Patangpuluh Loro

45 10 0
                                    

Jabil dan Yogo Keling baru bisa berangkat ke rumah sakit menjelang sore. Tamiul masih dalam posisi duduk bersila dengan mata putih total. Mulutnya komat-kamit bergetar. Jari-jarinya seperti sedang bertasbih melafalkan 99 nama Ilahi. Bola takrawnya berdesing berputar, lepas dari ikatan tali kolor, kemudian bergerak mengitari Tamiul. Kalau sudah seperti itu, Jabil tahu betul harus membiarkan Tamiul sendirian. Dulu sewaktu di pondok Ki Supono, Tamiul dibiarkan mengalami yang disebut Ki Supono sebagai transendensi selama berhari-hari bermalam-malam. "Dia harus melalui proses ini sampai selesai, tidak bisa diganggu. Kalau terputus tanpa sepenuhnya selesai, Tamiul bisa hilang kewarasannya," begitu kata Ki Supono. Jabil titip pesan ke Purnomo untuk mengecek Tamiul dan mengabarinya secara berkala. Awalnya Purnomo enggan, tapi setelah diberi tambahan insentif lima ratus ribu, Purnomo akhirnya mau.

Di rumah sakit, kamar rawat Rudi kebetulan berdekatan dengan Cak Modin. Jarwo sendiri masih belum mendapatkan cerita yang utuh dari Pakleknya, karena Cak Modin masih belum ikhlas kehilangan anggota badannya. Sepanjang malam Cak Modin menangis, menyesali kehilangannya, terlebih nanti dia dianggap orang cacat. Jarwo bingung mesti bagaimana. Dia membiarkan tangannya dijadikan lap ingus oleh Cak Modin yang tersedu-sedu melulu. Setidaknya, itu bisa menyingkirkan kengerian kecelakaan yang dialami oleh keluarga besar Ma'ruf Jamil si korban pertama. Jarwo sudah menceritakan kejadian itu kepada Jabil lewat pesan. Teror Kambing Tengkorak semakin merebak dan meresahkan. Kata Jabil, kemungkinan besar Kambing Tengkorak alias Jago Arit tengah menutup mulut para korbannya. Ma'ruf Jamil dan beberapa keluarga intinya mati dalam kecelakaan tadi siang. Kepala Ma'ruf Jamil pecah menghantam beton di dasar parit. Mobilnya ringsek. Jarwo bergidik melihat itu semua. Sekembalinya dia ke rumah sakit, keluarga korban Lestari Mustika sudah membawanya pulang. Jarwo yakin betul, Lestari Mustika akan berakhir hidupnya. Cak Modin dan Rudi kini tinggal menunggu giliran. Karena itu Jarwo setia menunggui Cak Modin. Dia baru bisa keluar saat keluarganya datang menggantikannya jaga.

Di sana, Jabil dan Yogo Keling sudah datang. Jabil dan Yogo Keling segera memberi pelukan dukungan kepada Jarwo. "Sepurane aku tadi pagi nggak megang hape. Semalam habis sowan ke rumah Karti Benguk. Tadi siang orangnya datang," kata Jabil. "Awakmu rapopo? Cak Modin piye?"

"Aku rapopo. Paklek lagi tidur, dijaga sama bapakku."

Jabil cerita singkat dengan suara pelan soal petunjuk yang mereka dapatkan dari Setan Kapak. Jarwo merinding mendengarkannya. Rudi baru sadar saat cerita Jabil mendekati ujung ketika Tamiul tiba-tiba diam seperti patung.

"Rud... piye piye?" Yogo Keling yang lebih dulu menyadari Rudi sudah siuman.

Rudi tertegun melihat tangan kirinya buntung dari siku. Dia menitikkan air mata. Jarwo menggenggam tangan Rudi yang kanan. "Sabar yo, Rud."

"Ceritanya kalau sudah siap ae, Rud," kata Jabil.

Rudi menarik tangan kanannya dari genggaman Jarwo. Dia kini mengusap-usap ujung tangan kirinya yang dibebat tebal. Rudi tertawa miris. "Kayaknya Kambing Tengkorak tersinggung gara-gara aku nantangin dia."

Jabil dan yang lain menyimak.

Rudi cerita soal bagaimana dia menjanjikan diri bisa menangkap pelaku penyerangan Lek Bari.

Yogo Keling berpikir. "Waktu itu lagi ada siapa saja di rumah Nyarmini, Rud?"

"Keluarga besarnya... Laksono dan antek-anteknya... sama... Ki Udin."

"Ki Udin?" Jabil masih membiarkan nama Ki Udin belum tercoret di papan investigasi. "Ngapain dia di sana?"

"Ngobatin luka Lek Bari," jawab Rudi.

"Aneh, kok nggak dibawa ke rumah sakit," gumam Yogo.

"Keluarga Nyarmini memang lebih percaya dukun daripada dokter," kata Rudi.

KAMBING TENGKORAK - SERI SIDIK KLENIK #2 (Sekuel Karung Nyawa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang