2. Warm night

123 6 0
                                    

Saat senior masuk, senior itu menyambut kita dengan lembut dan tutur kata yang baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat senior masuk, senior itu menyambut kita dengan lembut dan tutur kata yang baik.

Saat melihat ke arah kami, senior melihat sesuatu, "Itu yang di belakang kenapa sendiri?" ia menunjuk laki-laki di belakangku ini.

"Coba duduk berdua sama itu." yang di maksud adalah yang di tunjuk tadi sama Fana. Akhirnya laki laki itu nurut. Dan di ledek oleh Fana. Sambil berbisik pelan, "Nah ku bilang juga apa." namun dia acuh tak peduli.

Aku tiba tiba terbesit oleh suatu rasa penasaran. "Fana, aku mau tanya sesuatu ke kamu boleh?"

"tentu saja."

"dia namanya siapa?"

"loh bukannya kamu teman sekelasnya? Bahkan satu MPLS kan? Kenapa kamu tidak tahu?"

Aku menggaruk tengkukku malu. Iya. Padahal sudah sering perkenalan. Tapi aku tak pernah ingat siapa namanya dan lebih tepatnya aku tak mau ingat.

"Aku gampang lupa." Aku tertawa canggung. Dan dia mengerti.

"ohh hahaha. Awas aja kalau kamu juga malah lupa namaku setelah ini. Dia namanya Adriannangara Ilhamsyah." dan aku ber ohh saja.

"kenapa ga tanya langsung aja?"

"Gapapa sih.. cuman malu aja. Dia ti namaku sedangkan aku lupa nama dia. Hehe. Lagian dia orangnya gampang julit. Jadi aku ga mau terlalu ingat siapa dia." Fana tertawa mendengar penjelasan ku sampai sampai senior menyuruh Fana untuk mengecilkan suaranya.

"Emang bener sih dia gampang julit, Tapi  sebetulnya dia baik kok. Ga ketulung seberapa baiknya dia. Tapi sifatnya memang kadang suka buat kita jengkel.. Gapapa suatu saat kamu akan terbiasa. Aku yang 3 tahun berteman sama dia juga cukup sulit sih sejujurnya. Tapi ya mau gimana lagi?"

"oh kalian dari smp?" dan Naya mengangguk, pantas saja akrab sekali.

Aku memperhatikan dia sekali lagi, dirinya hanya fokus pada kakek yang sedang menjelaskan. Fana benar. Laki-laki itu memang baik.

Saat minum teman sebangkunya itu jatuh dengan sigap dia membantu mengambilnya. Ia pernah melihat itu di kelas.

"Makasih"

Dia mengangguk dan kembali fokus.

Aku menghela nafas betapa bodohnya diriku. Harusnya aku tak boleh menilai orang dari covernya saja.

Aku mencoba untuk menerima, kalau dia bukan orang yang patut aku benci.

Hingga saat itu kelas kami terpisah. Aku dan Fana berada di ruang kelas materi nyanyi, sedangkan Laki-laki itu di ruang materi musik.

Seru sekali kegiatan yang senior itu berikan. Di mulai dari bernyanyi bareng bareng dan mencoba bernyanyi ala ala paduan suara.

Aku tidak terlalu masalah dengan nada yang katanya harus di bulatkan. Ketika kita bernyanyi paduan suara, otomatis suara asli kita harus di hilangkan.

Sampai Sini [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang