🥀21||• Liontin Mawar putih

72 22 0
                                    

Kita berharga di mata orang yang tepat.

.
.
.


Nayra terbangun dari tidurnya saat adzan subuh berkumandang, mengerjapkan kelopak mata berusaha terbebas dari rasa kantuk. Selepas membaca doa tidur, alisnya saling menukik heran, mendapati dirinya terbangun di atas ranjang.

Ingatannya kembali mengingatkan jika semalam ia tertidur di atas sofa. Namun di pojok ruangan Afkar lah yang tertidur menukar tempat tidur dengannya.

Nayra perlahan mendekat, mengambil laptop dari pangkuan Afkar yang masih menyalah.

"Sebenarnya kak Afkair baik, cuma gengsi aja". Monolognya diakhiri kekehan kecil.

Di tariknya kabel charger melihat pemberitahuan  presentasi beterai sisa 7 % hal ini dilakukan agar nanti Afkar bisa menggunakannya lagi dalam keadaan full.

"K-kak Afkair",

"Kak",

Belum ada sahutan. Nayra memberanikan dirinya menepuk pundak tegap Afkar. Perlahan kelopak mata bernetra hazel itu terbuka.

"Hmm."

"Solat subuh dulu kak". Ucap Nayra dan hanya dibalas deheman lagi.

"Aku ke kamar sebentar mau bersih-bersih. Ada kelas pagi. Oiya kak Afkair nggak usah nunggu, Nayra lagi datang bulan." Untuk kalimat ini tidak mendapat respon apapun. Jadi Nayra menganggap Afkar sudah mengiyakan. Toh, pria itu juga tidak akan menanggapinya.

Afkar merenggangkan otot-otot sekitar bahunya yang terasa kaku sembari  melihat kepergian Nayra. sofa ini terlalu pendek untuk ukuran tinggi tubuhnya hingga kakinya dibiarkan menjuntai kelantai. Bukan tanpa alasan Afkar mengacuhkan Nayra, dia masih marah dengan kejadian semalam, lagi pula memang sudah menjadi kebiasaannya. Mengacuhkan Nayra seperti yang sudah-sudah.

"Cih, Yang ada perempuan itu besar kepala". Mendesis kesal kala menyadari dirinya telah terlalu jauh memikirkan anak kecil itu.

Nayra kembali ke kamar Afkar setelah mandi dan menyiapkan perlengkapan kuliahnya nanti. Mencari keberadaan pria jangkung itu, sampai terdengar gemericik air kran dari kamar mandi menandakan Afkar ada di dalam sana. Menoleh sekilas, memastikan Afkar tidak melihatnya. Di taruhnya sebuah kotak kecil di atas nakas yang sudah diberi stic note permintaan maafnya.

..•🌾🌾•..

"Nak Afkar!"

Mendengar namanya di panggil lelaki itu menoleh kearah wanita paru baya yang berjalan kearahnya. Pergerakannya yang hendak menarik tuas pintu mobil ia urungkan.

"Ada apa, Umi?"

"Kalian baik-baik saja?" Tanya Winda to the poin, ada perasaan ganjil baginya menyikapi sikap putri dan menantunya.

Setelah Nayra berpamitan ke kampus, Afkar juga pamit dia harus segera ke kantor. Alasan yang masuk akal, apalagi kondisi perusahaan menantunya mengalami masalah namun naluri keibuannya membuat Winda merasa khawatir dengan putrinya. Dua insan yang dipertemukan melalui perjodohan bukan hal yang mudah dalam menyatukan kedua kubuh.

Afkar memandangi mobil putih yang dinaiki Nayra barusan ke kampusnya, perlahan-lahan mulai menjauh. Jujur, pertanyaan mertuanya barusan membuatnya was-was seketika.

Tersenyum hangat. "Baik kok Umi."

Winda tak langsung menanggapi, terlintas sesuatu dibenaknya. "Ah! Sepertinya saya juga harus  berangkat". Ucap Winda saat mobil milik teman mengajarnya di yayasan  berhenti didepan gerbang.

Lentera Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang