"Orang yang benci kita akan selalu mencari cara untuk menghancurkan kita."
— Adinata Gautama****
Semesta mematikan layar komputernya dan segera keluar kamar saat Djiwa memanggilnya.
"Mas!"
"Iya, kenapa?" tanya Semesta menghampiri Djiwa di dapur.
"Boleh minta tolong beliin tomat di warung depan?"
"Tomat aja?"
"Iya. Beli tiga ribu aja ya. Eh sekalian beli daun seledri sama daun bawang dua ribu juga." Djiwa menyodorkan uang lima ribu rupiah pada Semesta.
Semesta menatap uang itu tak yakin. "Tomat tiga ribu, seledri dua ribu?"
"Iya."
"Emang bisa?"
"Hah?"
"Emang bisa cuma beli cuma segitu?"
"Ya bisa. Belinya sedikit aja buat pelengkap sup," kata Djiwa.
"Yakin?"
"Yakin. Udah buruan, nanti keburu mateng ini," kata Djiwa lagi sembari mendorong Semesta untuk keluar dari dapur.
Semesta merasa tidak yakin untuk membeli bahan tersebut, ia keluarkan sepeda karena jarak yang dekat, hanya di sebrang gapura perumahan saja.
Sepanjang jalan, Semesta masih menatap uang yang di berikan Djiwa sembari mengingat apa saja yang harus ia beli.
"Bu, beli tomat tiga ribu, seledri dua ribu," ucap Semesta pada penjual.
"Seledrinya di campur, gak?"
"Hah? Campur apa, bu?"
"Di campur ini," jawab penjual itu menunjuk daun bawang.
"Gak usah yang itu, bu, kata istri saya beli seledri sama daun bawang," ujar Semesta polos.
Penjualnya tertawa melihat kepolosan Semesta.
"Ya ini daun bawang, mas."
Semesta memperbaiki letak kacamatanya untuk menghilangkan rasa malu dan gugupnya. Di warung itu juga ada dua ibu-ibu yang sedang memilih sayuran.
"Ih baru kemarin suami bilang kalau anak tetangga suka pulang larut malam, eh tadi subuh dengar maknya nangis karena anaknya di grebek polisi di hotel sama cowok-cowok."
"Yang bener, bu?"
"Ya bener. Heboh tadi."
"Duh ngeri ya anak muda jaman sekarang."
"Ho'oh. Yang cewek suka jual diri, yang cowok suka sesuka hati merusak. Duh mau jadi apa mereka ini."
Rasanya sudah cukup Semesta mendengar gosipan ibu-ibu itu, ia langsung membayar belanjaannya dan kembali pulang ke rumah.
Yang ada di pikiran Semesta adalah ukuran daun bawang yang besar padahal bawang tidak sebesar itu, juga ia memikirkan dimana letak bawang itu tumbuh karena daun tersebut sudah memiliki akar di bawahnya.
"Ini beneran daun bawang, yang?" tanya Semesta memperlihatkan belanjaannya pada Djiwa.
"Iya, kenapa?"
"Kok akarnya di sini, terus bawangnya tumbuh dimana? Ini daun bawang merah atau bawang putih? "
"Beda, mas. Ini daun bawang prei. Bukan bawang merah apalagi bawang putih."
"Bawang prei yang kayak gimana?"
Pertanyaan itu membuat kepala Djiwa gatal, sudahlah panas karena api kompor, di tambah lagi pertanyaan dari suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DJIWA SEMESTA
General FictionJika kamu mencintai sesuatu, maka lindungi. Itu yang paling alami di dunia. "Saya bahagia kamu terlahir di bumi." -Semesta Agapito Galaxa "Tidak perlu judul lain. Saya ingin kisah ini hanya kamu dan saya tokoh utamanya." -Angkasa Djiwa Pitaloka