Ini bukan tentang siapa yang paling dekat. Ini tentang siapa yang paling diam. Seandainya tau karena kicauan burung, bisakah kamu diam tanpa harus menyebarkan pada manusia lain?
Recomend song:
Komang - Raim Laode~💡~
"Ayo." Aku terkejut bukan main. Dia sudah ada di depan mataku sekarang sambil memegang tali tasnya.
"Bentar, aku mau beberes dulu." Ucapku.
"Aku tunggu di luar ya?" Ucapnya dan langsung pergi begitu saja tanpa sempat ku jawab. Aku menghela nafas dan kembali membereskan buku buku yang ada di kolong meja.
Setelah itu aku keluar dan mendapati dirinya yang tengah memainkan handphonenya. "Ayo hei!" Panggilku, dia menoleh ke arahku.
"Lama."
"Hehe, maaf aku beresin kolong meja dulu."
"Banyak sampahnya yah?"
"CK! Bukannn! Aku nyimpen mukena di sekolah, supaya ga berat di kantong."
"Kok di simpen di sekolah? Ai terus kalau dirumah sholatnya pake apa dong?"
"Ya mukena lah! Aku kan punya 4"
"Oh." Jawabnya singkat. Kita jalan beriringan lagi. Rasanya sudah lama tak seperti ini.
"Eh iya! Mau ga kita ganti rute pulang?" Tanyaku sebelum kita jalan ke arah pasar Indah.
Dia mengerutkan dahinya, "kemana?"
"Ke arah sana!" Tunjukku ke arah kiri.
"Kita nanti disitu naik angkot kuning terus turun deh di stop an! Nanti kita jalan disitu. Lumayan lebih murah harganya." Aku menjelaskannya sambil menyengir.
"Yaudah atuh kita coba." Ucapnya. Aku berseru riang. Namun juga tertawa kecil "padahal aku udah pernah kesana."
Di angkot kita seperti biasa duduknya berhadap hadapan di pojok. Kita saling diam tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
"Nay," panggilnya aku menoleh ke arahnya.
Tiba-tiba dia memberikan headset sebelah kiri ke arahku. Aku menerima dengan bingung.
"Dari pada gabut, denger itu. Hape kamu mati kan?"
Aku tersenyum kemudian mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Sini [End]
Fiksi Remaja𝘼𝙠𝙪 𝙧𝙚𝙡𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙪𝙣𝙜𝙜𝙪 𝙨𝙚𝙗𝙚𝙧𝙖𝙥𝙖 𝙡𝙖𝙢𝙖 𝙥𝙪𝙣 𝙬𝙖𝙠𝙩𝙪𝙣𝙮𝙖, 𝙙𝙚𝙢𝙞 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙡𝙖𝙧𝙖𝙨𝙠𝙖𝙣 𝙡𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙠𝙞 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙩𝙧𝙤𝙩𝙤𝙖𝙧-Naya Kalau di pikir-pikir lagi, banyak kenangan yang tidak tahu harus di...