Mulai,
Namaku Kim Minjeong, anak tunggal dari keluarga Kim yang mempunyai satu restoran di salah satu kota besar. Usiaku 18 tahun, dan akan lulus beberapa bulan lagi. Dan seharusnya aku sudah sibuk memilih kampus mana yang akan aku pilih untuk melanjutkan pendidikan ku. Tapi itu tidak terjadi, karena aku kehilangan semangat hidup.
Melakukan hal ceroboh, yang membuat masa depanku hancur. Banyak sekali penyesalan, banyak sekali rasa kecewa dan amarah, tapi tidak ada yang bisa kulakukan selain bertahan.
Menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman, sebelum nanti disibukkan oleh sekolah. Harusnya aku berada di mall; berbelanja, menonton film atau bermain di Timezone. Tapi yang kulakukan hari ini adalah berdiam diri di rumah, melihat para teman-temanku bersenang-senang lewat story yang mereka upload di sosial media. Rasa iri tentu saja ada di dalam hatiku.
Aku kehilangan segalanya, tepat saat hari Senin sekitar satu bulan yang lalu. Aku dilarikan ke rumah sakit dan dokter mengatakan jika ada bayi di dalam perutku, kehidupanku dengan sekejap berubah 360°.
Aku diusir dari rumah, merasa sakit dan kehilangan arah saat papa ku berkata. "Kau sudah mempermalukan keluarga Kim! Jangan berani lagi kau menginjakkan kaki ke rumah ini!" Dan mama ku hanya diam saja menatap ku yang memohon-mohon.
Tiga hari aku tidak makan, tidak tidur nyaman, tidak membersihkan diri dan hanya berkeliaran mencari tempat berlindung. Mencari ketenangan yang entah ada dimana, pada akhirnya bisikan setan membuatku menyerah akan hidup, kakiku dengan sendirinya dan tanpa sadar naik ke atas pegangan jembatan. Mataku menutup dan sudah siap untuk mengakhiri hidup.
Namun, itu tidak terjadi. Tarikan lengan yang kuat menahan tubuhku yang mau terjatuh, suara lembut yang mengatakan jika semuanya akan kembali baik-baik saja, pelukan hangat yang membuatku nyaman dan aman. Seseorang bernama Yoo Jimin, hanya butuh waktu sebentar dan hatiku sudah memilihnya.
Aku masih sangat mengingatnya, bagaimana Jimin yang merasa tahu segalanya.
"Jangan lakukan hal seperti itu! Jangan membunuh dirimu sendiri!" Ucap Jimin yang sudah menggagalkan rencana bunuh dirinya.
"Itu tidak ada urusannya dengan mu." Balas Minjeong, ia melepaskan kedua lengan yang melingkar diperut nya.
"Benar, tapi apapun yang kamu sedang alami sekarang. Janganlah berpikiran untuk membunuh dirimu sendiri. Itu bukanlah cara yang benar untuk menyelesaikan masalah. Bunuh diri bukanlah jawaban." Jimin membawa Minjeong kedalam pelukan hangat. Karena ia tahu jika Minjeong sangat membutuhkan pelukan sekarang.
Dan benar saja, usapan lembut di belakang kepala dan juga punggungnya membuat Minjeong menangis kembali, ia membalas pelukan dan menangis keras sambil berteriak, berusaha mengeluarkan sesak yang ada didalam dada.
Setelah tenang, mereka melepaskan pelukan. Air mata Minjeong dihapus lembut oleh Jimin. Mata sembabnya menatap gadis yang lebih tinggi darinya, gadis berambut hitam pekat panjang sedang tersenyum mengelus kedua pipinya yang masih basah oleh air mata.
"Kalau capek itu, istirahat bukan malah bunuh diri."
"Kamu engga tahu apa-apa, diam saja dan jangan bertingkah seperti tahu segalanya." Balas Minjeong, dan membuat gadis didepannya tertawa pelan.
"Baiklah. Sekarang pulanglah, ini sudah malam. Tidak baik untukmu keluar sendirian."
Minjeong tersenyum miris, ia harus pulang kemana? Ia harus tidur dimana malam ini? Ia harus makan apa malam ini? Ia harus istirahat dimana malam ini? Dirinya pun tidak tahu jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason Why
Romance→_→ Jimin, memilih untuk menjadi manusia yang membahagiakan di saat dia mempunyai opsi untuk membuat Minjeong hancur. Grey, 2022