Maaf Mama

955 97 41
                                    

"Mama," Panggil Ravandra pelan pada Liora yang sedang memasukkan pakaian kotor pada mesin cuci.

Pagi sekali Ravandra bangun. Setelah sholat subuh, cowok itu segera turun dari kamar dan mencari keberadaan ibunya.

Liora menghentikan aktivitasnya. Wanita itu menoleh ke belakang. Ia menatap putranya datar, ia sudah tahu apa yang terjadi. Walaupun tidak ada yang menjelaskan, jika putranya tidak bisa dihubungi, dan pulang dengan keadaan babak belur, sudah pasti tawuran.

Tapi kendati demikian, sorot mata Liora menatap putranya penuh kekhawatiran.

Wajah Ravandra penuh dengan plaster dan lebam yang kini sudah kebiru-biruan. Pasti sakit sekali.

"Maafin aku, ma," Ujar Ravandra sembari menggenggam kedua tangan ibunya. "Maaf udah buat mama nangis. Maaf udah buat mama khawatir. Maaf udah jadi anak durhaka yang selalu buat mama sedih."

Liora melepas paksa tangannya dari genggaman Ravandra. Wanita itu menatap Ravandra sebentar, kemudian ia berlalu dari hadapan putranya tanpa kata.

"Ma.." Ravandra menatap kepergian ibunya sendu. Jika mamanya sudah mendiamkannya, tandanya wanita itu sudah kecewa.

Ravandra tak mengejar ibunya. Ide cemerlang muncul di otaknya. Sebagai penebusan dosanya, ia akan membuat sarapan. Ia ingin meringankan tugas ibu tercintanya.

Ravandra membuka rice cooker, masih banyak sisa nasi kemarin. Binar matanya kembali redup, apakah kemarin tidak ada yang makan? Kenapa nasinya masih tersisa banyak?

Ia tahu, ini karena ulahnya. Pasti karena orang rumah mengkhawatirkannya. Makanya tidak ada yang selera untuk makan. Apakah adik kecilnya juga tidak makan? Ah, apa gadis itu juga marah padanya?

Ravandra menghela nafas berat. Kemudian ia mulai berkutat dengan bumbu dapur. Ia akan membuat nasi goreng untuk sarapan keluarganya. Semoga saja keluarganya memaafkannya.

Sementara itu, Liora tengah duduk di taman belakang rumah. Tubuh wanita itu bergetar karena menangis. Sungguh, hatinya sangat sakit melihat wajah putranya yang babak belur seperti itu.

Biasanya, tidak separah itu. Pasti sakit sekali.

Kemarin, ia menunggu putranya pulang sampai lupa makan. Ia sangat khawatir dengan keadaan putra semata wayangnya. Ia takut hal buruk terjadi padanya, karena cowok itu tidak membalas pesan dan teleponnya.

Dan benar saja hal buruk itu terjadi. Tadi sekitar pukul tiga lagi, Liora pergi ke kamar Ravandra untuk melihat keadaan cowok itu. Karena semalam, ia ketiduran karena menunggu kepulangan putranya.

Hatinya seperti di remas saat melihat wajah putranya yang penuh luka. Ia tahu, putranya pasti terlibat tawuran lagi. Sudah berkali-kali ia melarang, tapi anaknya tak mendengarkan. Ia hanya takut Ravandra kenapa-napa.

Ia tidak masalah dengan adanya Geng Kentang. Ia sudah menganggap semua anggota Geng Kentang seperti putranya sendiri. Ia suka dengan kesolidaritasan dan kebersamaan dari Geng Kentang tersebut. Tapi, yang ia tidak suka saat mereka terlibat tawuran. Belum lama, Reynand mendapat cedera serius. Tapi sekarang meraka malah kembali tawuran.

Liora menghela nafasnya. Ia tidak ingin mendekati putranya dulu. Ia ingin menjauhi dan mendiamkan putranya untuk sementara waktu, agar putranya itu sadar dan tidak mengulangi kesalahannya. Agar tidak kembali terlibat tawuran.

🥔🥔🥔


Ravandra menata hasil masakannya di meja makan. Cowok itu tersenyum senang saat ketiga anggota keluarganya berjalan menuruni tangga. Bahkan, cowok itu belum sempat mandi.

RAVANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang