Epilog 1

35 8 0
                                    

🍁 Happy Reading 🍁

Mendekati ujian akhir semester, dua pasangan muda yang sedang berbahagia berkumpul di rumah Herman untuk belajar bersama. Tentunya atas permintaan Herman sendiri, dan akhirnya dia menyesal saat melihat pasangan baru itu lebih fokus pacaran daripada belajar.

"Kalian berdua pulang aja deh! Gedek banget gua lihatnya!" geram Herman saat Dika menyuapi Melia biskuit coklat yang disediakan oleh mbak Nur, asisten rumah tangga Herman.

"Kesel kan lo? Itu yang gue rasain lihat lo uwu-uwuan sama si ujung tauge!" balas Dika sambil menunjuk Airin.

"Bilang aja lo sirik! Terus sekarang mau balas dendam, kan?" bantah Airin bertolak pinggang.

Setelah dari rumah Herman, Dika dan Melia tak langsung pulang, mereka mampir ke supermarket untuk belanja kebutuhan rumah tangga titipan bibi Lia. Saat Dika mendorong troli, membaca chat berisi daftar belanjaan dari bibi Lia, Melia mengekorinya.

"Apa lagi, Dik?" tanya Melia usai mengambilkan Dika keju.

"Susu fullcream, ada di rak paling bawah tuh," jawab Dika sambil menunjuk deretan susu berbagai jenis, dan dia sendiri sedang memilih beras di rak lain.

Melia mengambil salah satu susu kemasan ekonomis dan memasukkannya ke dalam troli. Dika yang baru mau memasukkan beras ke troli, terhenti melihat susu yang diambil Melia.

"Kok susu kental manis?" tanya Dika.

Melia diam sejenak, bertanya dengan polosnya, "Beda ya?"

"Nggak tahu susu fullcream?"

Melia nyengir. "Enggak, gue pikir semua susu sama."

Dika mengganti susu dengan benar. Melia terus memandangnya sembari mengulum bibirnya, menahan senyumnya. Ia tak menyangka bisa menjalin hubungan dengan Dika, partner berantemnya sejak kecil.

Setelah membayar di kasir, mereka buru-buru pulang. Sesampainya di rumah, Dika mengangkat dua kresek penuh belanjaan. Membuat Melia berniat sok baik dengan menawarkan bantuan. "Gue bantu bawa satu," katanya berusaha meraih kresek di tangan kanan Dika yang langsung ditolak oleh Dika.

"Nggak usah, berat," jawab Dika sambil terus jalan menuju pintu depan.

"Makanya gue bantu biar nggak berat-berat banget," kukuhnya.

Dika mempercepat langkahnya hingga sampai di depan pintu, dia berhenti.

"Ada yang bisa jelasin ke bibi, ada apa di antara kalian?" Bibi Lia berdiri di ambang pintu sambil menatap tajam Dika dan Melia bergantian.

Mereka belum menceritakan hubungan mereka ke bibi Lia, membiarkan bibi Lia terus menggoda Dika untuk segera meresmikan hubungan dengan Melia. Karena memang bukan rahasia lagi jika Dika menyukai Melia, begitupun sebaliknya.

"Kami baru pulang belajar dari rumah Herman, Bi," jawab Dika santai sambil menerobos masuk dan meletakkan belanjaannya di atas meja makan dekat dapur, diikuti oleh bibi Lia dan Melia.

"Bibi nggak ada nanya kamu dari mana, Bibi juga tahu kamu dari rumah Herman," ledek bibi Lia lebih gencar memancing Dika.

Pria itu membuka kulkas, mengambil sebotol air dingin dan meneguknya berkali-kali hingga terdengar bunyi 'gluk gluk gluk' dari tenggorokannya, dan membuat jakunnya bergerak-gerak.

Melia membantu bibi Lia merapihkan belanjaan yang super banyak. Melia hanya bisa tersenyum dan menggeleng saat bibi Lia terus memancingnya untuk jujur.

Melia menemukan beberapa bungkusan kotak kecil yang tercampur belanjaan lain. Ia tidak tahu Dika membeli barang ini juga. Yang pertama kali ada dipikiran Melia adalah kondom.

"Dik, lo beli apa ini? Kondom?" tanyanya sambil terus menatap menerawang bungkusan itu.

Dika menoleh, dan menjawab dengan santai, "Itu permen karet."

"Masa sih? Kok mirip kondom?"

Dika mengernyit. "Lo pernah lihat kondom?"

"Pernah, bungkusnya mirip banget sama ini," jawabnya santai sambil meletakkannya keatas meja dan mengambil barang selanjutnya dari dalam kresek.

Dika menghampirinya, menatapnya lekat. "Jangan-jangan lo pernah pakai?"

Melia mematung, dia menoleh menatap Dika yang wajahnya hanya sejauh tiga puluh senti dari wajahnya. Dia bisa melihat kecemburuan di sana, membuat Melia ingin tertawa. "Gue pernah lihat punya teman gue dulu."

"Teman yang mana?"

"Teman di sekolah gue yang dulu, banyak yang bawa kondom ke sekolah, beberapa dari mereka lolos dari hukuman guru," jelas Melia buru-buru.

Dika menatap Melia semakin dalam dan tajam. "Lo nggak bohong, kan?"

"Memangnya kenapa?" sahut bibi Lia, "kan kamu bukan pacarnya, kamu nggak ada hak buat ngatur-ngatur Melia."

"Dengerin tuh," bisik Melia ikut menggoda Dika yang wajahnya mirip udang rebus.

Dika mengambil dua permen karet dan menjejalkannya pada tangan Melia dan berkata, "Makan tuh kondom!" sebelum melesat masuk kamar.

**

Melia duduk di ruang makan rumahnya dengan menatap permen karet di tangannya sambil tersenyum lebar. Sikap Dika barusan tak bisa dia lupakan. Dona kini kembali ke rumah setelah Dika sembuh, dia berhasil memutuskan kontrak dari bosnya meski harus membayar balik dua kali lipat dari gaji bulanannya. Dona memandang Melia ikut tersenyum sembari menyajikan nasi goreng favorit putrinya.

"Bahagia banget, abis ngapain sama Dika?" goda Dona yang sejak awal sudah tahu tentang hubungan mereka berdua, dan setuju menyembunyikannya dari bibi Lia atas permintaan Dika.

"Mama pertanyaannya negatif banget," bantahnya tak terima.

"Nggak negatif dong, pikiran kamu yang negatif," kata Dona tak mau kalah, "oh ya, gimana persiapan ulangannya? Udah belajar banyak, kan?"

Melia terdiam, ia sama sekali tak ingat apa yang sudah ia pelajari beberapa hari belakangan ini. Seingatnya, dia lebih sering ngobrol dan godain Dika daripada belajar.

Melia nyengir lebar, membuat Dona bingung. "Aku bahkan lupa udah belajar apa aja."

~MLB EPILOG~

MY LITTLE BODYGUARD (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang