04. MENDEKAT 🐻

1.3K 112 17
                                    


Happy Reading ^_^

. . . . .

"Gue gak bisa turun malam ini" ucap Rellza kepala Xavi lewat panggilan telfon, mengabarkan tidak bisa ikut balapan.

"Pokoknya besok pagi gue jelasin deh semuanya, udah ya bye" Rellza pun menutup panggilan telfonnya.

Setelah makan malam tadi, Rellza masih berdiam diri di kamarnya tak berniat untuk tidur karena memang belum mengantuk. Dia sedikit merenungi apakah keputusannya tinggal bersama seseorang yang mengaku ayahnya ini benar? Jika memang lelaki ini adalah ayahnya, berarti dia adalah lelaki yang sama yang mengusir sang ibu di saat mengandungnya. Membuat ibunya mati-matian berjuang sendiri untuk menghidupi dan membesarkannya.

Ibunya memang berkata itu hanyalah sebuah kesalahpahaman, ayahnya sebenarnya tidak berniat untuk mengusirnya. Tapi tetap saja, ayahnya berarti tidak mempercayai sang ibu yang notabene saat itu adalah istri dari ayahnya, namun karena ego sang ayah tega membuang cintanya sendiri. Bukankah kata jahat masih terlalu baik untuk sang ayah. Jujur saja ada sepercik benci dalam hatinya untuk sang ayah yang sedikit tidak bertanggung jawab akan istri dan anaknya.

"Ibu, Rellza harus gimana?" Gumam Rellza yang sedang berbaring di kasurnya memandang langit-langit kamarnya.

Lama bergelung dengan pikirannya sendiri membuat Rellza terpejam dan tanpa sadar masuk ke dalam alam mimpi. Dia cukup lelah menghadapi perubahan situasi yang ia alami ini. Jika bertanya tentang barang-barang Rellza semua sudah tertata rapi di kamarnya setelah diambilkan oleh Sean dan maid yang membereskannya.

. . . . .

"Pagi ini ayah yang antar kamu" ujar Arche di sela-sela sarapan bersama sang putra tunggalnya. Sungguh ia tidak ingin melewatkan hal-hal kecil seperti ini, baginya hal kecil ini sangat berharga karena sempat ia lewatkan selama 15 tahun.

"Gue bukan anak kecil kali, bisa pergi sendiri" balas Rellza dengan malasnya seperti biasa sembari melahap nasi goreng sosis yang cukup enak menurutnya.

"Kamu udah tinggal di sini sekarang, nanti kamu nyasar"

"Lo pikir gue anak TK kagak tau jalan pulang heh"

"Ayah gak bilang kamu anak TK sih" sela Arche.

"Cihh, pokoknya gue pergi sendiri" putus Rellza. Sungguh dia tidak mau pergi dengan duda prik satu ini.

"Ya udah ayah ikutin sampe ke kelas kamu" sepertinya Arche bukan orang yang mudah menyerah. Dia akan terus berjuang untuk mendapatkan hati beruang madu ini apapun caranya.

"Waahh selain duda prik, lu kagak waras juga kayaknya, jangan-jangan psikopat juga lo ya" tuduh Rellza sambil mengacungkan sendoknya ke arah wajah sang ayah.

"Tuh mulut minta dijahit, kalo ayah psikopat udah ayah mutilasi kamu. Ayah buat jadi Rellza geprek, daging kamu ayah buat rendang, tulang kamu ayah sop, bola mata kamu ayah buat boba, atau-"

"Stop..!!! Sumpah lo ya dasar duda prik kagak waras" sentak Rellza yang merinding mendengar untaian kata manis yang barusan sang ayah tuturkan membuatnya bergidik ngeri.

"Whatever" jawab Arche dengan rasa tidak bersodanya sambil menyantap buburnya dengan tenang.

"Cihh .." Rellza jadi tidak berselera untuk menghabiskan nasi gorengnya, karena membayangkan sosis itu adalah jari-jari tangan manusia yang di potong kecil-kecil. Namun dia selalu diajarkan oleh sang ibu untuk selalu menghabiskan makanan, karena di luaran sana banyak yang bahkan tidak bisa makan. Kasihan juga yang sudah membuat makanannya, kasihan juga untuk petani padi, cabai, bawang, dan bumbu lainnya yang sudah menanam tanaman rempah yang ada di makanannya. Terpaksa ia habiskan makanan yang ada di hadapannya ini walau perutnya agak mual.

Beruang Pemarah ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang