44. ORANG SPESIAL

94 11 32
                                    

Melvin kini kembali terbaring lemah dalam kondisi menutup matanya. Tadi, ia mengalami sesak nafas. Mesti matanya terpejam, Melvin masih bersuara, laki-laki itu tetap memanggil gadisnya.

"Zavira ... " lirih Melvin.

Marissa mengusap puncak kepala putranya. Wanita itu tak bisa berkata-kata. Kini mereka hanya bisa menunggu kabar dari Will yang sedang mencari Zavira.

"Zav ... s-sakit ... "

"Zavira ... temenin gue,"

"Sakit ... "

Mendengar Melvin yang terus mengeluhkan sakitnya, air mata Marissa semakin mengalir. Sedangkan Marco hanya diam, dengan mata yang berkaca-kaca.

"Dhea? Di mana Will? Kenapa lama sekali, apa sesulit itu?" tanya Marissa.

"Bahkan setelah Zavira pergi, kami sudah berusaha mencari dan tidak mendapatkan hasil hingga kini. Gadis itu cerdik." ucap Dhea.

"Menyesal?" Suara itu mengalihkan atensi Marco, Marissa, Dhea dan bodyguard di ruangan itu.

"Sudah menyadari kesalahan mu, Marissa, Marco?" tanya Smith. Ya, laki-laki itu adalah Smith.

"Ayah?" beo Dhea.

Smith mendekati Marco dan menepuk pundak adik iparnya. "Perbaiki jika belum terlambat." ucap Smith.

🧸🧺

"Ya! Selamat kepada SMA Negeri 1 Sawaran, sebagai peraih medali emas Olimpiade Sains tahun ini! Atas nama Ditya Raditya dan Natasha Zavira Danareksa!" ucap sang host.

Zavira dan Ditya menaiki podium, bersebelahan dengan Keva dan Khai sebagai juara dua. Keva dan Khai yang termangu karna ternyata benar gadis itu adalah Zavira. Penampilan Zavira sudah normal, gadis itu tau lambat laun ia pasti akan ketahuan.

Setelah menerima penghargaan, Zavira dan Ditya keluar dari gedung, masih dengan medali yang ada di leher mereka masing-masing. Ditya maupun Zavira juga guru pembimbing tersenyum lebar atas kemenangan ini.

"Selamat ya, Zavira, Ditya, kalian memang selalu bisa diandalkan. Saya ucapkan banyak terimakasih." ucap Guru Pembimbing.

"Baik, Pak. Kami juga berterimakasih kepada Bapak atas bimbingannya." ucap Zavira.

Tiba-tiba ada mobil dengan logo kuda dan obsidian hitam yang melaju kencang, dan berhenti di depan gedung itu. Seluruh atensi orang-orang teralih pada laki-laki yang keluar dari mobil itu.

Laki-laki dengan setelan jas hitam dan kaca mata hitam. Laki-laki itu berjalan mendekati Zavira. Zavira mengamati laki-laki yang nampak sangat familiar di matanya.

"Nona Zavira?" panggil laki-laki itu sembari melepas kacamata nya.

"T-tuan Will?" lirih Zavira. Ya, laki-laki itu adalah Will.

"Nona. Saya ingin berbicara, ikutlah dengan saya." ucap Will berharap Zavira mau mengikuti nya.

"Tidak. Saya tidak mau lagi berurusan dengan keluarga Garenza." tolak Zavira.

Will mengerutkan keningnya. "Nona, saya mohon. Tuan Muda baru saja sadar dari koma. Tuan Muda terus memanggil mu dan enggan memakan apapun, asam lambung nya kambuh, Nona. Saya mohon ikut saya, demi keselamatan Tuan Muda." ucap Will.

"M-melvin?" lirih Zavira.

"Ikut saya?" tanya Will.

Zavira mengangguk. Will segera memasuki mobilnya, disusul oleh Zavira. Tapi tangan Zavira dicekal oleh Ditya, laki-laki itu menarik Zavira mundur.

"Asha, mau kemana?" tanya Ditya.

Zavira tak sempat menjawab, mulutnya terasa kelu. Gadis itu memberontak dan berhasil melepaskan cekalan tangan Ditya. Zavira akhirnya memasuki mobil Will.

Will mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Zavira sebenarnya merasa takut, namun ia sadar bahwa Will melakukan ini karna keadaannya genting. Terlebih, saat Zavira menatap Will terlihat pipi laki-laki itu basah, dan matanya merah, laki-laki itu menangis.

Setelah beberapa saat, mereka akhirnya tiba di rumah sakit. Will buru-buru membukakan pintu untuk Zavira dan mereka menuju ruangan Melvin.

Zavira membuka pintu ruangan di mana Melvin dirawat. Semua atensi orang-orang kini teralih pada Zavira. Will mengode  Zavira untuk segera masuk.

Didekatinya laki-laki yang terbaring lemah di atas bankar. Wajahnya pucat pasi, bibir nya kering, dapat dilihat nafas laki-laki it terasa sangat berat. Laki-laki itu bergumam. "Zavira ... "

Zavira memegang tangan Melvin, tangan yang kian kurus. "Vin, gue di sini. Ini gue, Zavira. Liat gue, Vin." lirih Zavira.

Melvin membuka matanya dengan susah payah. Samar-samar laki-laki itu melihat sosok yang ia tunggu-tunggu kedatangannya. "Zav ... Sakit," lirihnya dengan nafas yang tersengal-sengal.

Air mata gadis di hadapan Melvin ini, tak dapat di bendung. Ia mengusap puncak kepala Melvin dengan lembut.

"Gue jahat ya? Lo boleh hukum gue, sepuas lo, Melvin. Asalkan lo sembuh dan sehat kayak dulu." ucap Zavira.

Melvin menggeleng lemah. "Gue mau kita balik kayak dulu. Nggak ada lo, sakit banget." ucap Melvin.

Melvin mencoba bangun untuk duduk, meski badannya masih sangat lemas. Bahkan, tangan Melvin bergetar.

"Mau kemana?" tanya Zavira.

Laki-laki itu memeluk Zavira dan bersandar di pundak gadisnya. Ruangan tiba-tiba hening. Terlebih Marissa dan Marco yang kini sedang dirundung penyesalan. Mr. Dan Mrs. Garenza ini merasa sangat gagal menjadi orang tua.

"Jangan pergi lagi." ucap Melvin.

"Buat apa gue hidup kalo nggak ada lo." lanjutnya.

Zavira terisak pelan sembari mengusap-usap punggung Melvin. Ia menyesal meninggalkan kekasihnya, ia merasa sangat egois kala meninggalkan Melvin begitu saja. Dan, akhirnya Melvin yang tersiksa.

"Nggak ada lo, nggak ada yang meluk gue," ucap Melvin.

"Nggak ada yang kasih gue semangat,"

"Nggak ada yang temenin gue check resto. Gue beneran butuh lo, lo adalah hidup gue. Jangan pergi lagi, ya? Gue takut."

"Lo rumah gue. Cuma lo yang ngerti gue, Zav." lanjutnya.

Marissa dan Marco mendengar itu semua. Kini mereka mengerti sepenting apa Zavira bagi putranya. Terkadang keluarga bukanlah rumah untuk kita.

"Zav? Bisa balik kaya dulu?" tanya Melvin.

Keduanya bertatapan, mata sayu milik Melvin dan mata yang berkaca-kaca milik Zavira. Tanpa pikir panjang Zavira mengangguk, mengiyakan pertanyaan Melvin.

"Kalo gue nanti nggak kuat, lo harus tetep sayang sama gue, ya?" tanya Melvin seraya tersenyum getir.

Zavira menggelengkan kepalanya, menyangkal kalimat yang Melvin ucapkan. Zavira tak setuju dengan itu. "Nggak. Lo harus tetep bareng gue. Lo cuma punya gue dan gue cuma punya lo."

Brakk!

"ASHA! KELUAR! NGGAK SEHARUNYA KAMU KEMBALI PADA MEREKA!"

Teriakan itu mengundang atensi orang-orang dalam ruangan rawat Melvin. Ditya, laki-laki itulah pelakunya. Namun tak lama kemudian Ditya diseret oleh dua bodyguard Garenza.

"Asha! Keluar! Jangan cari luka lagi!" teriak Ditya yang masih memberontak.

Zavira mendengar itu semua, gadis itu hendak berpaling dan menolong Ditya, menjelaskan semuanya. Bahkan hingga kini Ditya tak tau problematika yang sebenarnya. Yang Ditya tau adalah, Melvin jahat.

Sebelum Zavira pergi, Melvin dan Dhea sudah menahan gadis itu. "Mereka tidak menyakiti siapapun. Teman mu akan baik-baik saja, saya akan atasi ini. Kamu tetaplah di sini." ucap Dhea.

🧢💙

Gimana ya? Kok Melvin kayak mau nyerah gitu?

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote and comment ya! Terus ikuti kisah ini hingga akhir.

Tentang Kasta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang