• Abscond •

5.2K 849 158
                                    

Hallo again!

Happy Reading

Sorry for typos

Entah sudah berapa kali Jeka hanya membaca pesan adiknya. Dan sudah berulang kali pun Jeka mencoba mengabaikan panggilan masuk dari adiknya itu.

Sejak kabar kedekatan hubungannya dengan Juli terkuak publik dan dikonfirmasi oleh agensi masing-masing, sejak saat itu lah Cristhalia tak henti mengoceh padanya. Sedikit penolakan dilakukan keras oleh adik perempuannya, walau Jeka sudah menjelaskan berulang kali bahwa itu hanya hubungan yang diatur oleh perusahaannya demi menutup masalah yang dia buat di USA kala itu. Tapi, sepertinya Cristhalia tidak bisa menerima penjelasan Jeka.

Kini Jeka duduk di mobil, jok belakang, perjalanan kembali ke rumahnya. Hari ini adalah hari ulang tahun adiknya. Momen yang hanya datang satu tahun sekali. Sudah beberapa kali dia melewatkan ulang tahun Cristhalia. Dan tahun ini, saat mendapatkan kesempatan, Jeka tak ingin melewatkan lagi, walau hanya mampir sebentar.

Dari kejauhan dia sudah bisa melihat gerbang rumahnya yang masih tertutup rapat. Bukan lagi sesuatu hal yang baru, Cristhalia biasanya akan merayakan ulang tahunnya bersama teman-teman sekolahnya satu hari setelah perayaan bersama keluarga. Entah apa yang ada di pikiran gadis yang menginjak usia 17 tahun itu, tapi hal tersebut bak kebiasaan yang dia jalani setiap tahunnya.

Jeka sejenak merendahkan pandangannya, melirik pada layar ponsel. Ibunya menelepon. Segera saja dia menjawab panggilan tersebut bersamaan dengan roda kendaraan yang memasuki pekarangan kediamannya.

"Hallo, Bu ..." sapa Jeka.

"Kau tidak lupa, jika hari ini adalah hari ulang tahun adikmu kan?" Suara sang ibu mengalun lembut dari seberang.

Sepucuk senyum terukir di wajah Jeka. Mobilnya berhenti di depan pintu utama rumahnya. Dia menoleh sejenak pada kotak hadiah berukuran besar di sampingnya. "Tidak, Bu. Aku sudah menyiapkan hadiah terbaik untuknya."

"Benarkah? Thalia pasti senang. Dia menanyakanmu sejak tadi. Kau bisa pulang, Jeka?"

Jeka mengangguk, walau gerakan itu tak bisa dilihat oleh sang ibu. "Aku sudah di depan rumah, Bu" ucapnya.

"Benarkah?"

"Benar, I-" Belum selesai menjawab panggilan telepon antara ibu dan anak itu justru terputus. Jeka memandang layar ponselnya kemudian mengedikkan bahu sebelum akhirnya pemuda itu memutuskan untuk keluar dari mobil.

Hendak mengeluarkan kotak hadiah berwarna biru terang untuk sang adik, atensi Jeka sepintas tertuju pada pintu berdaun dua yang terbuka. Ah, itu pasti ibunya yang menghampiri.

Jeka berderap dan berdiri tepat di hadapan sang ibu dengan menampilkan senyum terbaiknya. Wanita itu pun langsung menyambut sang putra dengan pelukan hangat. "Akhirnya kau datang juga, Jeka."

Jeka membalas pelukan sang ibu dengan lembut nan hangat. Dia juga merindukan wanita itu, walau tak menampik beberapa minggu lalu mereka bertemu. "Thalia akan menyumpahiku, jika tahun ini absen lagi dari ulang tahunnya," ungkap Jeka. "Aku memutuskan datang. Lagipula aku kebetulan sekali aku tidak memiliki jadwal hari ini."

"Apa yang kau bawa, Jeka?" Pandangan ibunya tertuju pada kotak hadiah yang berada dalam genggaman Jeka.

"Hadiah kecil untuknya."

"Repot sekali. Apa dia memintanya?"

Jeka menggeleng sembari berjalan bersama ibunya memasuki kediaman mereka. "Sebenarnya tidak, Ibu. Tapi, Ibu, tau sendiri dia sedang marah padaku."

ɴᴏᴛ ʏᴏᴜʀ ꜱᴏɴ • ʟɪꜱᴋᴏᴏᴋTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang