Patangpuluh Siji

40 8 1
                                    

Tamiul terdiam. Kilasan-kilasan ingatan pertemuannya dengan Tarom Gawat di celah dimensi yang disebutnya alam ketiga. Tak sadar tangannya gemetar. Firasatnya benar. Selama dua tahun di pondok Ki Supono ia sudah tahu, hanya saja belum yakin benar. Ia pikir kemunculan-kemunculan Tarom di sudut matanya kala itu merupakan perwujudan dari rindu dan penyesalan belaka.

"Maksud panjenengan bagaimana?" tanya Jabil ke Karti Benguk.

Karti Benguk kini menunjuk Jabil. Pemuda itu sampai tersentak ke belakang, menumpu dengan tangan di lantai. "Kau juga sudah tahu, hanya saja kau tak yakin. Bocah yang kau cari pernah mendatangimu."

Yogo Keling semakin tak mengerti. "Ini maksudnya bagaimana?"

Karti Benguk menoleh ke Tamiul lagi. Ia menepuk lantai cukup keras, merebut perhatian Tamiul kembali. "Hanya kau yang bisa masuk ke sana. Sebaiknya kau segera kuasai keahlianmu itu. Tidak usah ragu. Tidak usah takut. Dunia yang kita tinggali ini semakin tak aman dengan kemunculan Jago Arit. Dia tak akan berhenti."

"Ul?" Jabil menepuk-nepuk pundak Tamiul, tapi teman gawatnya itu bergeming saja.

"Aku tahu pertaruhannya sangat besar buat masuk ke alam asing itu. Tapi, ketika kau berhasil menjemput bocah gawat itu, usaha kalian untuk melenyapkan Jago Arit akan semakin mudah. Aku janji akan muncul lagi dalam pertarungan itu. Urusanku dengan Jago Arit belum selesai."

Karti Benguk menatap bergantian ke mereka bertiga. Jabil dan Yogo masih menagih jawaban dari Tamiul yang seperti orang baru mendengar berita buruk mencengangkan.

"Yawis, tunggu dia sadar dulu kalau begitu. Aku pamit, aku tak bisa berlama-lama. Bisa-bisa Jago Arit datang ke sini membantaiku."

Karti Benguk ambruk seketika. Teko kopi Jabil didekapnya. Yogo menoleh cepat menyaksikan, lalu bengong. Jabil sibuk menjentikkan jari di depan mata Tamiul. Tamiul masih bergeming, tak sadar situasi. Jabil menengok ke belakang badan Tamiul. Bola takrawnya berputar sendiri seperti gasing. Jabil tahu betul mesti menyingkir dari situ. Dia menarik Yogo Keling.

"Sekarang, piye?" tanya Yogo Keling, menatap bingung ke Karti Benguk yang terlentang dengan posisi kaki yang terbuka seperti kodok, sangat tak elok dipandang; lalu ke Tamiul yang duduk bersila, bergeming dengan mata mendelik putih semua.

Jabil terbatuk-batuk. Aroma tubuh Karti Benguk saat tak lagi diisi Setan Kapak bukan main baunya. "Kita mesti antar pulang Karti Benguk."

"Waduuh!" Yogo Keling ke jendela, melihat ke pertigaan Tobo. Ada tukang becak di sana. Jabil mendekati Karti Benguk hati-hati, menarik teko kopi kacanya. Ternyata susah. Dekapan Karti Benguk kuat sekali. Jabil mendesah pasrah.

"Panggilin Purnomo, Yog," pinta Jabil. Yogo Keling segera turun.

Tak lama, di bawah terdengar protes Purnomo. "Emoh! Ora sudi. Ora melu-melu aku!"

Balik-balik Yogo Keling sudah bawa tukang becak ke atas. Datang-datang, tukang becak itu menadahkan tangan ke Jabil. "Satus ewu, Mas."

Jabil melirik bingung ke Yogo Keling yang menimpalinya dengan angkat bahu. Jabil pun mengambil selembar seratus ribu dan diserahkan ke tukang becak. Tukang becak itu mulai mengangkat badan Karti Benguk. "Edaan, abot tenan! Kebanyakan dosa opo piye. Benguk benguk."

"Kebanyakan jin," celetuk Jabil. Tukang becak itu mengernyit heran, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan. Makin heran.

"Karti Benguk kok bisa sampai sini, piye ceritane?"

Jabil memberi selembar lagi seratus ribu. "Kesurupan bocil gamer." Tukang becak gembira menerima tambahan duit.

Pelan-pelan tukang becak menyeret Karti Benguk turun melalui tangga. Jabil dan Yogo Keling sama-sama enggan untuk turun tangan. Mereka ikut turun, memastikan tukang becak membawa keluar Karti Benguk dan ditumpangkan ke becak.

KAMBING TENGKORAK - SERI SIDIK KLENIK #2 (Sekuel Karung Nyawa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang