14 | ARUNA DIKALA HUJAN

493 78 16
                                    

"Boleh mencintai dia sedalam dan selama apapun, tapi jangan halangi dia untuk mencintai pilihannya."
— Pramudya Yudistira

****

Semesta tak bisa berhenti berdoa demi keselamatan istri dan anaknya, sejak mereka sampai di rumah sakit, ia tidak tahu bagaimana keadaan mereka. Mereka sampai di rumah sakit sekitar pukul lima pagi, Semesta juga langsung di obati dan ia sempat untuk sholat subuh disana.

Suasana di rumah sakit semakin terasa sendu ketika hujan turun, meski hanya rintik-rintik kecil, namun udara dingin semakin terasa.

"Esta," panggil Isvara, ibu mertuanya.

Melihat kedatangan mertuanya, Semesta langsung bersimpuh di hadapan mereka. "Mah, maafin Esta," ucapnya menangis. Rasa bersalah menyelimuti hatinya.

Isvara meraih lengan Semesta. "Ini bukan salah kamu, sudah, jangan seperti ini," ucapnya menarik Semesta untuk bangun.

Raden menarik Semesta ke dalam pelukannya. "Terimakasih sudah menyelamatkan Djiwa. Papah tidak tahu harus bagaimana kalau Djiwa sampai tidak selamat."

"Tapi Djiwa sakit, Pah," ucap Semesta.

"Kita berdoa untuk keselamatan Djiwa dan anak kalian," ucap Raden mencoba tegar.

"Gue mau doa banyak-banyak semoga nanti kalau punya mertua yang baiknya kayak mertua Mas Esta," ucap Yasa berbisik pada Pram.

"Gue pikir orang tua Djiwa bakal ngamuk ke Mas Esta," balas Pram.

"Sama, njir. Panik gue waktu mereka berdua datang."

"Siapa dulu yang jemput," celetuk Mahesa sembari merangkul Narendra.

"Lo berdua lupain gue?" ketus Abi yang di sambut tawa manis Mahesa dan Narendra. Pasalnya mereka bertiga lah yang datang dan menjelaskan keadaan Djiwa ke orang tuanya.

Mereka semua menunggu dengan cemas, Semesta menoleh ke luar rumah sakit, hari mulai terang, bahkan ia bisa melihat setitik cahaya yang muncul di ujung langit timur.

"Permisi, dari keluarga ibu Djiwa!"

"Saya suaminya, suster," ucap Semesta cepat.

"Alhamdulillah anak bapak sudah lahir, bayinya perempuan."

"Alhamdulillah, Ya Allah," ucap Semesta kembali menangis bahagia. Mereka yang ada di sana pun ikut lega dan bahagia.

"Tapi karena anak bapak lahir lebih cepat dari waktu yang seharusnya, maka dari itu anak bapak harus di rawat terlebih dahulu, Pak."

Semesta mengangguk. "Istri saya gimana, suster?"

"Dokter sedang menyelesaikan operasi istri bapak, untuk kondisinya, biar dokter saja yang menjelaskan nanti. Saya permisi dulu." 

"Boleh saya lihat anak saya?"

"Nanti ya, Pak. Saya akan beritahu jika anaknya sudah bisa di jenguk."

"Baik, terimakasih, suster."

Sepeninggalan perawat tadi, Semesta langsung di serbu teman-temannya. Mereka semua memeluk Semesta hingga suasana menjadi sedikit berisik.

"Selamat jadi bapak-bapak!!" ucap Abi menarik kepala Semesta dengan kasar dan mencium rambutnya. Mungkin Abi lupa jika kepala Semesta sedang di perban.

"Selamat jadi ayah!!" Pram memeluk Semesta erat.

"Akhirnya gue punya ponakan, yeeeyyy!!" pekik Satria.

"Esta udah jadi bapak euyy." Sakti ikut bersuara.

DJIWA SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang