🥀20||• Panggung Sandiwara

88 22 0
                                    

Karena sejatinya dunia adalah panggung sandiwara terbaik
.
.
.

Dua hari berlalu, kini pemilik mata bernetra coklat tua dilapisi kelopak berjenis almond eyes, perlahan-lahan menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam indera penglihatannya.

"Lyra."

Sapaan seseorang mengalun indah ditelinganya. "Afkar." Ucapnya pelan membuat laki-laki itu langsung memeluknya erat menumpahkan kerinduan yang amat mendalam.

"Ada yang sakit, Hem?"

Lyra menggeleng lemah bibir pucatnya membingkai senyuman. Atensinya beralih ke samping ada Erwin di sana.

"Jagan buat kakak khawatir lagi." Ucap Erwin bergantian memeluk Lyra.

"Iya kak."

Hal yang selalu ia syukuri,  Walau seorang perempuan cinta pertamanya adalah sosok ayah yang kasih sayangnya tidak ia dapatkan. Bahkan sekedar berharap rasanya mustahil. Namun patut disyukuri tuhan selalu menghadirkan dua sosok laki-laki yang selalu menjadi tameng untuk melindunginya.

"Terimakasih."

..•🌾🌾••..

Lyra berdecak kesal, menyudahi makanan rumah sakit yang baru satu sendok ia lahap. Tidak ada rasa sama sekali, hambar. Sehari telah berlalu namun lidahnya masih terasah pahit mengecap rasa makanan.

Sedangkan dua pria berada satu ruang dengannya sibuk berhadapan dengan laptop dihadapan masing-masing dengan jarak berjauhan.

"Kalian lagi ada masalah. Kak Win, Mas Afka." Pasalnya setalah ia siyuman ada gelagat aneh antara kedua pria itu.

"Nggak ada." Jawab keduanya.

Lyra memicingkan matanya. Tentu mereka tengah membohonginya. "Kita udah lama loh sahabatan. Masing-masing dari kita tahu karakter satu sama lain. Kita bukan lagi anak kecil berkedok dewasa. Kalau ada masalah itu diperbaiki, cari solusinya. Jagan karena masalah kecil hubungan persahabatan kita taruhannya."

Erwin melirik Afkar sekilas dari ekor matanya terlihat raut penuh lelah dari sahabatnya itu. Setelahnya kembali berfokus pada laptop yang berisi tabel-tabel angka. Sungguh ia masih kesal dengan kejadian beberapa waktu lalu.

Afkar menutup laptopnya sembari menghela napas panjang. Kondisi perusahaan mengalami financial distress karena kalah dalam proyek besar dengan pebisnis lainnya apalagi terjadinya inflasi. Membuat Afkar harus turun tangan sendiri sebagai pimpinan perusahaan.

"Kan? Aku bilang apa juga. Ada lagi masalah apa si? Sampai-sampai aku dicuekin".

Tak ingin membuat Lyra khawatir Afkar menyambangi brangkar perempuan yang tengah merajuk itu.

"Kenapa nggak makan, Hem? Katanya mau cepat pulang."

"Makanannya nggak enak. Hambar." Lyra menjauhkan mangkuk berisi bubur dengan tangan kanannya yang bebas dari gips.

"Itu karet  pelepasan protein oleh tubuh yang berfungsi untuk mengatasi peradangan saat sakit. Makanya lidah kamu terasa pahit menyebabkan semua makanan hambar",

" ... Aku suapin yah. Dikit aja sudah itu minum obat".

Lyra paling tidak bisa menolak jika Afkar sudah bersikap hangat seperti ini. Ia mengangguk dengan seulas senyum manisnya.

Dari kejauhan Erwin hanya memandangi dua sepasang kekasih itu dengan tatapan mengartikan hal lain. Sesekali terdengar candaan dan tawa yang mengalun. Hingga ketukan pintu menyadarkan mereka.

Lentera Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang