01 | TAMU TAK DI UNDANG

1.9K 195 49
                                    


"Saya ingin punya kehidupan bahagia bersama kamu."
—Semesta Agapito Galaxa

****

Selamat pagi di ucapkan dari bibir manis milik Djiwa, sosok wanita yang kini sedang memandangi wajah tampan milik Semesta.

Hidung mancung, rahang yang tegas, alis yang rapih serta wangi yang selalu membuat Djiwa betah berlama-lama di dekat Semesta.

Meski sedang tidur, tapi pesona Semesta tidak hilang sama sekali. Namun sesekali Djiwa terkikik kecil melihat bibir Semesta yang terbuka.

Mengingat hari yang semakin terang, Djiwa memilih bangkit dan mandi. Setelahnya ia singkap tirai jendela agar cahaya matahari pagi masuk ke dalam kamar.

Lenguhan Semesta terdengar di telinga Djiwa, laki-laki itu menggeliat seperti anak bayi.

"Mandi mas, saya buat sarapan," ucap Djiwa lalu turun ke bawa.

Djiwa lebih dulu membuka semua tirai yang ada, ia juga membuka pintu dan jendela agar angin segar masuk ke dalam rumah.

Percayalah, Djiwa sangat tidak menyangka jika ia akan di boyong ke sebuah komplek perumahan yang cukup mewah menurutnya.

Kata Semesta, komplek perumahan yang hanya ada tiga belas rumah itu sudah di rencanakan ada sejak lama. Pemiliknya pun bukan orang lain, dan tiga belas rumah itu sudah di tempati oleh pemiliknya masing-masing.

Perumahan Jacaranda yang asri karena di kelilingi pepohonan, sangat memanjakan mata.

Tak terasa sarapan pagi telah di hidangkan Djiwa, nasi goreng dengan telur mata sapi siap di santap.

Semesta turun, namun bukannya langsung ke meja makan, ia lebih dulu ke ruang belakang untuk memberi makan hewan-hewan peliharaannya.

"Djiwa, kayaknya Keju muntah," ujar Semesta menghampiri Djiwa di meja makan.

"Makan dulu ah, mas, itu nanti aja saya bersihin," kata Djiwa mendelik. Sedang berada di meja makan tapi malah membahas muntah kucing.

"Saya cuma bilang, bukan nyuruh kamu bersihin. Biar saya aja," kata Semesta duduk.

Semesta segera makan begitu juga dengan Djiwa, setelah makan Semesta memang langsung membersihkan muntah kucing kesayangannya, tidak lupa ia mandikan beberapa kucing.

"Kalau udah berumah tangga emang beda, ya, pagi-pagi udah ngurus anak," celetuk seseorang.

"Anak babon?" celetuk yang lain.

Semesta menoleh, kemudian melanjutkan kegiatannya. "Perasaan yang matanya minus itu gue, kok jadi lo yang sok buta," cetus Semesta sarkas.

"Beuhh, mas, kalau ngomong kok suka nyakitin," ujar laki-laki tinggi yang mempunyai julukan gapura kabupaten, Pramudya Yudistira namanya.

"Tapi emang bener, sih. Itu kan musang, bukan babon," ujar Adinata Gautama.

"Sama aja, bego. Itu kucing," ketus Narendra Parama yang mulai kesal karena dua teman kurang waras ini.

Tiga penghuni komplek tersebut sedang lari pagi menikmati waktu luang mereka.

"Istri mana, mas?" tanya Pram menatap ke dalam pintu.

"Ngapain nanya istri orang? Mau nyebar jaring kusut lo lagi?" tanya Nata mendelik.

"Cuma nanya. Kalau ketemu mau gue tanya, servis mas Esta memuaskan, gak?" ujar Pram yang langsung di siram air oleh Semesta.

"Pergi lo semua," ketus Semesta hendak mengamuk.

Ketiga laki-lakinya itu langsung berlari, namun Pram sudah mengambil langkah cepat karena takut di amuk.

DJIWA SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang