Telungpuluh Enem

43 9 0
                                    

Yang didengar Yogo Keling dari penjabaran reka adegan oleh Lek Narodo seperti ini:

Bu Sulis, ibu Nur Samsina, yang punya salah satu toko baju di pasar Tobo, pulang lebih telat dari biasanya karena hari itu dia mesti stok opname, dan karyawannya sedang sakit. Kebetulan juga hari itu dia kedatangan produk kiriman baru dari vendor yang diajaknya kerjasama. Bu Sulis baru selesai sekitar jam setengah sebelas malam. Kios-kios yang lain sudah pada tutup dan lampu sudah digelapkan. Lek Narodo berseloroh, membanggakan instingnya sebagai petugas keamanan dan keahlian yang telah tertempa sejak dulu waktu dia bertugas sebagai tentara NKRI, dia merasakan ada yang tidak beres di lingkungan pasar. Ceritanya melebar lebih dulu ke kiprahnya memergoki praktik judi togel dan capsa di Sambong. Dia merasa bertanggung jawab, demi keamanan bersama, judi itu harus dibubarkan, soalnya ada acara mabuk-mabukan segala. Lek Narodo iseng membohongi para penjudi itu dengan membunyikan kentongan yang diambilnya dari pos ronda, dia berteriak "Polisi! Polisi! Bubar!" semua latah kabur, meninggalkan barang bukti dan tuan rumah yang kelabakan duitnya kegondol maling menyaru penjudi. Sial betul. Sekiranya ada lima belas menitan Lek Narodo tertawa puas soal itu, sebelum sampai dia masuk ke ceritanya berpapasan dengan Bu Sulis. "Namanya insting, Le, nggak bisa dibohongi. Firasat itu perlu didengarkan," Lek Narodo menyombong. Dia melihat Bu Sulis berjalan terburu-buru, sesekali menoleh ke belakang ketakutan. "Ndilalah, Le! Ada sosok hitam muncul tiba-tiba dari gang buntu. Bawa sabit." Secara insting, Lek Narodo membunyikan kentongannya keras-keras, sambil berlari mendekati Bu Sulis. Sosok bertudung hitam membawa sabit itu seketika lenyap dari pandangan. Beberapa warga keluar rumah dan ikut menolong Bu Sulis yang syok berat. Wajahnya pucat. Dia pikir dirinya kena serangan jantung. Setelah dicek, syukurlah Bu Sulis tidak sempat kena bacokan sabit.

Sekarang, rumah Bu Sulis ramai oleh warga yang memutuskan berjaga-jaga di teras semalaman suntuk. Nur Samsina jadi repot perlu menyediakan kopi dan cemilan. Bu Sulis sendiri tengah beristirahat di kamar. Sesekali, kalau sempat Yogo Keling kabur dari ocehan panjang Lek Narodo, dia masuk ke dalam menemani pacarnya.

"Nur?" Yogo Keling mendapati pacarnya tengah duduk menyandar ke punggung tempat tidur. Ibunya sudah lelap. Nur Samsina mempersilakan Yogo masuk. Yogo ambil duduk di kursi plastik samping tempat tidur.

"Aku nggak pernah lihat ibu bisa setakut ini. Dari kecil, yang aku tahu, ibu orangnya pemberani. Apalagi sejak Bapak meninggal. Dia ibu yang kuat. Maling nggak akan berani ganggu ibu," kata Nur Samsina.

"Yang mengganggu ibumu tadi bukan maling," Yogo Keling keceplosan.

"Mas percaya ceritanya Lek Narodo?"

Yogo Keling terdiam, bingung mau membalas bagaimana. Dia menggeser kursinya mendekat ke Nur Samsina. "Mas janji, akan menemukan pelakunya. Kamu dan ibu akan aman."

"Jangan nyari penyakit, Mas. Biar pihak berwenang yang turun tangan."

Yogo Keling gelisah. "Mereka nggak akan bisa menemukan pelakunya, Nur."

"Karena makhluk gaib?"

Yogo Keling mengangguk. "Dan, selalu ada dalangnya."

"Manusia juga, kan, tapi?"

"Iya. Karena itu, polisi nggak akan nyampe nemu dalangnya kalau pelaku gaibnya belum ketahuan."

"Kalau memang itu yang betul, tetap saja bahaya, Mas. Aku nggak mau kehilangan orang yang kusayang lagi."

"Aku bisa, Nur. Aku nggak akan tenang sampai ketemu dalangnya. Aku mau memastikan itu sendiri. Aku sama temen-temen, sama Jabil, sudah mulai investigasi." Terpaksa, Yogo bercerita soal kegiatan investigasi kleniknya bersama Jabil dan yang lain.

Nur Samsina gelisah mendengarkannya, "Aku yang nggak akan tenang kalau tahu mas kenapa-kenapa."

"Terus, aku harus bagaimana, Nur? Mas nggak bisa diam saja."

KAMBING TENGKORAK - SERI SIDIK KLENIK #2 (Sekuel Karung Nyawa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang