15 | CERITA DI MINGGU PAGI

603 80 12
                                    

"Jatuh cinta dengan tulus itu tidak mudah. Menikah juga bukan permainan. Kita sudah janji untuk hidup bersama dengan pasangan kita, jadi kita harus terima baik dan buruknya. Jangan bandingkan rumah tanggamu dengan orang lain, itu tidak penting."
— Semesta Agapito Galaxa

****

Hari mulai berganti minggu, minggu mulai berganti bulan. Rasanya baru kemarin Semesta melihat anaknya terbaring lemah di rumah sakit dengan berbagai alat-alat kesehatan, kini ia sudah bisa melihat anaknya berada di kamar dengan mata dan mulut terbuka. Ketika Djiwa meletakkan Aruna di kasur, Semesta dengan rusuh merebahkan tubuhnya di samping anaknya.

"Selamat pagi, tuan putri," sapa Semesta mengecup pipi tembam anaknya. "Wangi banget anak ayah."

"Iya anaknya wangi, tapi ayahnya bau," cibir Djiwa merotasikan matanya malas. "Mandi gih."

"Gak mandi juga tetap ganteng," balas Semesta mengedipkan matanya pada Aruna. "Iya kan, cantik?"

Mengabaikan ucapan Semesta yang suka terlalu percaya diri, Djiwa menepuk pundak suaminya agar menyingkirkan karena ia akan memakaikan Aruna baju.

"Pake baju pink biar apa?"

"Biar cantik lah, kepo banget," sewot Djiwa. "Mandi sana, nanti anaknya keluar malah ikut keluar terus gak mandi pagi. Mentang-mentang gak ke kantor."

Semesta mendelik kemudian bangkit, namun ia sempat mencuri satu kecupan manis di bibir Djiwa. "Baiklah ibu Djiwa," godanya.

Setelah siap memakaikan Aruna baju, Djiwa membawa Aruna untuk berjemur di teras. Matahari pagi sangat bagus untuk Aruna, maka dari itu Djiwa sering berjemur di luar.

"ARUNAAA!!!"

Suara cempreng Nata dan Pram terdengar jelas hingga membangunkan Aruna yang tadinya mulai tertidur.

"Ya ampun cantik banget ponakan gue pake bando begini," ujar Pram gemas sendiri.

"Pagi tuan putri Aruna, paman Nata yang ganteng datang," ucap Nata tercengir bagai kuda.

"Pagi-pagi udah berisik banget," ujar Djiwa. "Tumben joging cuma berdua, biasanya sama bang Naren."

"Naren belum bangun, habis mabok dia semalam," jawab Nata tanpa dosa.

"Serius?" pekik Djiwa.

"Bercanda, hehe. Semalam dia ada acara bareng Bang Jay sama Bang Mahesa, terus pulangnya jam dua, makanya belum bangun," ucap Nata mengklarifikasi.

"Acara apaan sampao jam dua?"

"Gak tau. Katanya kumpul sama temen gereja."

"Mas Esta mana, Wa?" tanya Pram mengganti topik.

"Mandi. Oh iya, tolong ambilin kursi dong, Bang, pegel berdiri terus," ujar Djiwa.

Pram langsung mengambil kursi teras dan membawanya ke dekat Djiwa, beruntung cuaca pagi ini benar-benar bersahabat. Panasnya hangat dan udara masih sejuk, sangat cocok untuk di jadikan waktu berjemur dan berolah raga.

"Dia tidur ya?" tanya Nata pelan, rasanya ia ingin sekali mencolek pipi Aruna namun ia sadar jika ia berkeringat dan tangannya pun tidak di jamin bersih. "Dih ngorok."

"Bobok mulu sih, bangun dong, udah pagi," kata Pram mencolek ujung kaus kaki Aruna.

"Namanya juga bayi, Bang, mau ngapain lagi kalau gak tidur," ujar Djiwa menggeleng pelan.

"Pengen gue telan rasanya," ujar Pram gemas.

"Sekate-kate lo mau nelan anak orang. Lo di telan Mas Esta baru tau," ketus Nata menempeleng kepala Pram.

DJIWA SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang