Dua pasang kaki berjalan beriringan menuju parkiran. Sekelilingnya sangat sepi, mungkin hanya tersisa mereka berdua. Taufan menoleh ke arah Thorn, meremas kedua tali tasnya untuk menyalurkan rasa cemasnya. Entah apa yang membuat Thorn cemas seperti itu.
"Thorn!"
Lelaki tersebut langsung menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Taufan.
"Kenapa?"
"Kamu mikirin apa sih? Mikirin kakak?"
"Bukan."
"Terus?"
"Gak mikirin apa-apa."
"Kamu tuh gak jago ngeles, udah ngomong aja."
Thorn hanya menghela nafas pelan. Beginilah nasibnya mempunyai seorang kakak yang super peka.
"Thorn khawatir sama Kak Ying."
"Kenapa dia?"
"Tadi Thorn nguping pembicaraan Kak Fang di telepon, katanya Kak Ying dalam bahaya."
"Kenapa harus khawatir? Fang, Gopal sama Solar juga bakal nyelamatin Ying."
"Iya, Thorn tahu. Tapi entah kenapa perasaan Thorn gak enak sama mereka bertiga."
"Udahlah Thorn, ngapain juga kamu peduliin mereka."
"Kak...Thorn serius," Rengek Thorn seperti anak kecil sembari mengguncangkan lengan Taufan. Melihat tingkah Thorn membuat Taufan menjadi gemas sendiri.
"Kenapa sih kamu masih tetap baik dan peduli sama mereka?"
"Kalo Thorn jahat sama mereka, apa bedanya Thorn sama mereka."
Taufan langsung terdiam. Apa yang dikatakan oleh Thorn memang benar.
"Dimana Ying?"
"Katanya sih di lapangan indoor."
"Iya udah, kita ke sana."
Taufan dan Thorn masih setengah jalan menuju parkiran, memutuskan untuk kembali masuk ke dalam sekolah menuju lapangan indoor yang terletak di lantai atas. Sesampainya di depan pintu masuk lapangan Indoor yang terbuka lebar, Kedua pasang mata dapat melihat perkelahian sengit yang sedang berlangsung. Fang, Gopal, dan Solar tampak kewalahan menghadapi para lawan dengan jumlah cukup banyak. Hati Taufan tergerak untuk membantu mereka.
Mata taufan beralih menatap Thorn dengan serius, "Kamu tunggu sini, iya? Jangan masuk ke dalam!" Mendengar peringatan dari sang kakak, Thorn hanya mengangguk.
Taufan menerobos masuk ke dalam arena perkelahian. Taufan melayangkan beberapa pukulan dan tendangan, menangkis serangan lawan dan juga turut membantu Fang, Gopal, dan Solar saat terdesak oleh serangan lawan. Thorn yang sedari tadi memperhatikan perkelahian tersebut, matanya tak sengaja menangkap salah satu lawan menodongkan pisau lipat ke arah Solar yang membelakangi lawan. Tak ingin hal buruk terjadi dengan Solar, Thorn langsung berlari ke arena perkelahian untuk menghalangi usaha sang lawan, tak menghiraukan perintah sang kakak. Thorn dapat merasakan pisau tersebut menembus perutnya. Sakit, itulah yang dirasakan oleh Thorn. Cairan merah mulai membasahi seragamnya, beberapa tetes darah juga berjatuhan di lantai.
Solar memangku kepala Thorn yang sudah mulai kehilangan kesadarannya.
"T-thorn?" Solar memanggil Thorn dengan nada bergetar.
"K-kakak, g-gapapa?" Tanya Thorn diambang kesadarannya. Mendengar pertanyaan Thorn membuat Solar tak kuasa menahan air matanya padahal Thorn yang terluka tetapi ia masih sempat-sempatnya mengkhawatirkan dirinya.
"Harusnya gw yang nanya kaya gitu ke lu."
Thorn terkekeh pelan, pandangan semakin buram sebelum kegelapan merenggut kesadarannya. Solar menggelengkan kepalanya keras, tetesan air mata berlinang tiada henti membasahi pipinya, ditangkupnya kedua pipi Thorn sembari menepuk pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Savior Brother ✓
Novela JuvenilHari-hari yang selalu dijalankan oleh Thorn di sekolah selalu dipenuhi oleh rasa takut dan cemas. Luka demi luka selalu Thorn dapatkan setiap harinya dari perlakuan bullying yang dilakukan Solar dan teman-temannya. Mengapa Solar selalu membully Thor...