Telungpuluh Telu

52 10 2
                                    

Cuaca pagi itu lagi cukup mendukung. Tidak terlalu mendung, tidak terlalu panas. Matahari sedang tidak narsis, bersembunyi di balik kemulan awan. Hari yang baik buat memulai kegiatan observasi nama-nama yang Tim Detektif Klenik Jabil curigai. Pukul tujuh pagi Yogo Keling sudah bersiap dengan jaket bomber dan topi hitamnya, tepat saat Nur Samsina menelepon. "Kamu lupa ya hari ini kita ada kegiatan di posyandu?"

Yogo Keling menepuk jidatnya, lupa sama sekali. "Iya, ini aku mau jemput. Maaf, ya, Dik, Mas bangunnya telat." Yogo mengutuk dirinya sembari bermotoran ke rumah Nur Samsina.

Sampai di rumah Nur Samsina, Yogo Keling disuguhi tempe goreng dan teh manis hangat. "Ibu juga kesiangan kayak kamu. Tunggu dulu, ya," pinta Nur Samsina.

"Calon menantu idaman, ya harus siap."

Nur Samsina tersenyum manis. "Hari ini kayaknya akan rame. Sekitaran Purwosari lagi banyak yang punya anak kecil soalnya. Usia sebulan-lima bulan gitu. Kemarin datanya baru nyampe sore, kita agak kelabakan nyiapin stok vitaminnya."

"Masih gemes-gemesnya, ya."

"Iya. Aku nggak ganggu rencana kamu hari ini, kan?"

Yogo Keling tersedak waktu menyesap teh manisnya. Dia mengernyit heran terhadap pertanyaan Nur Samsina. Kok, dia tahu? "Rencana?"

"Iya, biasa, acara nongkrong kamu sama Mas Jarwo dan Mas Rudi."

"Ohh... Aman-aman. Rudi lagi sibuk sama urusannya di Surabaya. Terus Jarwo lagi bantu-bantu jemur tembakau. Aku yang nganggur sendiri."

"Mas... emang bener ya Rudi bawa kabur Nyarmini?"

Yogo Keling terbatuk-batuk. "Beneran?"

"Kirain kamu tahu. Makanya aku nanya."

"Aku nggak tahu kalau Rudi bakal beneran senekat itu. Duh, gawat ini, mah."

"Tolong dikasih tahu, Mas. Kalau mau dapetin Nyarmini dan hati keluarganya jangan pakai cara senekat itu. Bisa dituntut hukum Mas Rudi-nya."

Yogo Keling garuk-garuk kepala. "Iya, nanti aku coba kasih tahu bocahnya." Yogo mendecak.

Terdengar embikan dari luar rumah. Yogo Keling sontak berdiri, waspada. Nur Samsina sampai kaget dibuatnya. "Kenapa, mas?"

Yogo menghambur keluar rumah dan menoleh kanan kiri. Nur Samsina menyusul. "Nyari apa, Mas?" tanya Nur Samsina.

Mata Yogo Keling tajam, menjangkau sekitaran rumah Nur Samsina, mencari tanda-tanda orang memelihara kambing. Dia mengendus-endus udara. Pertanyaan Nur Samsina menganggur diabaikannya. Nur Samsina menowel pundak Yogo Keling.

"Eh, maaf, dik. Tetangga kamu ada yang melihara kambing?"

Nur Samsina mengernyit bingung. "Hmm, seingatku sih nggak ada. Kenapa, memangnya, Mas?"

Yogo Keling menahan laju kata-katanya. Dia garuk-garuk kepala. Dari pintu rumah, muncul Ibu Nur Samsina, sudah mengenakan gamis seragam petugas Posyandu. Warnanya senada dengan yang dikenakan Nur Samsina sekarang. "Ayo, berangkat."

Sigap, Yogo Keling salim cium tangan ke Ibu Nur Samsina. Ketiganya berangkat jalan kaki ke Posyandu. Tiga ratus meteran dari rumah Nur Samsina.

Sejauh kaki melangkah sampai dekat tempat Posyandu, pikiran Yogo Keling bolak-balik menilik rencananya mengintai para dukun. Geraham Yogo Keling saling menggilas, gelisah. Awalan niatnya pagi ini adalah untuk mendapat sebanyak-banyaknya petunjuk. Obrolan ibu anak Nur Samsina dengan ibunya di sampingnya menjadi latar belakang yang samar-samar.

Yogo Keling baru keluar dari kerangka pikirannya saat dirinya menabrak tali pembatas antrian. Nur Samsina memegangi tangannya. "Kamu, nggak kenapa-kenapa, Mas? Dari tadi kayak kurang fokus gitu. Bapak sehat di rumah?"

KAMBING TENGKORAK - SERI SIDIK KLENIK #2 (Sekuel Karung Nyawa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang