar, Ta."
"Nggak bisa sabar, anjir!" Gue mengubah posisi menjadi duduk, menghela napas dan menatap cewek berambut sebahu yang sedang duduk bersila sambil mengunyah bakwan sampai pipinya mirip ikan buntal. "Gue pengen ninju si Wilol banget."
"Baru sembuh, lu tinju nanti balik UGD lagi dong doi." Alzha, si sosok yang sedang makan itu melirik gue dan menggedikan bahu acuh tak acuh, tangannya yang bebas sibuk membulak-balik laporan kegiatan himpunan. "Lagian nyokapnya aja ngizinin anjir, lu malah marah-marah."
Mendengar omongan Alzha mode serius memang kadang membuat gue tak bisa adu argumen karena yang diucapkannya tepat kena sasaran. Gue merengut, memilih menggeser duduk ke dekat teman gue yang satu itu sambil melihat-lihat apa yang sedang jadi fokus atensi Alzha. "Masa baru banget sembuh, ikut manjat gunung si Ca. Tuh orang emang goblok, nggak ada takutnya banget."
Mungkin lelah mendengar gue uring-uringan dan mengcaukan konsentrasinya, Alzha tiba-tiba menyumpal mulut gue dengan satu potong bakwan yang minyaknya tumpah-ruah ke sudut bibir gue. Gue melotot kaget, fokus gue rada pecah. "Ca, kolestrol ege makan ginian mulu!"
"Sembarangan lu kambing." Alzha mengumpat sambil menutup laporan kegiatan himpunan yang tebal itu, cewek itu lalu meyelonjorkan kaki dan melirik gue. "Dari pada lu ngegerutu mulu kagak abis-abis kayak sambungan pipa rucika, mending lu telpon dah si Wiras. Tanya dia baik-baik aja nggak."
"Idih!" Gue mendelik, meringis, dan mendesis.
"Lo mirip siluman uler-uler Indosiar njir."
Ngok.
Tai betul, pikir gue saat mendengar respon Alzha. Tanpa pikir panjang gue melayangkan tangan untuk menoyor keningnya yang ditanggapi cewek itu dengan cengiran lebar mirip kuda. "Nanti dia geer, males banget."
"Tapi kan lo khawatir, Je." Alzha merengut, air wajahnya bercampur antara sebal, fustrasi, dan pasrah. "Tinggal ngomong doang, gengsi lu seluas samudra."
Gue melirik teman yang satu itu dengan sinis belum menghela napas. Gue menekuk kaki dan menelungkupkan kepala. Sebenarnya gue tau apa yang diucapkan Alzha benar. Tidak ada yang lebih tau soal betapa khawatirnya gue pada makhluk tolol bernama Wiras selain diri gue, tuhan, dan ke empat teman gue yang pendapatnya masih sering gue tolak mentah-mentah kalau paham yang ditanamkan mereka adalah gue sayang Wiras lebih dari teman.
"Ah tai." Gue mengumpat lagi dan merengut. "Nggak tau, ah. Bodo.""Halo teman-temanku!"
Suara familiar semanis kembang gula yang bikin batuk, membuat gue menoleh ke arah pintu masuk yang kini kedatangan cewek cantik berambut panjang yang membalas tatapan gue sambil mengunyah biskuat.
"Udah asitensinya, Far?" Alzha mengambil jatah sapaan gue, mungkin tau gue sedang dalam suasana hati sejelek penampakan bubur ayam yang udah diaduk.
"Udah, alhamdulillah, puji tuhan banget. Lancar."
Gue mengangguk-anggukan kepala sambil memberi jempol pada Farah yang memang suka menyatukan dua kalimat syukur di atas berhubung dia satu-satunya anak tuhan di antara gerombolan hamba Allah SWT. "Keren juga lo."
"Iya dong, soalnya sebelum skripsian gue sekarang selalu minum minyak ikan Kod."
Ngok.
Gue melirik Alzha yang tersedak jus jeruk saat mendengar omongan Farah. Gue nyengir kuda. "Maksud lo Curcuma Plus? Si pinter, emang lu masih SD?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Traffic Jam
FanfictionSemester tua = Kemacetan lalu lintas kehidupan. BTS - RED VELVET/ FANFICTION / Storyline and Art by Purpleperiwinkle / 2021