• Fernandez Fam •

5.1K 830 93
                                    

Happy Reading

Sorry for typo

Cukup lama menunggu dengan perasaan tidak tenang bahkan kesal yang masih terasa dalam nadi Jeka, pemuda itu langsung bangkit berdiri saat mendengar derit pintu ruangan di mana Lisa berada terbuka.

Wanita tua yang dia tau sebagai dukun beranak itu muncul dan berjalan keluar membawa sesuatu yang dibungkus rapi dengan kain putih. Orang pertama yang dihampiri wanita tua itu adalah dirinya. "Aku akan menanam janin ini. Kau bisa menemuinya," ucap si wanita tua.

Dan tanpa harus menunggu lama, Jeka langsung saja masuk ke ruangan. Dia bisa melihat jelas Lisa yang berbaring dengan pandangan yang sama sekali hampa. Matanya bengkak, masih tampak jelas sisa air mata di wajah cantik kekasihnya itu.

"Lisa ..." Jeka melirih. Tangannya berusaha meraih pundak kekasihnya.

"Kau pasti merasa lega," ucap Lisa sembari perlahan memalingkan wajahnya pada Jeka.

Tak ada kata yang tepat untuk Jeka keluarkan saat ini selain permintaan maaf bertubi-tubi, walau semua itu percuma, Lisa tak lagi sama. Bahkan Jeka mampu merasakan tatapan kebencian menusuk dalam dirinya. "Lisa, tidak seperti itu. Aku mencintaimu dan aku mencintai dia. Dia anakku juga."

"Dia bukan anakmu!" Lisa berkata tegas dan perlahan bangkit duduk. Jeka hendak membantu, tapi Lisa menolak bantuan tersebut. "Kau setuju untuk menyingkirkannya dari dunia ini. Jangan pernah katakan dia anakmu lagi."

Jeka bersimpuh di sisi tempat tidur. "Maafkan aku, Lisa. Aku memang pengecut, aku memang brengsek. Tapi, kau harus tau bahwa aku memilihmu, aku juga memikirkan masa depanmu. Kita terlalu muda untuk memiliki anak bersama. Aku juga baru memulai karirku, dan kau pun sama. Kau menginginkan debut sebagai idola. Lisa, tolong pahami kali ini saja."

Lisa tersenyum ketir. Kekecewaan sebenarnya nampak jelas di wajahnya. Simpuhan Jeka pun tak dia pedulikan. "Ya, kau harus sukses besar dengan karirmu. Kau harus bersinar seperti yang kau impikan sejak dulu."

Jeka bangkit berdiri, memegang pundak Lisa dengan erat. "Kau juga. Aku akan menunggumu di puncak kesuksesan. Kita akan bersama, aku berjanji."

Lisa menampilkan senyum miris. Bagaimana bisa laki-laki ini hanya memikirkan tentang dirinya, sementara Lisa memikirkan calon anaknya. Demi Tuhan mereka berbeda, Lisa bahkan berniat meninggalkan agensi demi membesarkan anaknya, tapi Jeka dia memilih industri hiburan yang gemerlap itu.

Memang seharusnya mereka tak bersama.

• • •

• • •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lisa melempar dengan kuat ponselnya ke dinding sebagai bentuk dari luapan emosinya setelah kembali dari rumah dukun beranak itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lisa melempar dengan kuat ponselnya ke dinding sebagai bentuk dari luapan emosinya setelah kembali dari rumah dukun beranak itu. Emosinya benar-benar mencapai puncak. Di saat Lisa terpuruk seperti ini, Jeka masih mengutamakan dirinya sebagai seorang idola dan meninggalkannya di apartemen begitu saja.

Bukankah dia sangat menyedihkan saat ini? Bukan kah dia bodoh?

Orangtua dan saudari-saudarinya pasti akan sangat kecewa, jika dia pulang dalam kondisi mengandung seperti ini. Tapi, sungguh Lisa tidak tau ke mana dia harus mengadu dan berlindung, jika bukan pada keluarganya sendiri. Apa pun yang akan dia hadapi dari keluarganya nanti, sekuat mungkin akan dia hadapi.

Lisa sudah bertekad. Niatnya itu sudah bulat. Lisa akan pergi. Pergi tanpa meninggalkan ucapan perpisahan. Pergi dengan meninggalkan tanda tanya pada siapa saja yang mengenalnya selama di negeri ini, terutama untuk Jeka.

Beruntung dia tidak menggunakan identitas dirinya yang sebenarnya saat menjadi trainee. Semua orang di negeri ini tau dia berasal dari Thailand, but mereka salah.

• • •

Pintu kamar dengan nuansa hampir seluruhnya berwarna pink itu terbuka dengan kasar. Jennifer Fernandez, kakak kandung Lisa, putri kedua dari garis keturunan Fernandez itu berderap memasuki kamar sang kakak, Jessica Fernandez, anak tertua keluarga kaya tersebut.

"Jess, kau yang paling dekat dengan Lisa." Setelah obrolan pesan di grup keluarga Jennifer memang langsung menemui kakaknya. "Apa yang terjadi padanya?" tanya Jennifer yang akrab disapa Jen. Bagaimana pun sabagi kakak tentu Jen akan khawatir dengan adik kecilnya yang tiba-tiba saja memberikan kabar akan pulang mendadak. "Tolong, aku tidak ingin mendengar tentang dia mentraktir teman-temannya makan di restoran mahal atau menonton konser lagi."

"Mungkin itu yang dia lakukan. Dia tidak mengatakan apa-apa selain dia dalam keadaan baik dan dia segera pulang karena tidak masuk line debut."

Jen tertawa. Tidak mungkin adiknya gagal. Alisa itu adalah yang terbaik. Kemampuan adiknya luar biasa. "Dia menggunakan uang yang tidak sedikit. Dan tidak mungkin dia gagal. Alisa adalah yang terbaik. Aku menonton seluruh video latihannya. Tapi, perasaanku tidak enak. Dia bisa saja terlibat pergaulan bebas di sana."

"Jennifer!" Jessica menghela napsnya.

"Apa kau tidak berpikir, apa yang dia lakukan di sana? Dia bisa saja terlibat pergaulan bebas dengan teman-temannya."

Jessica spontan melempar Jen dengan bantal kecil di atas tempat tidurnya. "Jauhkan pikiran bodoh itu. Alisa hanya remaja 15 tahun yang butuh bersenang-senang. Kau pikir menjadi trainee itu mudah? Dia harus berlatiha sepanjang waktu. Biarkan dia menikmati masa remajanya. Kau sendiri yang bilang, Alisa yang terbaik dan bisa menjaga dirinya."

Jennifer bergumam. Sedikit kesal mendapat lemparan bantal dari sang kakak. "Seharusnya kau yang dijodohkan dengan Valerio sialan itu!"

Jessica spontan tertawa. "Astaga, kau masih dendam, hm? Kau ke sini bukan hanya karena Alisa, tapi ingin meracau tentang laki-laki itu. Ayo lah, Valerio juga menyukaimu."

"Menyukai your ass," umpat Jen dan langsung meninggalkan kamar sang kakak.

"Oh hello, Jen, kau ke sini juga." Itu Rosaline, putri ketiga keluarga Fernandez. Dia baru saja menyelam dalam dunia model dan mulai mendapat perhatian banyak pihak khususnya brand mewah karena kecantikannya yang luar biasa.

Dia sedikit terkejut bertemu kakaknya di rumah Jessica.

Jen tak menyahuti ucapan sang adik dan malah berjalan pergi begitu saja.

"Jangan lupa makan malam bersama daddy dan mommy." Rosaline berteriak pada Jennifer. "Gosh, apa yang terjadi dengan dia?"

BERSAMBUNG

Jangan lupa tinggalkan votes dan komen ya.
Thank you!

ɴᴏᴛ ʏᴏᴜʀ ꜱᴏɴ • ʟɪꜱᴋᴏᴏᴋTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang