21. Menjadi manusia mengetahui luka

18 1 0
                                    

Recomend song
Tutur Batin - Yura Yunita

Recomend songTutur Batin - Yura Yunita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~💡~

Perkumpulan itu, tidak mengartikan apa-apa, hanya menambah luka yang semakin dalam. Lelah rupanya berpura-pura baik, di saat diri ingin marah. Nyatanya aku tak sekuat itu untuk memahami keadaan.

Aku keluar untuk mencari udara segar. Mendengar mereka tertawa di dalam rumah itu, semakin ingin aku menutup telinga. Berisik. Jantung tak karuan dan tangan yang kembali bergetar. Sungguh, aku tak menyangka jika harus kambuh di saat seperti ini. Aku mencoba menutup mataku dan berpikir hal-hal positif. Tak hanya itu, aku memakai headset yang mungkin sudah rusak itu. Suara kembali damai, tak ada berisik yang ku terima. Jika seandainya hidup se damai ini. Aku akan tenang selamanya.

"Naya." Panggil seseorang membuatku membuka mata.

Laki-laki itu duduk di sampingku dan mengambil sebelah headsetku.

"Kok ga ada lagunya?" Aku merebut dan kembali memasangkan headset itu ke telinga.

"Masuk sana. Aku pengen sendiri," Ucapku.

Namun orang itu tak mematuhi perintahku. Ia bersenandung sambil menatap langit yang sudah kelabu itu.

"Bukannya aku udah bilang yah, buat jangan sendirian lagi."

Aku terdiam, mataku terus menatap ke arah sepatu yang telah usang. Rasanya tidak tahu harus berkata apa. Yang aku inginkan sekarang kesendirianku.

"Bukan urusan."

"Karena dia lagi?" Aku semakin terpaku, bahkan meremat jariku.

"Ga bosen, Nay?"

"Lo gak akan ngerti."

"Aku tau kok, Nay. Rasanya ada harapan tapi tidak di harapkan. Tapi emang kamu mau terus-terusan kaya gitu? Ayo bangkit! Kamu masih punya diri sendiri yang harus kamu cintai. Yang harus kamu harapkan. Yang harus kamu perhatikan. Kamu juga ngerasain sendiri kan? Betapa sulitnya mengendalikan diri kamu yang sekarang."

Aku terdiam, semakin berpikir lebih dalam. Kata-kata itu seolah-olah jawaban dari semua pertanyaan. Mungkin, yang harus aku selamatkan bukan mereka. Tapi aku.

"Eh? Kok kalian di luar? Ayo masuk." Ajak Alfina yang punya rumah, pulang dari warung. Aku tersenyum dan mengangguk mengikuti ajakannya. Begitu juga dengan Ikmal.

Di dalam, suasan makin ramai. Mereka sedang bermain game. Semacam truth or dare maybe. Dan botol itu malah berhenti mengarah padaku saat aku hendak duduk di tempat.

"Nayaaa!" Seru mereka, membuat ku bingung karena rasanya tiba-tiba.

"Truth or dare?"

"Apa aku baru dateng."

"Jawab atau di tamplokin ini." Aku melihat Denisa yang sudah ancang-ancang melemparkan piring gumpalan terigu pada wajahku.

"Truth." aku hanya memilih dengan acak, karena aku tidak mau bajuku kotor.

Sampai Sini [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang