08. PENYEBAB 🐻

1K 107 21
                                    

Happy Reading ^_^

. . . . .

Seminggu berlalu namun hubungan Arche dan Rellza tidak ada kata membaik, bahkan sekarang Rellza benar-benar tidak ingin berdekatan dengan sang ayah. Tidak peduli jika setiap malam dia tidak bisa tertidur, dia tidak lagi mau menyusup ke kamar ayahnya. Arche pun yang biasanya menempelkan dirinya kepada Rellza walau dengan penolakan sekarang terlihat menjaga jarak. Tampak sangat menyibukkan diri dengan pekerjaan, pergi sebelum matahari terbit pulang setelah tengah malam.

"Lo masih musuhan sama ayah lo?" Tanya Galen sambil nyemilin micin.

"Sejak kapan gue punya ayah?"

"Anak conda lo, ayah Arche lo pikir siapa?"

"Sedeket apa lo sama si duda prik itu manggilnya ayah begitu?" Rellza tanpa sadar memincing seperti tidak suka.

"Semenjak dia jadi sugar Daddy kita" balas Galen seraya merangkul Xavier.

"Dihh"

"Apa gue nikahin aja ya Ayah Arche sama bunda gue" Galen mengetuk-ngetuk dagunya seakan berpikir.

"Dihh najis banget gue sodaraan sama lo"

"Uhukk .. uhukk .." Xavier yang tadi sedang minum air dari gelasnya pun tersedak karena mendengar ucapan Rellza. Sontak hal itu membuat kedua sahabatnya melihat ke arahnya.

"Za, lo ngakuin dia ayah lo?" Tanya Xavier setelah mengatasi batuknya.

Rellza nampak bungkam setelah menyadari ucapannya barusan.

"Za, gue tau perasaan lo pasti sakit banget denger cerita kalo ayah lo sendiri yang ngusir ibu lo. Tapi Za, lo udah pernah nanya hal itu dari sudut pandang ayah lo?" Galen mode serius bahkan dia sudah menyingkirkan micinnya terlebih dahulu.

"Buat apa?"

"Ya buat cari kejelasan tentang salah paham yang terjadi" balas Xavier.

"Semua udah jelas mau itu salah paham atau bukan, intinya dia ngusir ibu gue tanpa percaya dengan apa yang ibu gue bilang"

"Sekarang gini, misal ibu lo masih ada. Terus tiba-tiba ibu lo meninggal dengan bukti kalo gue yang ngerencanain pembunuhan ke ibu lo. Apa lo bakal percaya kalo gue jelasin ke lo, bukan gue pembunuhnya?" Xavier mulai beranalogi.

"Gue .. "

"Gak bakal percaya kan, lo pasti lebih percaya ke bukti yang ada. Persetan kita sahabatan dari orok sekalipun lo pasti gak akan percaya karena ini menyangkut orang tua lo" balas cepat Xavier melihat keraguan dari Rellza.

"Sama halnya ayah lo Za, dia lagi di fase terpuruk saat itu."

Rellza menunduk tak tahu apa yang harus ia katakan.

"Za, Lo sekarang sama kayak ayah lo dulu, gak mau tau fakta yang sebenarnya terjadi. Lo cuma terpaku sama rasa sakit dan benci yang lo rasain. Bedanya, ayah lo udah mulai bergerak untuk keluar dari rasa sakit itu, dan berusaha untuk memperbaiki segalanya. Sedangkan lo, masih betah tenggelam dalam lautan benci yang ngebunuh lo sendiri" Galen menepuk pelan pundak Rellza seakan memberi penenangan.

"Jadi maksud kalian gue yang salah di sini?" Sentak Rellza tiba-tiba.

Kedua sahabatnya menghela nafas pelan, padahal tak ada niatan mereka untuk menyalahkan Rellza.

"Gak ada yang salah, gak ada yang bener. Kalian berdua punya porsi  kesalahan masing-masing. Kita sahabat lo, ketika lo salah kita akan berusaha buat narik lo ke permukaan kebenaran. Dan kalo lo memang bener kita akan bela mati-matian"

"Kita cuma mau lo bahagia Za, lo gak akan pernah bahagia kalo terus nyimpan kebencian tanpa mau cari tahu kebenarannya"

"Dan terkhusus gue, gue gak mau lo nyesel nantinya. Kehilangan ayah itu sama sakitnya dengan kehilangan ibu, gue gak mau nantinya lo kehilangan ayah lo tanpa ada kata maaf diantara kalian" ucap Galen mulai menyendu.

Beruang Pemarah ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang