✨5✨

671 65 11
                                    

Selamat membaca

.

.

.

.

.

.

.

.

Suasana di ruang tamu hening membuat mereka berdua menjadi canggung satu sama lain. Taufan masih setia menunggu mama yang berada disamping nya berbicara. Sepulang dari pemakaman papa, mama ingin berbicara dengannya.

"Mama mau ngomong apa?" Tanya Taufan memecahkan keheningan, ia sudah tak tahan dengan keheningan diantara ia dan mama.

"Kemana saja kamu selama 3 tahun? Kenapa gak pulang?" Tanya mama membuat Taufan diam sejenak.

"Apa kamu masih marah dengan mama dan papa?"Tanya mama lagi.

"Pada waktu itu, aku memang marah dan juga kecewa pada mama dan papa."

"Maafkan mama karena mama pernah mengatakan hal-hal yang kasar pada mu."Ujar nya menyesal.

Ia meraih tangan sang mama lalu menggenggamnya. "Aku sudah memaafkan mama."

Taufan berujar sembari tersenyum. Mama langsung memeluk Taufan, Taufan juga membalas pelukan nya. Mereka melepaskan pelukan nya setelah beberapa detik berlalu.

"Kamu belum jawab pertanyaan mama yang tadi."

"Selama 3 tahun, aku tinggal di rumah paman karena aku masih marah sama mama dan papa."

Rumah pamannya Taufan tidak jauh dari sekolah asramanya.

"Kalau misalnya kamu pindah ke sekolah adikmu? Kira-kira kamu mau gak?"

"Hahh?" Taufan tentu saja terkejut mendengar pertanyaan yang diajukan oleh mamanya. Apa ia tidak salah mendengar?

"Maaf karena mama menjauhkan kamu dengan adikmu, mama tahu kamu tidak mau jauh-jauh dengan adikmu."

"Mama serius?"

"Gak, mama cuma becanda tadi."

"Ihh kok gitu sih mama."

"Iya seriuslah pake nanya lagi atau kamu mau mama berubah pikiran?"

"E-eh jangan dong!"

Taufan tidak mau berlama-lama di sekolah asrama karena ia tidak bisa bertemu dengan adik tersayangnya. Taufan rindu sekali dengan adiknya.

"Oh iya, Thorn dimana iya? Daritadi aku gak ngeliat Thorn."

"Mungkin dia di kamar nya."

"Ohh, kalo gitu Taufan ke kamarnya Thorn iya."

Mama mengangguk. 

Taufan beranjak dari sana, lalu menaiki beberapa anak tangga menuju lantai atas. Sampailah di depan pintu kamar, ia langsung membuka pintu tersebut. Keadaan kamar tidak terlalu gelap karena mengandalkan cahaya bulan yang berasal dari luar jendela sebagai sumber cahaya yang menerangi kamar tersebut. Ia melihat Thorn tengah duduk di sisi ranjang nya membelakangi Taufan dan juga terdengar suara tangisan yang memenuhi setiap sudut kamar. Ia berjalan mendekatinya dan duduk disamping nya. Merasa disamping nya ada seseorang, Thorn segera menoleh ke arah samping.

"Ssst, jangan menangis lagi. Entar wajah imut mu itu hilang loh."Ucap Taufan sembari menghapus jejak air mata yang membasahi wajah manis Thorn.

"Hikss...tt-tapi kan t-thorn ganteng bukan imut."Ucap nya dengan nada cemburut.

"Hahaha bercanda Thorn."

Setelah Thorn mulai agak tenang, Taufan bertanya, "Ohh iya kamu belum tidur juga? Udah malem loh ini, besok kan kamu sekolah."

"Thorn gak mau sekolah, kalo Thorn bolos sekolah boleh gak?"

"Loh kenapa?" Taufan sedikit heran mendengar perkataan Thorn.

"Thorn malas aja ke sekolah."

"Besok kamu harus masuk sekolah, gak boleh bolos - bolos sekolah."

"Boleh iya kak?"

"Gak boleh."

"Boleh iya?"

"Gak boleh."

"Boleh!"

"Gak boleh!!"

"Boleh iyaaaa plisss." Rengek Thorn sembari memasang wajah imut dan puppy eyes miliknya, berharap kakak nya akan luluh dan mengizinkan nya bolos sekolah.

"Kenapa? Kamu pikir aku akan luluh dengan tatapan memelasmu itu? Ga ada bolos-bolos sekolah, tidur sana."

Seketika harapan nya pun sirna.

Thorn cemberut, ia langsung membaringkan tubuh nya diranjang. Taufan menarik selimut Thorn sampai ke dada. Taufan hendak keluar dari kamar tetapi tangan nya tahan oleh Thorn.

"What's wrong?"

"Kakak disini aja, tidur sama aku iya, pleaseee." Pinta Thorn.

Thorn bakalan berubah menjadi anak yang manja jika bersama dengan orang yang ia sayangi.

Taufan tersenyum, "Aduhh kamu ini kaya anak kecil aja."

"Biarin Thorn kan emang masih kecil."

 "Iya deh." Taufan mengiyakan ucapan Thorn.

Taufan berbaring disamping Thorn. Ia memberikan kecupan pada puncak kepala Thorn sebelum Thorn tertidur. Setelah beberapa menit, Thorn tertidur dengan pulas. Taufan memang belum tidur, ia sedari tadi menatap ke arah langit – langit kamar. Kemudian matanya beralih menatap wajah Thorn yang begitu damai saat tertidur. Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu pada pergelangan tangan Thorn. Ia meraih tangan Thorn dan terdapat luka lebam pada tangan Thorn. Taufan baru sadar jika tangan Thorn terdapat luka lebam.

"Hah? Ini luka apaan?"Ucap Taufan dalam hati.

Kemudian ia menggulung lengan baju piyama Thorn. Ternyata terdapat juga luka – luka pada lengan Thorn. Melihat itu Taufan terkejut, ekspresi wajahnya berubah menjadi marah. Ia mengibaskan selimut yang menutupi badan Thorn. Ia menggulung celana piyama Thorn. Dugaan nya benar, terdapat juga luka lebam dari paha sampai betis. Tambah terkejut lah Taufan. Pantas saja, Thorn selalu memakai baju dan celana yang panjang, itu bertujuan untuk menyembunyikan luka-luka tersebut. Berdasarkan apa yang Taufan lihat, luka tersebut seperti luka pukulan. 

Siapa yang melakukan ini? Itulah pertanyaan yang muncul di benak Taufan. 

Apa mungkin mama nya yang melakukan ini? Tidak mungkin! Taufan sangat mengenal mamanya. Semarah-marahnya mama, ia tidak akan memukul orang, begitu juga dengan ayahnya. Apa jangan – jangan teman sekolah Thorn yang melakukan ini? Jika benar teman sekolahnya melakukan ini pada Thorn, ia akan mencari orang tersebut dan memberi pelajaran pada orang tersebut.

Taufan ini sangat proktetif kepada adiknya. Jika ada orang yang menyakiti adiknya, ia tak akan segan-segan menghajar pada orang tersebut.

Taufan manarik kembali lengan baju dan celana piyama Thorn yang sempat di gulung oleh nya. Ia memilih untuk kembali tidur.









TBC

Kurang lebih cerita nya sampai sini dulu, sampai ketemu lagi di chapter selanjutnya 👋

Jangan lupa di vote dan juga komen nya

My Savior Brother ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang