53. REM

66 7 0
                                    

Setelah puas bermain di tepi danau, Melvin dan Zavira akhirnya memutuskan untuk pulang. Keduanya kini sudah berada di dalam mobil. Jika tadi mereka melewati beberapa tanjakan ekstrim maka sekarang mereka akan melewati jalan yang menurun dan menukik tajam.

"Kok gue takut, ya?" gumam Zavira.

"Kenapa sih, Sayang. Dari tadi negatif thinking mulu?" tanya Melvin yang masih fokus pada jalanan.

Tak lama kemudian, kecepatan mobil Melvin kian bertambah. Baik Melvin maupun Zavira merasakan itu. Melvin mulai panik, menyadari ada kejanggalan pada mobilnya. Laki-laki itu tetap terlihat tenang agar Zavira tidak takut.

"Vin, kenapa buru-buru? Pelan aja gue takut," ucap Zavira.

Melvin tak menjawab. Laki-laki itu terlihat sangat fokus pada jalanan. Hal itu tentu membuat Zavira heran, dan berpikiran negatif.

"Vin? Kenapa?"

"Melvin? Jawab dong?"

"Vin, gue takut,"

Beberapa kali panggilan Zavira tak di tanggapi oleh Melvin. Panik, Melvin tak bisa berkata-kata. Laki-laki itu tak menoleh sedikit pun. Setir mobil itu dicengkeram keras oleh Melvin.

Laki-laki itu berkata dengan lirih. "Remnya, Zav."

"Hah? Kenapa?" tanya Zavira dengan nada yang sedikit tinggi.

"Blong," sambung Melvin

Brak!

"AAAAAAAA!"

Mobil dengan logo kuda menabrak pohon. Melvin pingsan, sedangkan Zavira masih sadar. Meski pandangannya mengabur, Zavira melihat banyak kendaraan berhenti dan mendekati mobil mereka.

"Teh, turun, mobilnya berasap." ucap seseorang dari luar.

Zavira segera melepas seatbelt nya dan turun dari mobil. "Pak, pacar saya pingsan di dalam," ucap Zavira dengan badan yang bergetar hebat.

Lalu dua orang mengangkat Melvin dari dalam mobil. Melvin dan Zavira selamat, kini mereka dibawa dalam ambulans dan menuju ke rumah sakit. Dalam ambulans itu, Zavira benar-benar tak mengucapkan sepatah katapun. Bahkan satu tegukan air pun tak bisa Zavira tekan.

"Melvin? Lo nggak akan kenapa-napa, kan?" batin Zavira.

Pandangan gadis itu menuju ke arah Melvin yang terbaring lemas dengan memar di jidatnya. Namun, pandangan Zavira kosong.

Setelah sampai di rumah sakit, Melvin segera di tangani. Zavira dengan rasa khawatir yang luar biasa, menunggu di depan ruangan Melvin ditangani. Zavira tak sendiri, melainkan bersama dengan orang-orang yang menolongnya tadi.

"Teh, keluarganya sudah diberi kabar?" tanya salah seorang laki-laki.

"Ah, belum," ucap Zavira.

"Baiknya diberi kabar terlebih dahulu." ucap laki-laki itu.

Zavira mengangguk dan segera memberikan kabar bahwa Melvin mengalami kecelakaan kepada Will. Zavira tak memiliki kontak Marissa ataupun Marco. Sebenarnya Zavira tak yakin Marissa dan Marco bisa datang hari ini, jelas keduanya sibuk sejak kemarin.

"Zavira!?" ucap seorang laki-laki yang baru saja siuman.

Sang dokter yang sedang memeriksa keadaan Melvin sedikit terkejut kala Melvin tiba-tiba berteriak. "Sttt," desis Melvin merasakan ngilu pada kepalanya.

"Mohon tenang terlebih dahulu, Tuan, kondisi mu belum pulih sepenuhnya." ucap sang Dokter.

"Apa ada gadis yang mengantar saya kesini?" tanya Melvin.

"Ada, dia ada di luar, biar saya panggilkan." ucap sang Dokter sembari keluar dari ruangan Melvin.

Beberapa saat kemudian, Zavira masuk. Melvin langsung memeluk gadisnya dengan erat. "Are you okay, Sayang?" tanya Melvin.

"Gue nggakpapa. Stop mikirin gue, lihat diri lo dulu." ucap Zavira.

"Gue baik-baik aja kalo lo juga baik-baik aja." ucap Melvin sembari menenggelamkan wajahnya di tengkuk Zavira.

"Mana yang sakit?" tanya Zavira.

"Nggak ada. Udah sembuh,"

"Bohong," lirih Zavira.

"Lo masih sayang sama gue?" tanya Melvin.

Zavira mengerutkan keningnya mendengar kalimat yang Melvin ucapkan. "Apaan sih, ya masih, lah!"

"Kalo di rumah sakit kaya gini, rasanya sakit inget lo ninggalin gue gitu aja. Lo nggak pergi lagi kan?"

"Sekarang, nggak ada halangan apapun buat hubungan kita. Tugas kita bukan lagi melawan restu. Kali ini tinggal kita tanaman komitmen pada diri kita masing-masing, buat mempertahankan, mewujudkan janji-janji dan harapan yang kita buat." ucap Zavira.

🧸🧺

BRAK!

Sebuah pintu dibuka dengan kasar oleh seorang perempuan. Mendengar suara gaduh itu, sang pemilik rumah segera keluar.

"Siapa anda!? Berani sekali mengacaukan rumah saya!?" ucap Ditya dengan nada tinggi.

"Jadi kamu!? Kamu yang mencelakai anak saya!?" bentak Marissa pada Ditya. Ya, wanita yang membanting pintu rumah Ditya adalah Marissa.

"Ma! Udah, aku baik-baik aja kok!" ucap Melvin yang tak enak dengan tetangga Ditya yang menyaksikan kegaduhan ini. Melvin dan Zavira mencoba menenangkan Marissa, tapi gagal. Marissa adalah wanita yang keras.

"Apa-apaan ini!?" ucap Wetti yang baru saja datang dari arah luar, di belakang Marissa.

Mendengar suara Wetti, Marissa membalikkan badannya. Mata wanita itu membulat, emosinya kian naik kala melihat wajah Wetti.

"Delya?" beo Wetti.

Melvin, Ditya, maupun Zavira menjadi semakin bingung kala mendengar Wetti memanggil nama tengah Marissa. Setahu Melvin, tak ada orang yang memanggil ibunya dengan nama itu, kecuali saudara dekatnya.

"Wetti?" gumam Marissa.

"Lihat kelakuan putramu! Setelah kamu hancurkan impian saya, kini putra mu juga mencelakai anak saya! Putramu, sama saja dengan kamu! Menjijikkan!" bentak Marissa.

"Mana buktinya kalo Ditya yang mencelakai anak manja itu!?" bentak Wetti tepat di depan wajah Marissa.

'Anak manja.' di mana Melvin bisa dikatakan manja? Pelukan hangat? Kecupan singkat? Kalimat manis? Bahkan apresiasi tak pernah muncul dari kedua orang tuanya untuk Melvin. Lalu, mengapa Melvin masih dianggap sebagai anak manja?

Zavira yang mengetahui bahwa benar-benar Ditya yang mencelakai Melvin, hanya diam. Air mata gadis itu menetes, rasa kecewanya terhadap Ditya semakin bertambah.

Marissa tersenyum miring dan menunjukkan sebuah rekaman yang di ambil dari kamera kecil yang berada di mobil Melvin. Di sana, terlihat Ditya yang mengotak-atik mobil Melvin. Ipad besar milik Marissa tentu menampilkan rekaman itu dengan jelas.

"Wajah putra mu bukan?" tanya Marissa membuat Wetti menelan ludahnya dengan susah payah.

"Oke. Berapa ganti rugi yang harus saya bayar!?" tanya Wetti dengan sombong.

Zavira melotot mendengar itu, apa Wetti tidak tau siapa Melvino Dewangga Garenza dan Marissa Delya Garenza!? Berani sekali mengatakan kalimat itu.

"Saya tidak butuh uang mu! Yang saya butuh hanyalah permintaan maaf kepada putra saya." ucap Marissa.

"Tidak akan pernah ada maaf untuk keluarga mu." ucap Wetti.

Marissa tersenyum miring. "Baiklah. Mobil yang rusak akibat aksi putra mu memiliki harga 4,3 milyar rupiah. Saya hanya meminta mu untuk ganti rugi seperempat dari harganya, belum termasuk dengan biaya rumah sakit. Setuju?" tanya Marissa.

Mobil yang digunakan Melvin bukanlah mobil murah. Itu adalah mobil kedua yang Melvin beli dari hasil restorannya. Kecelakaan tadi membuat Melvin sangat kecewa, karna mobil itu adalah salah satu hasil dari keringatnya.

Wetti yang mendengar pernyataan dari Marissa hanya menganga. Wanita itu tentu tak sanggup menganti kerugiannya.

"Jadi lebih baik minta maaf, atau ganti rugi?" tanya Marissa.

Tentang Kasta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang