• Empty Heart •

4.9K 770 97
                                    

Happy Reading

Sorry for typo

Persawat pribadi dengan lambang keluarga di bagian ekornya itu sudah jelas menunjukkan siapa pemiliknya. Kapal terbang itu perlahan mulai bergerak dan meninggalkan landasan. Lisa bersandar sembari terus memandangi langit malam beserta pijakan bumi yang mulai menjauh. Cahaya lampu-lampu yang mulai mengecil dari angkasa. Dia tersenyum perih. Dia benar-benar meninggalkan mimpinya, rasa cinta pada Jeka, dan semua kenangan bahkan membiarkan hatinya mati untuk kota tersebut.

Rai yang duduk berhadapan dengan Lisa sejenak menghembuskan napas. Dia tau ada yang tidak beres dengan putri bungsu dari bos besarnya ini. Lisa tidak pernah menekuk wajahnya seperti ini. Tidak pernah murung. Tidak pernah diam, kecuali dia sedang tidur. Dia adalah gadis yang ceria. Anaknya yang selalu terbakar semangat untuk segala sesuatu, tapi sungguh kali ini seakan Rai melihat sosok yang berbeda, bukan Alisa Fernandez yang biasanya.

Apa yang terjadi? Apa latihan menjadi idola itu yang membuat Lisa tampak seperti orang yang berbeda?

"Kau yakin tidak ingin menceritakan apa pun padaku, Alisa?"

Lisa masih tak acuh. Dia tidak berada pada realitas. Lisa seperti tengah memikirkan banyak hal dengan beban yang berat.

"Alisa ..." Rai bersuara lagi sembari mencondongkan tubuhnya dan menyentuh pergelengan tangan si bungsu Fernandez.

Lisa yang akhrinya kembali pada kenyataan segera saja berdeham. "Aku baik-baik saja," ucapnya.

"Kau lupa, jika aku sudah bersamamu sejak kau masih kecil. Sedikit saja perubahan sikapmu aku tau, Alisa. Dan kau masih ingin menutupinya dariku dengan mengatakan kau baik-baik saja? Diammu sudah menunjukkan sesuatu sedang terjadi padamu."

"Jangan bertingkah seolah-olah kau tau segalanya tentang aku, Rai. Dua tahun kita hidup terpisah."

Rai tersenyum kecil. Itu sifat Alisa. Keras kepala, ambisius dan sedikit arogan yang turun dari ayahnya.

Lisa menundukkan wajahnya, memandang pada jemarinya yang saling bertautan satu sama lain. "Aku hanya mengalami masa yang sulit, tapi aku akan baik-baik saja."

Rai mengangguk. Senyuman kecil masih tercetak di bibirnya dan pandangannya tak lepas dari Lisa. Ah, mungkin memang benar latihan yang keras dan kecewa karena gagal yang menyababkan gadis itu terlhat sedih seperti ini. Semoga akan membaik dan Lisa yang dulu kembali lagi setelah bertemu keluarganya. Saat seperti ini bukan kah keluarga yang paling nyaman untuk bersandar dan menghibur?

"Alisa, aku yakin kau bisa menghadapi apa pun yang terjadi di dalam hidupmu. Keluargamu dan aku akan selalu ada untukmu," ucap Rai dan membuat bibir Lisa tersenyum.

"Thank you."

• • •

Beberapa jepretan kamera ponsel mengarah padanya saat Jeka berlari keluar dari dorm. Percayalah sebentar lagi akan ada banyak cuitan tentang dirinya, pasalnya Jeka pergi begitu saja tanpa adanya pengawalan dari agensi, bukan kah itu sedikit mengejutkan? Walau hari sudah larut, tapi tak sedikit orang yang masih berlalu-lalang di jalanan.

Jeka terus berlari tak memikirkan jarak dari dorm-nya dengan tempat tinggal Lisa. Dan jujur saja memang tidak jauh, tapi cukup membuat lelah dengan berlari seperti itu.

Pemuda itu buru-buru menuju lantai unit apartemen Lisa. Tangannya dengan lihai memasukkan sandi pintu untuk mendapatkan akses masuk. Bryan bersamanya, dan tak mengelak rekannya itu kelelahan.

ɴᴏᴛ ʏᴏᴜʀ ꜱᴏɴ • ʟɪꜱᴋᴏᴏᴋTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang