Tak ada yang lebih sakit
selain asing.Tak hanya batin yang tersiksa, namun akal sehat juga.
~💡~
Hari ini aku tak masuk sekolah. Badan benar benar tak berdaya. Iya aku jatuh sakit.
Tapi aku terus tersenyum mengingat hari kemarin. Sud allah berapa kali aku menyadarkan diri untuk tidak berlarut memikirkannya, tapi tetap saja.
"Argh sial! Kenapa aku harus kepikiran gini sih?"
Dari pada aku harus memikirkannya, aku membuka handphoneku dan melihat isi grup chat MPLS.
Ada salah satu temanku yang mengirim banyak foto foto saat MPLS. Aku perhatikan lamat-lamat. Aku tersenyum ke arah Yaksa. Haha. Lucu sekali dia paling tinggi di antara yang lainnya. Oh jangan lupakan juga Ikmal dan Vian. Mereka bertiga sudah seperti tiang yang penyangga.
Hingga mataku tiba-tiba fokus pada salah satu laki-laki yang tak asing. Bahkan tanganku refleks men zoom wajah orang itu.
Deg.
Jadi dia lah orangnya?
Pagi ini aku memulai kehidupan baru di sekolah. Mengawali hari dengan masuk sekolah tahap terakhir. Iya.
Seperti baru berkedip sebentar sudah SMA lagi. Aku duduk sendirian di bangku kelas. Tampaknya aku datang pagi sekali.
Satu persatu orang mulai masuk ke dalam kelas. Aku memainkan handphoneku karena rasanya malas untuk bertatapan dengan orang baru.
Lebih tepatnya aku introvert, ga mau di tanya.
Hingga satu orang yang dapat mengalihkan perhatianku.
Tingginya tak terlalu, rambut yang mengembang, hidung yang tak terlalu runcing, dan satu hal yang membuatku terpesona. Matanya.
Aku sempat tidak mengontrol perasaanku karena berdebar yang berlebihan.
Senyumannya yang ia torehkan pada teman sebangkunya. Tampaknya mereka sudah cukup akrab.
Dia manis.
Namun semakin aku perhatikan, dia ini anaknya gampang julid. Mata yang indah itu ternyata cukup tajam.
Tapi aku tersenyum samar.
Iya, aku menyukai dan membencinya di waktu yang sama.
Aku sadar. Ternyata aku menyukainya.
~💡~
Kembali masuk setelah ku rebahan seharian penuh kemarin. Rasanya sumpek aja di rumah. Aku tersenyum menyambut hariku. Karena hari ini aku bisa kembali bertemu dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Sini [End]
Fiksi Remaja𝘼𝙠𝙪 𝙧𝙚𝙡𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙪𝙣𝙜𝙜𝙪 𝙨𝙚𝙗𝙚𝙧𝙖𝙥𝙖 𝙡𝙖𝙢𝙖 𝙥𝙪𝙣 𝙬𝙖𝙠𝙩𝙪𝙣𝙮𝙖, 𝙙𝙚𝙢𝙞 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙡𝙖𝙧𝙖𝙨𝙠𝙖𝙣 𝙡𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙠𝙞 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙩𝙧𝙤𝙩𝙤𝙖𝙧-Naya Kalau di pikir-pikir lagi, banyak kenangan yang tidak tahu harus di...