29. End

1.1K 113 34
                                    

Memiliki keluarga dan banyak teman yang menyayanginya merupakan sebuah keberuntungan yang sangat Bima syukuri. Jika seseorang mengatakan kehidupan Bima kurang lengkap karena tidak merasakan kasih sayang seorang ibu, itu salah besar. Karena kelahiran Bima ke dunia ini sendiri merupakan kasih sayang sang ibu yang telah banyak berjuang dan tidak akan pernah Bima lupakan.

"Tuh kan apa Abang bilang, Abang itu paling jago main Ludo."

Bima dan Jeno memutar bola matanya malas mendengar pengakuan Mahen yang tidak berdasar, jelas jelas wajahnya paling cemong menandakan ia sangat sering kalah dalam permainan.

"Iya deh asal Abang bahagia."

Mahen dan Jeno terkekeh mendengar ucapan Bima disertai wajah datarnya, entah kenapa dalam penglihatan sang kakak, adiknya itu masih terlalu balita untuk mengucapkan hal tersebut.

Jae yang sedari tadi memperhatikan kegiatan para putranya tersenyum lalu mengacak rambut si bungsu.

"Kamu ini bisa aja bikin kakak kakaknya ketawa."

Bima mengernyitkan alisnya heran, entah kenapa semakin hari keluarganya semakin aneh saja "Apaan deh, orang Bima diem."

"Sejak kapan adek bisa diem? hahaha" Pertanyaan Jeno membuat Bima menatapnya tajam.

Bukannya takut, tawa Jeno justru semakin kencang "Ututu becanda adek gue tersayangggg."

Bima berusaha melepaskan pelukan Jeno, tapi Mahen yang gemas malah menggelitiknya "AAAAAA ABANGG GELIII."

Sang ayah yang melihat keseruan ikut bergabung, Ia memilih membantu si bungsu dengan menggelitik si sulung.

"WAAHAAHAHAHAHAHA PAPAHHHH."

"Wah parah nih main pawang, kalem bang gue ada di kubu lo" Jeno yang sebelumnya berusaha memeluk Bima kini beralih menggelitiki sang Ayah.

Dalam batinnya Bima bertanya, sebenarnya kebaikan apa yang telah ia lakukan hingga mendapat kebahagiaan sebesar ini, apakah Bima pantas mendapatkannya?

Namun kali ini ia memilih menepis semua pertanyaan itu dan menikmati momen hangat bersama keluarganya, Bima berusaha bangkit sekuat tenaga lalu ia berlari menghindari Mahen, Jeno dan Jae yang masih setia tertawa dibelakangnya.

Hingga kakinya yang tiba tiba terasa lemah membuat langkahnya tak seimbang dan akhirnya ia terjatuh. Kepala Bima membentur anak tangga dihadapannya membuat bau amis tercium seketika.

"BIMAAAAA"

DORRR

Penglihatan Bima seketika gelap, Bima berusaha sekuat tenaga membuka kembali matanya. Tidak, Bima tidak pingsan, ia justru bangun dari bunga tidur singkat yang sayangnya sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi nyata. Karena saat ini pada kenyataan yang sesungguhnya Bima sudah berada di akhir hidupnya.

Tembakan ke lima dari Samuel merobohkan pertahanan hidup yang sangat Bima perjuangkan demi bertemu orang orang di masa depannya.

Bima terbatuk, mulutnya mengeluarkan darah. Namun itu belum seberapa karena yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa pengorbanan hidup sang ibu menjadi sia sia.

Bima tidak pernah mendapat kasih sayang ataupun bertemu keluarganya. Sam sang paman yang merupakan satu satunya orang yang berada di sisi Bima dibunuh dengan kejam dihadapannya.

Bima sekarang paham, kilas peristiwa peristiwa indah yang terlintas dipikirannya sebelum ajal memang terlalu istimewa untuk ia dapatkan.

Pandangan yang gelap mulai kembali menghampiri Bima, kini sekuat apapun ia berusaha matanya tidak pernah terbuka kembali.

Hingga ia merasa tangan yang amat lembut mengusap pipinya yang basah karena air mata yang entah sejak kapan mengalir dari mata Bima.

Usapan itu seperti sihir yang dengan sekejap mampu mengembalikan kesadaran Bima. Ia membuka matanya mendapati suasana yang sangat berbeda, ini jelas bukan dunianya.

Bima sangat takut namun ketakutan itu perlahan luntur saat mata Bima bertemu dengan mata lain yang tak kalah indah namun berkaca kaca.

".....Bunda?"

Wanita dihadapan Bima mengangguk dan membawa Bima pada pelukannya yang teramat erat dan hangat, yang seumur hidup belum pernah Bima rasakan.

"Maafin Bunda, atas semua yang terjadi sama kamu. Maafin Bunda atas segala penderitaan yang kamu lalui sendirian. Maafin Bunda karena ninggalin kamu. Maafin Bunda, Bimaa..."

Tia terisak, tubuhnya bergetar begitupun Bima.

Tia melepaskan pelukannya, menatap Bima lekat, kedatangan Bima layaknya hal yang selama ini ia tunggu. Hati Bima seakan teriris melihat mata indah dihadapannya tidak berhenti mengeluarkan air mata.

"...Jangan nangis Bunda..."

Tia mengangguk, ia mengusap surai Bima "Adek jangan khawatir, kamu bakal bahagia disini sama Bunda. Kita akan jagain Abang Mahen, Abang Jeno dan Papah Jae dari sini sama sama ya?"

Bima mengulum bibirnya, hatinya terasa sakit, namun disisi lain ia juga bahagia dapat bertemu dengan sang ibu walau pada dunia yang berbeda.

End.

[29/11/22]

I'm so sorry Bima.

Aku ingetin ini cuma fiksi yaaa, jangan dibawa ke rl karena semua yang ada dalam cerita ini murni sebuah imajinasi.

Aku tau kalian pasti kecewa, sorry to say ini memang akhir dari cerita Bima or Bayu 😭

Makasi udah mau baca, vote dan setia nungguin cerita ini. Sampe ketemu di cerita berikutnya 🥳


Bima Or BayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang