13. Sedikit Bukti

1.6K 251 6
                                    

Naruto melihat pada sel tahanan khusus Kurenai yang sedang di introgasi. Melihat wanita itu sudah terlihat lemas, dengan darah yang mengucur dibagian luka punggung bekas cambukan, dan jari-jari yang dicabuti kukunya.

Sedikit kasihan, namun mau bagaimana lagi. Inilah satu-satunya cara agar wanita itu mau membuka mulutnya.

Tangan Naruto mengangkat dagu wanita itu "Katakan! Siapa dalang utamanya ?" Pertanyaan yang terus Naruto ulang sejak tadi.

"Teruslah bertanya, sampai matipun aku takkan pernah menjawabnya!" Kurenai menyeringai sinis.

"Ternyata selama ini aku salah tentangmu, padahal aku sudah menganggap sebagai keluarga".

"Aku tak butuh keluarga dan rasa kasihanmu, keluargaku satu-satunya sudah mati sejak lama" terlihat banyak kemarahan dalam netra merah itu.

"Kau bilang Tenten sangat berharga bagimu, kau bilang dia keluargamu!" Naruto semakin kesal dengan ucapan yang terus berputar-putar sejak tadi.

"Cih.... bocah bodoh itu ? Dia hanya pengganggu misi kami saja, terlalu banyak rahasia yang dia dengar, jadi lebih baik mati saja!".

"Bagus,,, kau akhirnya mengakui kesalahanmu. Bagaimana bisa membunuh gadis sebaik dia ? Keterlaluan!".

"Kau tidak tau apapun! Seharusnya kau diam saja dan tak pernah terbangun dari mimpi panjangmu, lagipula kau tidak berguna!" Sindir Kurenai.

"Yahh.... inginnya sih begitu, tapi Dewa merencanakan hal lain untuk hidupku" Naruto mengendikkan bahunya tak peduli.

"Banyak omong! Berhentilah ikut campur, seperti kau paham saja... Cuihhh...." ludah itu hampir mengenai wajah Naruto.

"Menjijikan, beraninya kau....!" Naruto sangatlah geram. "Tambah cambukannya sebanyak 10 kali!".

"Aarrgggghhh sialan! Mana bisa begitu ? Kau brengsek, lihat saja nanti apa yang akan terjadi padamu!" Teriak Kurenai marah. "Kau akan hancur! Hancur menjadi abu seperti keluargamu... Hahahaha" tawanya sadis.

Naruto kemudian kembali berbalik dengan raut yang marah "Hancur menjadi abu ? Setidaknya mereka hidup bahagia sekarang, ditambah semua rakyat mencintai mereka sebagai pahlawan!" Naruto menyeringai sinis.

Bagaimana jika wanita itu tau bahwa kedua orangtuanya hidup lebih dari kata baik dimasa depan ?.

"Kurenai-san, nikmatilah hukumanmu. Semoga kau kuat!".

Setelah mengucapkan itu, Naruto pergi meninggalkan penjara dan dirinya juga masih memiliki banyak urusan lain.
.
.
.
.

Pemakaman Hinata dilakukan dengan mewah, seperti pemakaman seorang permaisuri. Naruto tak keberatan akan hal itu, dirinya juga tidak cemburu sama sekali.

Namun saat  pulang terlebih dahulu, dirinya melihat Izuna yang sedang duduk ditepi danau dekat Paviliumnya.

Mendekati bocah itu, mencoba untuk tidak mengagetkannya.

"Izuna ? Kenapa kau ada disini, tidak melihat ibumu untuk yang terakhir kalinya ?" Tanya Naruto.

"Yang Mulia ?" Kaget bocah itu. "Aku hanya ingin sendiri saja" wajahnya kembali terlihat lesu.

"Aku tau kau sedih, tapi jangan seperti ini. Nanti ibumu akan sedih jika mengetahuinya" memberikan senyuman terbaik yang dirinya punya.

"Tapi sekarang aku tak memiliki seorang ibu lagi...." wajahnya menahan tangisan.

"Kau kuat, kau pastia akan bisa melewatinya. Sepertiku, ayah dan ibuku juga sudah tidak ada, tapi mereka ada disini" tunjuk Naruto pada dada Izuna. "Dihatimu, dia berada disana".

One Hundred Days : Rewind To Be Empress (SASUNARU) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang