"Tuhan, jangan lagi."
— Semesta Agapito Galaxa****
Djiwa meringis ketika merasakan perih di pergelangan kakinya, ketika ia membuka mata pemandangan pertama yang ia lihat adalah Raka.
"Hai," sapa laki-lami itu tersenyum lebar. "Nyenyak banget tidurnya."
Djiwa hendak memberontak ketika Raka dengan lancang mengelus perutnya namun ia baru sadar jika kedua tangannya terikat.
"Raka lepasin gue."
"Ngapain? Kamu mau kabur emangnya?" Seakan tak terjadi apa-apa, Raka tersenyum. "Kamu lihat, aku udah siapin rumah impian kita."
Otomatis Djiwa melihat ke sekeliling, ternyata benar jika ia tengah berada di dalam rumah bercat putih dan di hiasi beberapa tanaman penyegar, rumah yang rapih bahkan di lengkapi foto-foto Djiwa dan Raka saat pacaran dulu.
"Aku siapin rumah sesuai keinginan kamu. Lihat ke luar jendela, sayang. Disana banyak bunga mawar merah yang lagi mekar, terus di belakang sana ada danau buatan yang aku buatin khusus untuk kamu."
Djiwa menggeleng cepat. "Raka lepas, gue mau pulang."
"Mau pulang kemana? Ini rumah kamu, rumah kita."
"LEPASS!!!"
Bukannya terkejut, Raka malah tertawa, semakin lancang mengelus perut Djiwa. "Anak kita lahir beberapa minggu lagi, kan? Aku gak sabar banget. Perempuan, kan? Aku udah siapin nama untuk dia."
"Anak kita?" beo Djiwa tak menyangka, emosinya membuncah. "Ini aku gue sama mas Esta. Lo jangan gila."
"Jangan sebut nama cowok lain disini," desis Raka tajam. "Kamu tau kan kalau aku benci kamu sebut-sebut nama cowok lain?"
"Yang gue sebut itu suami gue sendiri," sentak Djiwa. "Harusnya lo sadar diri."
Plakk
Djiwa terkejut mendapat tamparan dari Raka, tamparan kedua setelah yang ia dapatkan di mobil hingga ia terluka.
"Gak ada yang lain, cuma ada aku disini, jadi kamu harus jaga sikap," bisik Raka mengecup puncak kepala Djiwa sebelum keluar pergi ke dapur.
"RAKA GUE MAU PULANG!!"
"LEPASIN GUEEE!!!"
"RAKAAAA!!!!"
"TOLOOONGGG!!!"
"Sayang stop teriak-teriak, gak akan ada yang datang," tegur Raka tersenyum miring, ia kembali dengan secangkir air putih. "Ayo minum, nanti kamu dehidrasi."
Tentu saja Djiwa menolak. "Jangan dekat-dekat gue."
"Minum, sayang. Kamu gak kasihan sama bayi kita?"
"JANGAN SEBUT ANAK GUE DENGAN SEBUTAN BAYI KITA. INI BAYI GUE DAN MAS ESTA."
PRANGG!!!
Mata Djiwa terpejam erat, lagi-lagi ia terkejut atas perlakuan Raka. Apalagi saat Raka mencekik lehernya dengan satu tangan.
"Jangan buat aku marah atau kamu mau ulang kenangan kita dulu, kamu masih ingatkan apa yang aku lakuin kalau aku marah, hm?"
"Lep--pas, Rak."
"Berhenti bertingkah. Selama aku masih baik, harusnya kamu bersyukur, aku bisa aja buang anak yang ada di dalam perut kamu," bisik Raka membuat Djiwa panik bukan main.
Air mata Djiwa mengalir, ia menggelengkan kepalanya berusaha melepaskan tangan Raka namun cekikan itu semakin kuat.
"Ingat. Aku masih marah karena kamu tinggalin aku dulu, jadi bersikap baik, oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DJIWA SEMESTA
General FictionJika kamu mencintai sesuatu, maka lindungi. Itu yang paling alami di dunia. "Saya bahagia kamu terlahir di bumi." -Semesta Agapito Galaxa "Tidak perlu judul lain. Saya ingin kisah ini hanya kamu dan saya tokoh utamanya." -Angkasa Djiwa Pitaloka