🥀22|| Malam yang Menyakitkan

132 23 0
                                    

Sekeras apapun usaha mu itu hanya sia-sia di mata seseorang yang dari awal tidak mengharapkan mu.
.
.
.

Sekeras apapun usaha mu itu hanya sia-sia di mata seseorang yang dari awal tidak mengharapkan mu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayah udah datang, Bun?"

Pertanyaan sederhana namun menyimpan sejuta harapan. Tak mendapat jawaban membuat si penanya menarik satu kesimpulan. Lagi dan lagi hanyalah sebuah janji berujung kebohongan.

"Dia Kira Kita Ini Siapa?" Ujarnya kesal meluapkan emosi.

Lapisan demi lapisan kaca menyelimuti kedua matanya sewaktu-waktu dapat menumpahkan cairan dari pelupuk mata yang pada akhirnya mengikis pertahanannya.

"Apa sesusah itu meluangkan waktu untuk kita."

"Camelia." Panggil Farida lembut. Membuat pertahanan Camelia pupus. Kedua matanya sembab, menggambarkan bagaimana kecewanya dia.

"Lia capek Bun. Kita juga butuh sosok Ayah, bukan hanya sekedar janji yang nggak pasti dia tepatin. Bunda liat," Camelia memperlihatkan tampilan chat WhatsApp nya dengan nama kontak 'Ayah' diatas pojok kiri.

"Ayah udah janji ke Lia, Bun,"

" ... Ayah akan datang di hari ulang tahun Lia,'

" ... Ayah janji akan datang. Tapi apa? Ayah bohong lagi." Cemalia terguguh. Isak tangisnya terdengar begitu menyayat hati.

Faridah langsung membawa tubuh ringkih Camelia kedalam pelukan mendekap erat tubuh putrinya. Pundak remaja berusia 19 tahun yang sebentar lagi memasuki masa dewasa awal, 20 tahun. Pundak Camelia bergetar hebat menumpahkan segala keluh kesahnya dalam pelukan hangat sang ibu. Menangis, meluapkan segala emosi yang begitu menguras tenaga.

"Kita lewatin sama-sama yah, nak." Ucap Farida mencoba berkali-kali tersenyum walau nyatanya hati dan perasaannya terombang-ambing.

Hanya acara kecil diantara tiga orang yang turut merayakan hari paling istimewa tanpa kehadiran sosok yang paling ditunggu kehadirannya.

"Happy birthday."

"Thank you, kak Rey."

Camelia menerima hadiah pemberian kakaknya. Satu gamis set kerudung.

"Udah tambah tua makanya gue beliin itu. Siapa tau langsung dapat hidayah." Reygal sudah muak mendengar berbagai alasan adiknya yang selalu menolak menutup auratnya. Alasan panas, gerah, rempong, tidak bebas. Bahkan Camelia berpatokan jika ia sudah menikah barulah belajar menutup aurat. Tak bisa memaksa, selain berdoa untuk kebaikan cemelia saja, sembari menasehati adiknya yang terlalu keras kepala.

Faridah yang melihat interaksi keduanya tak luput tersenyum manis. "Ini kado dari Bunda."

"Makasih Bunda." Ucap Camelia mengecup singkat pipi Farida.

"Kayak anak kecil aja."

"Asal gue bahagia."

Reygal berdecak pasrah mendengar jawaban random adiknya. Laki-laki berusia 21 itu menghadapkan tubuhnya kearah sang ibu. Di tatapnya Farida sembari terkekeh kecil hingga memperlihatkan gigi putihnya menyiratkan sesuatu. Hal itu tak luput dari perhatian Farida. Farida memicingkan mata jika putranya bertingkah seperti ini pasti ada sesuatu yang ingin disampaikannya.

Lentera Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang