Thorn masih senantiasa berdiri di depan kamar Taufan, sesekali juga ia mengetuk pintu kamar Taufan. Sejak siang hari hingga sekarang, tepatnya di malam hari ini, kakaknya sama sekali belum keluar dari kamarnya untuk makan. Mama sudah membujuk Taufan untuk turun ke bawah dan makan, tetapi Taufan tetap senantiasa berada di dalam kamarnya. Mama yang sudah angkat tangan lalu menyuruh Thorn untuk membujuk kakaknya. Thorn kembali mengetuk pintu kamar Taufan, berharap Taufan membukakan pintu.
"Kak, ayo turun ke bawah. Kakak kan belum makan."
Tidak ada jawaban dari dalam kamar.
Thorn kembali mengetuk pintu kamar tersebut. "Kak, buka pintunya dong..."
Lagi-lagi, tidak ada jawaban dari dalam kamar.
Thorn hanya menghela nafas dengan sabar. Thorn tahu kenapa kakak mengurung dirinya di kamar seharian. Tentu saja, karena berita tentang kakaknya yang sempat heboh di sekolah.
Sementara di dalam kamar, Taufan tengah berbaring di ranjang sembari menatap ke arah langit-langit kamar. Sekelebat kejadian di sekolah berputar bagaikan kaset di otaknya. Taufan lelah dengan semuanya. Kenapa semua orang tidak mempercayai dirinya? Bahkan orang tuanya juga tidak mempercayai dirinya. Padahal, niatnya hanya ingin menolong Sunny tetapi ia malah dituduh melakukan hal yang tak ia lakukan.
Taufan membuka HP miliknya. Jarang sekali HPnya mendapatkan banyak notifikasi dari Whatsapp. Ia tahu pasti murid-murid di sekolah tengah membicarakan dirinya. Ia membuka grup obrolan kelas dan benar saja, isinya obrolan tersebut tentang dirinya.
"Eh guys, kalian tahu gak? Gw dapat info kalo si pembunuh itu di keluarin dari sekolah."
"Taufan di keluarin? Serius lu?"
"Seriuslah, masa gw bohong. Dia dikeluarin dari sekolah karena tuntutan dari orang tuanya Solar."
"Kalo gw jadi orang tuanya, gw juga bakal lakuin hal yang sama."
"Gw kasian sama Solar dan orang tuanya."
"Iya sih, tapi gw juga kasian sama Zella juga."
"Betul! Apalagi Zella kan sahabatnya Sunny."
"Wih beneran di keluarin? Baguslah si pembunuh itu di keluarin dari sekolah. Dia emang pantes kok dikeluarin!"
"Iya cuy, kalo dia masih berkeliaran di sekolah, yang ada kita lagi yang jadi korban psikopatnya."
"Ihh mengerikan, gw jadi takut njir."
"Takut apaan anjir? Orangnya aja udah di DO."
"Harusnya si pembunuh itu dimasukin aja ke penjara, biar dia membusuk disana!"
"Gw setuju itu."
"Benar juga iya, biar dia dapat ganjarannya juga."
"Huh..." suara helaan nafas pelan keluar terdengar cukup jelas. Taufan memilih untuk keluar dari grup tersebut lalu menghapusnya. Ia terlalu malas untuk membaca chat selanjutnya dari murid-murid di sekolahnya. Mereka belum tahu saja bahwa pelaku yang sebenarnya merupakan orang yang mereka sebut sebagai sahabat Sunny.
Ngomong-ngomong, Taufan sudah tidak mendengar suara Thorn beserta ketukan pintu kamarnya. Apakah Thorn sudah pergi? Taufan beranjak dari ranjangnya lalu berjalan menuju pintu. Ia membuka pintu untuk mengeceknya. Betapa terkejutnya Taufan, ketika melihat Thorn tertidur di depan pintu kamarnya. Rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya. Taufan menggendong Thorn menuju kamar Thorn lalu meletakkannya di ranjang. Ia duduk di tepi ranjang sembari menatap wajah Thorn yang begitu damai saat tertidur.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Savior Brother ✓
Teen FictionHari-hari yang selalu dijalankan oleh Thorn di sekolah selalu dipenuhi oleh rasa takut dan cemas. Luka demi luka selalu Thorn dapatkan setiap harinya dari perlakuan bullying yang dilakukan Solar dan teman-temannya. Mengapa Solar selalu membully Thor...