Hai, sudah tamat, ya? Kisah perjalanan hidup Deka bersama temannya yang singkat telah usai sampai di sini. Apakah kalian akan tetap di sini juga?
Saya harap, kamu menyukai ceritanya, ya. Masih dalam tahap revisi, jika ada kesalahan, bisa diingatkan melalui kolom komentar. Terima kasih banyak semua.
-Selamat Membaca-
Salam ceria dari Matcha
(◍•ᴗ•◍)❤
•
•
•
•
•Y
Deka menepati janjinya. Memakamkan temannya di pemakaman yang layak. Sedih, kecewa, dan menyesal masih ada dalam dirinya. Membayangkan bagaimana nasibnya kelak. Hidup tanpa teman masa kecilnya, akan hambar dan kurang berwarna. Apalagi, jika memang ia akan dihidupkan di jeruji besi.Deka masih di pemakaman, bersila di antara makam Gallen dan Fathir. Makam yang berdekatan, membuatnya lebih mudah untuk menjangkau. Di sana, suasana sepi. Deka ditemani oleh dua orang polisi, berjaga-jaga apabila Deka tidak menepati janjinya lagi.
Deka menangis. Seumur-umur, tangisan ini adalah tangisan paling menyesakkan. Lebih hebat rasa sakitnya dibandingkan menangis karena kepergian Arisha. Tangisan bercampur gumam penyesalan, kata maaf selalu dilontarkan, tidak henti-hentinya pula berterima kasih.
Sudah sejam yang lalu Deka di sana. Belum ada niatan untuk meninggalkan makam temannya. Meski sinar mentari semakin terik, Deka tidak memedulikannya.
Diusapnya nisan Fathir, lalu menatapnya sendu. "Thir ... semuanya harus berakhir, ya? Ini salahku. Kenapa aku harus pergi begitu saja ketika kalian sibuk bertempur. Seharusnya aku tetap diam di sana, melawan dengan tangan kosong tanpa senjata, seperti yang kalian lakukan ...."
Deka menunduk, memejamkan matanya, berusaha meredam emosi dan tangisan.
"Kalau saja, aku gak mengutarakan pendapat itu, pasti, kalian gak akan seperti ini. Kita akan bahagia bersama. Menikmati hidup bersama, dengan pasangan kita. Sayangnya, semua angan itu sirna. Kita berpisah, dengan jarak yang sangat jauh. Kalian yang berada di sisi Tuhan, dan aku yang berada di sisi polisi. Berat. Tanggung jawabku masih ada, rasa penyesalan itu akan hilang lamanya."
Sungguh, penyesalan benar-benar ada di bagian akhir. Rasa takut selalu menyelimuti. Terlebih kata maafnya yang tak akan terbalas, kata terima kasihnya yang tak akan mendapat senyuman lagi. Dan kalimat menyesal yang tidak akan mendapat kalimat "tidak apa-apa." Semuanya harus ia pendam.
Melihat temannya yang kini terpendam di tanah. Bertabur bunga dan berpatok nisan. Dipayungi pohon kamboja dan beringin tua. Pakaian selembar kain putih yang digulung dan diikat, menyisakan ikatan putih bak kuncur di atas kepala. Hidung disumpal tisu selayaknya orang sedang flu. Tangan bersedekap di dada, kakinya rapat, badannya di miringkan.
Tanah kubur yang menjadi saksi, perubahan tubuh selama berhari-hari. Kian lama kain itu pergi, dimakan rayap tak bersisa lagi. Semakin hari ke tahun, pasti tubuh itu akan berkurang, menyisakan tulang belulang.
Deka membayangkan, bagaimana jika ia menyusul? Itu sebuah hal yang tidak baik. Tanggung jawabnya di dunia belum selesai. Balas budinya belum terlaksana. Membahagiakan orang tuanya, menemaninya hingga akhir hayat.
Deka beranjak, pindah ke makam Kalil di sebelah Gallen. Deka telah menyusun deretan makam dengan baik, mendekatkan makam Gallen dan Kalil agar mereka tidak terpisahkan. Mengetahui bahwa mereka sering bersama. Sedangkan Fathir, di sebelah makamnya kosong. Tanah kosong yang akan diisi olehnya, kelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Power Actuator (Terbit ✔️)
Science FictionPOWER ACTUATOR SUDAH TERBIT Tersedia di TBO Androbooks Link ada di bio Instagram @/tyningyaa_ atau cek bio @matchaIatte • • • Merdeka Indonesia, seorang pemuda yang berkeinginan untuk kembali mengubah dunia. Jauh dari keterpurukan, di bawah naungan...