🍁
"Woi! Kadal!" teriak Herman geram yang berhasil menyadarkan Dika dari lamunannya. Pria itu menghentikan langkahnya, menatap Herman bertanya-tanya.
"Ada apa? Lo mau curhat kan tadi? Cerita aja, gue dengerin," jawab Dika lugu.
Herman menghela napas panjang, mencoba untuk sabar. Ia melihat pisau buah di atas nakasnya, kemudian ia mengambilnya. Mengelus mata pisau, menatapnya tajam seperti seorang mafia. "Nih pisau kalau dipakai cincang tubuh lo kayaknya masih bisa."
Dika mematung, merinding melihat Herman memegang pisau, ia menelan ludahnya susah payah. "Lo-lo mau ngapain?"
"Bunuh lo, boleh, kan?"
Otak Dika berusaha bekerja cepat, mencari tahu sebab Herman begitu marah padanya. "Lo udah cerita, ya?" tebak Dika hati-hati.
"Udah, gue udah cerita sepanjang pidatonya pak Jokowi saat rapat bersama DPR yang lagi bahas harga minyak goreng!" geram Herman kembali meletakkan pisaunya. Mendadak ia penasaran dengan sikap Dika yang tak seperti biasanya, wajahnya terlihat sangat bingung. "Lo sebenarnya kenapa sih? Seolah-olah masalah lo lebih besar dari gue?"
Dika menghela napas berat, menandakan memang banyak yang sedang memberatkan pikirannya. "Masalah gue emang berat banget," jawabnya lirih. Ia beralih duduk di tepi ranjang, tepat dihadapan Herman.
"Lah iya, apa masalah lo?"
Dika memasang wajah sedih, tatapan kosong ke depan. "Masalahnya gue nggak tahu masalah gue apa."
Herman tertegun beberapa saat, selalu takjub dengan jawaban konyol Dika yang cenderung tak sesuai suasana. "Mau gue buatin masalah biar lo tahu masalah lo apa?"
Dika menatap Herman penuh arti. "Kayaknya gue udah gila, gue nggak bisa ngontrol diri gue."
Herman lagi-lagi dibuat tertegun. "Lo habis perkosa siapa? Di mana? Kapan?" heboh Herman.
Dika meliriknya tajam. "Gue nggak pernah perkosa siapa-siapa!"
"Terus?"
Dika pun menceritakan semua yang terjadi antara dirinya dan Melia siang tadi. Membuat Herman langsung berasumsi. "Lo suka sama Melia?"
"Apaan sih? Kenapa langsung ngarah ke sana?" elak Dika cepat.
"Lah itu!"
"Apa?"
"Lo habis berantem hebat sama Melia, dan lo dengan cepat memaafkannya, lo nggak bisa marah lama-lama sama dia, kan?"
"Gue kan emang orangnya nggak bisa marah lama-lama!"
"Tapi beda! Lo marah sama gue minimal sehari nggak mau bicara sama gue! Sedangkan sama Melia belum ada satu jam udah baik lagi, apalagi kalian hampir ciuman!"
"Kan hampir! Untung aja belnya bunyi!"
"Jadi lo mau berterimakasih sama yang bunyiin bel?"
"Iyalah!"
"Terima kasih sama gue gih, gue tadi siang yang bunyiin bel, disuruh pak Yanto!" suruh Herman, sengaja berbohong.
Dika melongo, menatap Herman tak percaya. Entah kenapa ia tiba-tiba kesal. "Sialan lo!"
"Lah, kenapa malah marah? Katanya mau berterima kasih?" goda Herman.
Dika mendadak salah tingkah, wajahnya terlihat merah. "Iya, terima kasih maksudnya," gugup Dika.
Herman tersenyum penuh arti, "ternyata lo emang lagi jatuh cinta, Dik."
Dika meliriknya tajam, "terserah lo! Gue mau mandi."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LITTLE BODYGUARD (Tamat)
Ficção Adolescente"Kamu kembali, dengan memulai hal yang tak sama lagi." - Dika. ** Ini kisah Dika yang bertemu lagi dengan Melia, teman masa kecilnya. Kembalinya Melia di perumahan Oranye, membuat Dika harus menjaga Melia selagi Mamanya kerja di Malaysia. Kebersama...