Warning : ooc, typo,
Bahasa tidak baku.X
Didunia ini, hanya ada segelintir orang yang peduli kepadanya, salah satunya adalah gurunya. Tapi sayang sekali, kesehatan dari gurunya itu tidak lah baik sedari awal, dan waktu yang Hinata habis kan bersama gurunya menjadi guru dan murid hanyalah lima tahun.
Sekarang karena dirinya akan menikah, Hinata memiliki beberapa undangan pada tangannya yang entah harus is berikan kepada siapa.
Setelah memikirkannya berkali-kali, Hinata memutuskan untuk membawa sebuah karangan bunga putih dan air mawar ke pemakaman.
Mengikuti ingatannya, Hinata menemukan dimana tempat kedua orang itu disemayamkan.
Hinata meletakan karangan bunga itu diatas makam dari gurunya, dan menyiramkan air mawar yang ia bawa keatas nisan sang guru.
Setelah Hinata menoleh kearah samping, ia mengambil sekotak kue kering dari dalam tas nya, meletakannya diatas nisan disebelahnya dan juga menyiramkan air mawar.
Nisan itu adalah milik istri dari guru Hinata. Wanita itu meninggal sangat muda diusianya yang tidak sampai menginjak 30 tahun. Dan Hinata mendengar banyak kisah indah tentang keduanya.
Dan gurunya itu juga tidak berniat untuk menikah dengan orang lain selepas meninggalnya sang istri.
Sepasang kekasih yang harus terpisah oleh maut, dan berharap bisa kembali saling mencintai pada kehidupan selanjutnya.
Ketika guru Hinata tiada, ia dan Utakata berada di prancis, dan hal itu bukanlah kenangan yang menyenangkan.
Setelah kembali ke jepang, Utakata melarang keras Hinata menghadiri upacara kematian gurunya, dan mengatakan jika dirinya sama sekali tidak layak. ketika gurunya itu dikuburkan, Hinata hanya mampu melihatnya dari kejauhan, dan memberikan salam terakhirnya ketika semua orang telah pergi.
Cuacanya sangat cerah dan bagus saat itu, tapi entah mengapa Hinata merasa sangat mendung. Itu mungkin karena ia pikir jika matahari tidak lagi bisa meneranginya, dan sisa hidupnya akan berakhir mendung.
Tapi setelah memikirkannya lebih lanjut, tentang ini semua, mungkin inilah cara tuhan untuk mengembalikannya kepada kehangatan.
•
Hinata kembali berlutut dihadapan makam sang guru, dan berdoa. Setiap doa yang ia panjatkan terasa semakin berat, hingga doa terakhir darinya bagaikan pukulan keras, menekannya, mematahkannya, dan menariknya kedalam lumpur dalam sehingga ia tidak bisa lagi bangkit dan keluar.
Kepala Hinata yang semakin tertunduk, ia jatuhkan keatas batu nisan.
" Sensei, maaf... Tolong maafkan aku.. tapi seperti apa yang selalu kau katakan, aku berjanji tidak akan menyesalinya "
" Maaf... Aku berjanji kepadamu akan membawa kembali piala itu.. tetapi aku hanya berkata besar... Maaf kan aku "
" Aku tidak ada disamping mu disaat-saat terakhir mu... maaf "
" Aku selalu membuat mu khawatir... Maaf "
" Maafkan aku... Maaf... "
Dan pada akhirnya itu hanyalah kata-kata kosong, dan kata-kata yang berat.
Hinata pun tidak tahu sebanyak apa kata maaf yang telah ia ucapkan, namun disaat ia menengadahkan kepalanya, hari yang seharusnya masih siang dan biru itu telah berubah menjadi orange dengan sinar kekuningan.
•
Setelah termenung untuk sesaat dan mengelap air matanya, Hinata mengeluarkan sebuah kartu undangan dari dalam tas nya.
" Sensei.... Aku akan menikah... "
Hinata membakar kartu undangan ditangannya, dan melihat api merah menyala itu melahap kertas itu dengan meriah.
" Aku akan membakar undangan ini untuk mu dan istrimu, aku tidak tahu apakah kau dan istrimu akan datang. Dan aku masih memilikinya lagi disini, aku akan membakarnya untuk teman-teman sensei juga yang mungkin ingin datang "
Membakar langsung empat potong berturut-turut, dan satu titik di pemakaman itu berkabut dengan asap. Hinata begitu terpesona dengan asap yang mengepul hingga ia tidak bisa menghentikan dirinya dari air matanya yang kembali menetes.
Diudara yang masih dingin di musim semi, kabut putih keabu-abuan berkibar, seperti jalinan pita kehidupan, memadat dan lalu menghilang.
Hinata terbatuk dua kali, dan di mata yang berlinang dengan air mata ia melihat seseorang berjalan mendekat, Mata Hinata menyipit hingga akhirnya ia menarik nafas dalam.Ia tidak menyangka jika akan bertemu dengannya saat ini.
Hinata melihat pria itu, dan pria itu juga melihatnya.
Utakata berjalan kearah Hinata dengan wajah datarnya dan memegang sebuah kantong ditangannya, Setengah dari ikatan dupa itu terlihat muncul dari kantong itu.
Hinata dengan cepat berdiri, ia tidak ingin menghadapi pria itu langsung, dan berencana pergi kearah sisi yang lain.
" Tunggu! "
Hinata berhenti dan melihat kebelakang.
Utakata memiliki wajah yang serius, sangat mirip dengan gurunya, tetapi sayang kepribadiannya sangat berbeda.
" Tolong, jangan datang ketempat ini lagi "
Utakata menatap kearah seikat bunga dan kue diatas nisan, dan menyingkirkannya tanpa ampun.
Membanting rangkaian bunga dan menginjak kasar kue kering itu.
Hinata tidak tahu jika pria ini begitu membencinya. Dan Hinata tidak tahu apa yang membuat pria ini sangat membencinya.
Jari-jari Hinata yang berada didalam mantel menegang, Hinata ingin mencoba untuk berunding kepadanya.
" Aku... Aku hanya ingin bertemu guru sesekali... "
Wajah Utakata terlihat telah kehilangan kesabarannya.
" Tidak perlu, kau tidak diterima ditempat ini "
Hinata menatap pria itu sebentar dan mengangguk, ia tidak ingin mencari masalah.
" Baiklah... Maaf... "
Hinata berbalik dan pergi, ia berpikir bahwa gerbang pemakaman terbuka untuk siapa saja, dan Hinata tidak percaya jika ia akan selalu bertemu pria itu setiap kali datang. kecuali jika pria itu tidak cukup gila untuk memantaunya setiap saat dan memindahkan makam kedua orangtuanya.
To Be Continued
______________________________________
Maaf ya kali ini pendek banget 😂
Sebenernya aku agak bingung, bahkan malah stuck buat pemilihan karakter yang dipake.
Dan akhirnya ku putusin buat ganti eh entah kenapa rasa juga ga cocok.
Soalnya ku rasa sikap kedua karakter yang mau aku pake rasanya kurang cocok sama karakter yang ada dibayangan ku.
Kira" kalian punya ide ga siapa, beneran buntu 😂
Sasori - Utakata
Yugao - Hotaru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Scar
FanfictionRATE : Semi M, T+ Hyuga Hinata, adalah seorang patissier berbakat. daripada memperjuangkan hak nya sebagai seorang patissier terkenal, ia justru mengunci dirinya dan menggantungkan hidupnya kepada siaran langsung dari sebuah platform berbagi video. ...