𝘼𝙠𝙪 𝙧𝙚𝙡𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙪𝙣𝙜𝙜𝙪 𝙨𝙚𝙗𝙚𝙧𝙖𝙥𝙖 𝙡𝙖𝙢𝙖 𝙥𝙪𝙣 𝙬𝙖𝙠𝙩𝙪𝙣𝙮𝙖, 𝙙𝙚𝙢𝙞 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙡𝙖𝙧𝙖𝙨𝙠𝙖𝙣 𝙡𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙠𝙞 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙩𝙧𝙤𝙩𝙤𝙖𝙧-Naya
Kalau di pikir-pikir lagi, banyak kenangan yang tidak tahu harus di...
Hai haiiii!! Aku uploud lagi nih hehehe, BENTAR LAGI ENDING WOII AKU SENANG, kenapa senang? Karena aku ngerjain projek ini dari tahun 2023😭 lama bangettt, semoga cerita ini ada pelajaran yang dapat di ambil ygy, maaf kalau masih banyak typonyaa, makasih banyak yaaa yang udah mau stay buat baca cerita gaje kaya gini wkwkwk
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Recomend song Perayaan mati rasa - Umay Shabab, Natania Karin
~💡~
Hari ini, hari di mana aku kembali melakukan rutinitas seperti biasa. Meski hari-hari sebelumnya adalah hari terberat yang pernah ada. Cukup menyakitkan sekedar mengingat kejadian hari batik kemarin. Aku sudah berkali-kali bilang pada diriku sendiri untuk tidak berharap lebih dengan manusia. Namun, aku butuh seseorang yang ingin aku anggap sebagai teman.
Aku melakukan banyak hal untuk mereka, ketika mereka menginginkan aku, aku selalu ada. Mengingat aku pernah memberikan PR yang membuatku bergadang dan mereka dengan mudah meminta untuk melihat PR aku itu pun, aku tidak segan untuk memberikannya. Mereka yang menangis, aku mengizinkannya memeluk diriku. Dan ketika mereka menganggapku sebagai temannya, tentu aku tidak bisa menyembunyikan bahwa aku sangat bahagia.
Tapi kenapa..
"Nay, potoin." Dua kata. Yang masih menusuk untuk di dengar. Aku mulai mengambil gambar putri dan 3 sekawannya itu dengan tangan yang gemetar, menahan agar air mata tak keluar. Aku mendengar beberapa dari yang lain, "sini ihh! Jangan dulu ke kelas! Kita foto dulu!" Alih-alih menyuruh temannya untuk berfoto. Mereka malah sebaliknya untuk tetap diam agar bisa foto bareng.
"Nay.. sini aku yang fotoin aja." Ayu, teman sekelasku itu mungkin paham dengan air wajahku yang berubah. Meski ia tak dekat denganku, namun ia paham.
Sahabat mana yang menyuruh untuk memfotokan di banding foto bareng.
Aku memberikan handphone itu pada ayu, tanpa mengucapkan sepatah kata, aku berjalan ke arah kelas. Aku cape sama kesendirianku yang di jadikan bahan permanfaatan orang-orang.
Tapi, aku akan tetap aku. Meski aku benci orang itu, aku akan tetap tersenyum padanya. Aku bisa melihat tatapan orang itu canggung ketika tau dosa apa yang telah ia perbuat. Jika dia manusia, pasti akan paham.
Aku melihat ke arah kananku, di mana jantungku langsung berdegup dengan kencang. Melihat Mega dan Adrian yang sedang duduk bersebalahan di bangku sambil menonton bersama, entah apa yang mereka tonton. Aku tidak peduli.
Aku memakai headphoneku untuk menutupi manusia yang cukup berisik.
"Kasian banget ga punya teman," ledek Tama, salah satu murid susah di atur. Aku menatap matanya tajam dan membesarkan volume lagu di handphoneku. Orang itu hanya tertawa seakan-akan puas sekali melihatnya. Meski mereka selalu cengengesan tidak jelas, tapi kata-kata itu cukup menusuk.