k2: sebuah surat

518 101 127
                                    

Bryan mengetuk pintu kamar dengan lembut, "Alesha."

Alesha, yang tengah berusaha menahan air matanya, cepat-cepat menghapus sisa-sisa tangis di pipinya. Ia mengalihkan pandangan dari Bryan.

Bryan melangkah masuk dan duduk di samping Alesha. Ia menatap Alesha, sementara Alesha menunduk, menghindari tatapan dari Bryan.

"Alesha, aku bisa jelasin," ujar Bryan penuh harapan.

"Apa yang perlu dijelaskan? Kamu jelas-jelas punya hubungan dengan dia," potong Alesha, matanya berkilat menahan air mata.

Bryan menggeleng cepat, berusaha menyangkal, "Tidak, itu tidak benar, kamu salah paham."

"salah paham gimana?, Aku lihat di depan mata aku sendiri. Kamu belum berubah, Bryan," lirihnya, suaranya penuh kekecewaan.

"Aku mau kita akhiri saja hubungan ini. Kita.... CERAI," tegas Alesha, menekankan kata 'cerai' dengan suara gemetar namun lantang.

Bryan menggeleng keras, sedikit marah, "GAK! Aku Gak mau kita cerai!"

"Besok aku akan ke pengadilan untuk mengurus surat cerai," balas Alesha dingin.

Bryan berusaha menenangkan, "Alesha, aku sayang dan aku cinta sama kamu. Aku gak mau kita pisah. Semua yang kamu lihat itu gak benar, aku bisa jelasin, jadi gini kan tadi Aletta-" belum sempat Bryan melanjutkan perkataannya itu, respon Alesha seolah tidak mau mendengarkan penjelasan dari Bryan, Alesha merebahkan dirinya di kasur dan tidur menghadap ke samping membelakangi Bryan sementara Bryan menatapnya sendu.

Bryan menghela nafas seolah frustasi dengan semua ini.

Malam berlalu. Bryan memutuskan untuk membiarkan Alesha tidur, memberi waktu untuk beristirahat sebelum dirinya menjelaskan semua dengan jelas.

***

Pagi hari, pukul 09.25, Bryan terbangun saat melihat jam weker, dirinya terkejut matanya langsung terbuka lebar. Ia memiliki rapat penting hari ini tapi satu orang pun tidak ada yang membangunkannya.

Bryan melirik kesamping dan dia tidak melihat Alesha, Bryan dengan segera mencari Alesha di sekitar rumah, entah rasanya berkata semuanya tidak baik-baik saja. Setelah cukup ia mencari di semua ruangan dan tidak ada keberadaan Alesha dan dirinya hanya menemukan sebuah surat putih di atas lemari. Ia mengambil surat itu dan membukanya dengan perasaan cemas.

"Untuk Bryan,

Bryan... Maaf kali ini aku egois. Sejujurnya Aku benar-benar kecewa sama kamu, kamu ingkar janji sama aku, terutama saat aku sedang mengandung anak kita. Mungkin ini yang terbaik untuk kita berdua. Aku mungkin belum sepenuhnya sempurna di mata kamu. Tapi, tanpa kamu tau aku selalu berusaha menjadi sempurna di mata kamu, aku selalu pergi ke salon, menjaga pola makan ku, merawat wajah ku, untuk siapa? Untuk kamu. Tapi sepertinya, semuanya sia-sia.
tapi aku berharap setelah ini kamu menemukan yang jauh lebih baik dari aku. Meskipun aku kecewa sama kamu, tapi aku tidak mau melihatmu sakit, jadi tolong... makanlah dengan teratur. Setelah kamu membaca surat ini, jangan cari aku dan anak kita. Aku akan menjaga anak ini dengan baik. Di dalam laci ada sebuah surat dan aku sudah mendatanganinya. Sekarang, giliranmu untuk menandatanganinya.

Aku mencintaimu, Bryan. Aku akan merindukanmu.

Dari Alesha."

Bryan membaca surat itu dengan air mata yang mengalir deras. Badannya bergetar seolah ia merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Surat itu seolah menghancurkan semua harapan yang ia miliki untuk masa depan bersama Alesha dan anak mereka.

Bryan mencari surat di laci seperti yang tertulis. Saat menemukannya, ia tidak percaya Alesha telah menandatangani surat itu. Emosinya memuncak, dan ia meremas surat itu hingga kusut, membuangnya dengan kasar. Bryan duduk dengan putus asa, kepalanya tertunduk, menangis dan marah.

"Aaaaaaaa sial!" teriak Bryan keras, memukul lemari dengan penuh kemarahan, napasnya tersengal-sengal saat ia mencoba menenangkan dirinya.

***


23,12,2022







Terimakasih udah mampir

Janlup votmen nyaa

Janlup tinggalkan jejak

Janlup follow

Feedback dm.

KARAFERNELIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang