"Menyimpan dendam hanya mempersulit hidup, saya gak mau jadi orang jahat."
— Angkasa Djiwa Pitaloka*****
"An nyeong haee seeoooo."
"Annyeong."
"Annyeonghaseooo."
"Ann--"
"Anjing berisik banget sih lo." Sakti mengumpat pada Jayendra yang sedari tadi mengucapkan hal yang sama tanpa henti. "Ngapain sih?"
"Lagi belajar bahasa Korea, ah lo bukannya bantu malah ngomel-ngomel," balas Jayendra kesal.
"Belajar bahasa Korea buat apa?" tanya Semesta.
"Gue ada kerja sama dengan pemilik restoran Korea, terus dia bakal datang ke sini, jadi gue harus bisa bahasa Korea biar gampang komunikasi," jawab Jayendra.
"Emang kapan tu oppa datang kesini?" tanya Satria.
"Besok pagi."
"Allahuakbar! Heh buntut sapi! Lo ngerasa punya otak sepinter Albert Einstein, hah?" ujar Satria heboh. "Nyerah aja lah, Jay. Pake bahasa Inggris aja, lagian ketemunya besok pagi tapi baru belajar malam ini, sok pinter lo."
"Masalahnya gue gak bisa juga bahasa Inggris," ujar Jayendra tercengir.
"Makanya kalau sekolah jangan cuma tas doang yang di dalam kelas, orangnya malah di kantin," cetus Satria.
"Gak sadar diri," timpal Semesta.
"Minta ajarin Mahesa lah, bego, dia kan dosen bahasa Inggris," ujar Sakti.
"Lah iya juga. Kita punya temen dosen bahasa Inggris tapi gak ada yang bisa bahasa Inggris," ujar Satria.
"Apa hubungannya? Lo punya temen orang China tapi lo gak bisa bahasa China kan?" sela Sakti sensi.
"Nah kan jadi gue yang salah," gerutu Satria. "Lagian masa lo gak bisa bahasa Inggris sih, Jay? Lo kan orang China."
"Gak ada hubungannya, dodol," ketus Jayendra menepuk tengkuk Satria.
Semesta hanya menggelengkan kepalanya heran melihat tingkah temannya, memang selalu ada saja yang bisa mereka katai setiap harinya, dan selalu saja ada cerita di tiap harinya.
Malam ini Semesta bersantai di depan rumah Sakti bersama teman seumurannya, Satria dan Jayendra. Di temani empat cangkir kopi dan gorengan yang Satria beli di depan gang, pembicaraan malam itu sangat random dan tidak bertema.
"Bang Bagas habis nikah aura galaknya makin kelihatan, njir. Masa tadi pagi gue di sembur cuma karena panasin motor doang. Kata dia WOY SUARA MOTOR LO NGERUSAK GENDANG TELINGA," ujar Satria menggebu-gebu, matanya yang sipit pun ia paksa agar terbuka lebar.
"Karena lo geber-geber motor, orang masih pagi udah berisik aja," ketus Sakti karena ikut terganggu dengan kejadian tadi pagi.
"Untung Aruna gak nangis tadi pagi, kalau sampai nangis, gue bakar motor lo," ketus Semesta juga.
"Ih apa sih? Gak segitunya kali, kalian jahat, tapi Bang Bagas tadi pagi emang kejam banget," cicit Satria.
"Namanya juga bapak-bapak," cetus Jayendra. "Jangan-jangan dia kurang belaian dari Mba Aza."
"Jangan gitu," tegur Semesta. "Dia agak stress akhir-akhir ini, kerjaan dia numpuk banget katanya."
"Nah ini alasan gue gak mau punya perusahaan sendiri, takutnya jadi stres," kata Satria.
"Bacot, Sat," ketus Sakti. "Bilang aja gak mampu."
"Tai lo, Ti," balas Satria. "Bilang aja lo iri."
KAMU SEDANG MEMBACA
DJIWA SEMESTA
General FictionJika kamu mencintai sesuatu, maka lindungi. Itu yang paling alami di dunia. "Saya bahagia kamu terlahir di bumi." -Semesta Agapito Galaxa "Tidak perlu judul lain. Saya ingin kisah ini hanya kamu dan saya tokoh utamanya." -Angkasa Djiwa Pitaloka